Kaskus

News

seher.kenaAvatar border
TS
seher.kena
Ainun Najib: Jika Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Jokowi Dinobatkan Pahlawan Super
Ainun Najib: Jika Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Jokowi Dinobatkan Pahlawan Super


Pro dan kontra terkait penetapan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto sebagai pahlawan nasional terus bergulir.

Beragam pendapat hingga komentar negatif dituliskan tokoh nasional hingga masyarakat.

Sebagian mendukung Soeharto menjadi pahlawan nasional lantaran berjasa membangun Indonesia.

Sebagian lainnya menolak lantaran Soeharto bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) hingga dugaan korupsi selama era Orde Baru.

Tak ingin pusing dengan argumen, Pegiat Media Sosial sekaligus seorang praktisi Teknologi Informasi, Ainun Najib menuliskan analogi ederhana.

Lewat status twitter atau X pribadinya @ainunnajib pada Sabtu (2/11/2025), dirinya mengutarakan pendapatnya.


Menurutnya, apabila Soeharto ditetapkan sebagai pahlawan nasional, sudah sepantasnya Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) dinobatkan sebagai Pahlawan Super Nasional.

"If President Soeharto becomes National Hero, then President Joko Widodo should become National Superhero. (Jika Presiden Soeharto menjadi Pahlawan Nasional, maka Presiden Joko Widodo harus menjadi Pahlawan Super Nasional)," tulisnya sembari mengunggah gambar Jokowi mengenakan pakaian pahlawan super mirip Superman.



Postingan Ainun Najib pun ditanggapi ramai masyarakat.

Unggahan itu memicu reaksi beragam.

Sebagian besar menjadikan statusnya hanya sebagai lelucon dan candaan hingga komentar sinis yang menyeret nama Jokowi dalam sejumlah kontroversi.

@ReiMadridista: Superheronya punya kendaraan ajaib yang tidak terlihat: esemka

@Pencari_Rezeki: Astagfirullah.. jgn sampe deh, masa superhero/pahlawan, kekuatannya suka ngibul.

@DJ_Luvly:Aamiiin YRA , semoga dapat gelar pahlawan secepatnya. UU No 20 Thn 2009 & PP Nomor 35 Tahun 2010, cepat meninggal, cepat diproses hukum akhirat

@Bima_Sakti_1: Kalau ini Ahlawan Isu Ijazah!!!!

@baiou_2829: Jokowi ? "HERO Supermarket" opini gw.., warisannya busuk semua.

@bafarifa: Lho.. Bukannya belaww calon Nabi?

@tobaiss13: Orang dzalim ko jadi pahlawan mas

@SHPDCMPABABD: Kalau super hero celana dalam dipakai di luar ya..

@By__Samarkand: Superbul

@AMudzakir53017: MULYONO PAHLAWAN NASIGORENG....

Tokoh Agama Terpecah
Sejumlah tokoh agama terpecah dalam wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto.

Diketahui Soeharto masuk nominasi tokoh nasional yang digadang-gadang akan diberikan gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada 10 November 2025 mendatang.

Wacana pemberian gelar pahlawan nasional terhadap pemimpin Orde Baru itu lantas membuat kontroversi dan gaduh di masyarakat.

Pasalnya opini masyarakat terpecah dengan para pendukung rezim Soeharto dan korban rezim Soeharto.

Belum lagi status Soeharto yang pernah menjadi terdakwa korupsi pasca 1998 namun batal disidangkan karena kondisi kesehatan dan meninggal dunia.

Bukan hanya masyarakat yang terpecah belah, sejumlah tokoh agama juga ternyata saling berbeda pendapat.

Baik di organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memiliki dua opini berbeda.

Misalnya saja Ketua PP Muhammadiyah, Muhadjir Effendy menegaskan, sikap Muhammadiyah telah bulat mendukung penuh pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

Menurutnya, tidak ada satu pun yang dapat memungkiri peran dan kontribusi Soeharto terhadap bangsa Indonesia.

Diketahui Muhadjir Effendy saat ini menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk periode 2022-2027, membidangi Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal.

Namun demikian tokoh muda Muhammadiyah Usman Hamid yang juga pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto itu.

Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia dan mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu menentang keras pemberian gelar pahlawan tersebut.

Usman menilai bahwa gelar pahlawan harus diberikan kepada sosok yang memegang nilai kebenaran dan keberanian moral hingga akhir hayatnya.

“Kalau meninggal dalam status tersangka atau terdakwa, apalagi terkait pelanggaran HAM atau korupsi, sulit disebut pahlawan,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11/2025).

Tak berbeda dengan Muhammadiyah, NU juga terbelah dengan wacana pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto.

Misalnya saja Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) menyatakan dukungannya terhadap usulan Kementerian Sosial Republik Indonesia kepada Dewan Gelar atas menetapkan Soeharto dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Pahlawan Nasional pada tahun ini.

Menurut Gus Fahrur, Indonesia perlu belajar dari masa lalu baik dari kebaikan maupun kekurangannya untuk membangun masa depan yang lebih bijak dan berkeadaban.

Namun demikian penolakan keras muncul dari tetua NU yakni KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus).

“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” tegas Mustasyar Pengurus Nahdaltul Ulama (PBNU), Gus Mus, dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025).

Gus Mus mengenang masa Orde Baru sebagai periode yang menyisakan luka bagi banyak ulama dan kiai pesantren.

Ia menyebut papan nama NU dilarang dipasang, bupati-bupati merobohkan simbol organisasi, dan sejumlah tokoh dipaksa masuk Golkar.

Bahkan adiknya Kiai Adib Bisri dipaksa keluar PNS karena dipaksa masuk Golkar.

“Banyak kiai yang dimasukin sumur. Adik saya, Kiai Adib Bisri, keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” tuturnya.

Ia juga mengisahkan pengalaman Kiai Sahal Mahfudh yang menolak menjadi penasehat Golkar Jawa Tengah.

Menurut Gus Mus, banyak pejuang bangsa yang tidak pernah mengajukan gelar pahlawan demi menjaga keikhlasan amal.

“Kalau istilahnya, menghindari riya’. Amal kebaikan jangan dikurangi karena gelar,” jelasnya.

Sementara itu tokoh agama lain yakni Franz Magnis-Suseno yang merupakan imam katolik menolak keras pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto.

Romo Magnis mengatakan keterlibatan Soeharto dalam dugaan korupsi di era Orde Baru membuatnya tak layak menjadi pahlawan nasional.

Soeharto dianggap membuka pintu lebar-lebar kepada kroni dan keluarganya agar bisa melakukan korupsi.

Belum lagi sejumlah kekerasan sipil yang terjadi dari tahun 1965 hingga 1998 membuat Soeharto semakin dianggap tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.

Jokowi Mendukung
Dukungan terhadap wacana Presiden ke-2 RI Soeharto mendapatkan gelar pahlawan nasional mendapat dukungan dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi juga memberikan dukungan yang sama terkait wacana serupa terhadap Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional.

Jokowi menilai keduanya memiliki jasa besar bagi bangsa.

"Ya, setiap pemimpin baik itu Presiden Soeharto maupun Presiden Gus Dur pasti memiliki peran dan jasa terhadap negara," jelas Jokowi, Kamis (6/11/2025).

Pemberian gelar Pahlawan Nasional adalah bentuk penghormatan terhadap sosok yang pernah memimpin Indonesia.

Selain itu Jokowi juga menyoroti bahw setiap pemimpin memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

"Dan kita semuanya harus menghargai itu dan kita sadar setiap pemimpin pasti ada kelebihan dan pasti ada kekurangan," ujarnya.

Meski demikian, usulan gelar Pahlawan Nasional tidak bisa sembarangan dan harus mengikuti mekanisme.

"Dan pemberian gelar jasa terhadap para pemimpin itu juga melalui proses-proses melalui pertimbangan-pertimbangan yang ada dari tim pemberian gelar dan jasa," katanya.

"Saya kira kita menghormati peran dan jasa yang telah diberikan baik oleh Presiden Soeharto maupun Presiden Gusdur bagi bangsa dan negara ini," lanjutnya.

Penolakan Megawati
Berbeda dengan Jokowi, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional tidak boleh dilakukan sembarangan.

Ia mengingatkan pemerintah untuk lebih selektif dan berhati-hati dalam memberikan gelar tersebut, dengan menimbang rekam jejak perjuangan, nilai kemanusiaan, serta tanggung jawab moral seorang tokoh terhadap bangsa.

“Dapat gelar proklamator, bapak bangsa, terus ini apa? Pahlawan? Tapi, ya hati-hati kalau mau menjadikan seseorang pahlawan. Jangan gampang dong. Kalau Bung Karno, benar, pahlawan. Karena saya berani bertanggung jawab,” ujar Megawati dalam pidatonya pada seminar peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).

Dikutip dari Kompas.com, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional tidak boleh dilakukan sembarangan. Ia mengingatkan pemerintah untuk lebih selektif dan berhati-hati dalam memberikan gelar tersebut, dengan menimbang rekam jejak perjuangan, nilai kemanusiaan, serta tanggung jawab moral seorang tokoh terhadap bangsa. “Dapat gelar proklamator, bapak bangsa, terus ini apa? Pahlawan? Tapi, ya hati-hati kalau mau menjadikan seseorang pahlawan. Jangan gampang dong. Kalau Bung Karno, benar, pahlawan. Karena saya berani bertanggung jawab,” ujar Megawati dalam pidatonya pada seminar peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).

“Bayangkan, seorang putra bangsa diperlakukan begitu hanya karena sebuah TAP. Kalau Bung Karno bersalah, seharusnya demi keadilan beliau boleh dong dimasukkan ke pengadilan,” kata Megawati.

Megawati juga mengenang sikap Bung Karno yang tetap diam meskipun diperlakukan tidak adil. Bung Karno memilih untuk tidak melawan demi menghindari perang saudara yang dapat memecah belah bangsa Indonesia. “Kalau melawan, nanti yang terjadi perang saudara,” kata Megawati, menirukan pesan ayahnya. Ia menyatakan bahwa keputusan Bung Karno untuk tetap diam adalah wujud kebesaran jiwa dan tanggung jawabnya terhadap bangsa, demi menjaga agar tidak ada pertumpahan darah antar sesama anak bangsa.

Penolakan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, terhadap rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto, kembali memantik perdebatan publik.

Sikap Megawati dinilai mencerminkan bahwa bangsa Indonesia masih berhadapan dengan luka sejarah yang belum sepenuhnya sembuh.



https://wartakota.tribunnews.com/nas...pahlawan-super

Untung bukan pahlawan bertopeng
Diubah oleh seher.kena Hari ini 09:22
kakekane.cellAvatar border
soelojo4503Avatar border
soelojo4503 dan kakekane.cell memberi reputasi
2
178
20
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan