- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Investor Asing Masih Terus Jual Surat Utang RI
TS
jaguarxj220
Investor Asing Masih Terus Jual Surat Utang RI
Bloomberg Technoz, Jakarta - Arus keluar modal asing dari pasar surat utang Indonesia belum berhenti. Dua bulan beruntun sejak September lalu, investor asing membukukan net sell senilai lebih dari Rp70 triliun, terdesak kekhawatiran akan laju belanja ekspansif pemerintah yang mungkin dapat mengerek defisit fiskal di masa mendatang di kala penerimaan negara lesu.
Melansir data Kementerian Keuangan, pada September, investor asing menjual sekitar Rp45,76 triliun kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) mereka. Aksi itu berlanjut pada Oktober dengan nilai penjualan bersih mencapai Rp30 triliun.
Memasuki November, penjualan SBN oleh asing sedikit terjeda. Data terakhir per 3 November, asing mencatat net buy tipis di SBN senilai Rp120 miliar membawa posisi kepemilikan asing di instrumen fixed income itu sebesar Rp878,21 triliun.
Posisi asing di SBN itu menjadi yang terendah sejak awal tahun ini. Penguasaan surat utang pemerintah oleh global fund tersebut setara dengan 13,58% dari total outstanding SBN di pasar yang bisa diperdagangkan saat ini.
Rates Strategist Nomura, Nathan Sribalasundaram mengatakan, para pengelola dana global mewaspadai perkembangan kinerja penerimaan pajak serta belanja pemerintah. "Kita mungkin akan menyaksikan arus keluar modal dalam jumlah kecil beberapa pekan ke depan," katanya, seperti dilansir dari Bloomberg News.
Pemodal global telah mencermati dengan seksama langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dikhawatirkan tidak mempertahankan batas defisit fiskal 3% dari Produk Domestik Bruto.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Purbaya sejatinya telah berulang menegaskan komitmennya untuk menjaga disiplin fiskal dengan memastikan defisit fiskal tak melampaui batas atas yang sudah menjadi pegangan selama ini, dan menjadi salah satu tonggak kredibilitas yang dilihat dengan serius oleh para investor asing.
"Saya tidak akan melakukan itu [mengerek defisit fiskal] dalam jangka pendek karena saya belum melihat efektivitas program-program pemerintah pada waktu menyerap anggaran. Nggak ada gunanya saya naikin [defisit anggaran], pasti dimakan habis-habisan. Kalau sudah efisien sekali, nggak apa-apa. Namun sekarang belum ada pikiran ke arah sana," kata Purbaya dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg Technoz beberapa waktu lalu.
Akan halnya dengan kebijakan burden sharing, ia juga memastikan bukan sebagai kebijakan rutin pembiayaan anggaran ke depan. "Saya sebisa mungkin menghindari burden sharing, membiarkan kebijakan moneter berjalan sebagaimana mestinya dan saya ikuti kebijakan fiskal," kata Purbaya akhir Oktober lalu.
Dia pun memastikan ke depan otoritas fiskal tidak akan lagi menerapkan skema berbagi beban bunga tersebut, yang dapat mengancam kredibilitas kebijakan moneter.
Kebijakan tersebut, lanjut dia, semestinya hanya dilakukan pada masa-masa krisis parah seperti pandemi Covid-19 lalu, yang juga sekaligus menjadi penerapan awal skema tersebut. "Ke depan, kita akan hindari semaksimal mungkin," tutur dia.
Namun, pernyataan berulang Menkeu tentang komitmen disiplin fiskal dan menjaga garis batas kebijakan moneter dan fiskal tersebut, agaknya tak jua membuat investor surat utang tenang.
Arus keluar tak berhenti hingga membawa posisi net buy asing di SBN sepanjang tahun ini (year-to-date) yang semula sempat menyentuh level US$4,08 miliar (Rp68,17 triliun) pada awal September lalu, kini tinggal US$312,1 juta (Rp5,21 triliun).
"Kejelasan dan kredibilitas kebijakan adalah kunci. Pemerintah harus memastikan bahwa ekspansi fiskal tetap bersifat sementara dan terarah, sementara komunikasi Bank Indonesia harus terus menekankan pada data dependensi dan stabilitas rupiah," kata Head of Fixed Income Mandiri Sekuritas Handy Yunianto.
Arus keluar modal asing dari SBN berlangsung sejurus dengan pelemahan rupiah yang masih belum terhenti. Kinerja rupiah sampai hari ini masih menjadi yang terburuk di Asia dengan pelemahan mencapai 3,61% year-to-date. Rupiah hari ini, Kamis (6/11/2025), diperdagangkan di kisaran Rp16.705/US$, terlemah sejak akhir September lalu.
Lokal ambil alih
Arus keluar modal asing dua bulan terakhir untuk sementara ini terkompensasi oleh belanja investor lokal yang terus meningkat.
Data Kementerian Keuangan mencatat, kepemilikan perbankan di SBN melonjak Rp71,88 triliun selama September-Oktober ketika global fund 'minggat'.
Pada saat yang sama, industri asuransi dan dana pensiun juga menambah belanja SBN dengan penambahan sebanyak Rp46 triliun.
Adapun Bank Indonesia, pada September menambah kepemilikan SBN sebanyak Rp11,05 triliun. Namun, pada Oktober, mengurangi sebesar Rp15,4 triliun sehingga posisi kepemilikan SBN oleh BI (nett) sampai akhir bulan lalu mencapai Rp1.538,92 triliun.
Penguasaan SBN itu menjadikan Bank Indonesia menjadi salah satu bank sentral di dunia dengan kepemilikan terbesar surat utang pemerintahnya sendiri, bersanding dengan Bank of Japan, bank sentral Jepang.
Eksodus dana global yang berbanding terbalik dengan arus masuk dana ke SBN dari investor lokal tersebut, tak bisa dilepaskan dari kebijakan penempatan Rp200 triliun oleh Menkeu Purbaya pada pertengahan September lalu meski sebelumnya ia memperingatkan agar para bankir tak menaruh di SBN.
Banjir dana lokal di pasar SBN pada akhirnya membantu kinerja surat utang pemerintah membaik. Yield SBN 10 tahun mencatat penurunan 30 basis poin pada Oktober menyentuh level 6,08%. Meski pada perdagangan hari ini, yield SBN 10 tahun bergerak naik lagi ke kisaran 6,19%.
Menurut Handy, reli harga obligasi yang dimotori oleh belanja besar investor lokal sejatinya adalah sebuah peringatan. "Ketergantungan berlebihan pada likuiditas lokal pada akhirnya bisa menekan penyaluran pinjaman produktif dan jika tidak diatasi, itu mengaburkan batasan antara kebijakan fiskal dan moneter," katanya.
Arus modal juga membanjiri pasar saham seiring penurunan yield SBN. Investor secara alamiah bergerak memburu instrumen yang memberikan peluang return lebih tinggi, termasuk dari ekuitas.
IHSG berulang memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa dalam tiga bulan terakhir. Rekor terbaru pecah lagi hari ini di level 8.336.
Investor asing juga terlihat ikut ramai menyerbu saham-saham di pasar domestik, terindikasi dari nilai net buy selama kuartal terakhir ini, mencapai US$941,1 juta (Rp15,72 triliun). Posisi net sell sepanjang tahun (year-to-date) investor asing di saham RI yang sempat menembus di atas Rp60 triliun, kini menyusut tinggal US$2,36 miliar (Rp39,43 triliun).
https://www.bloombergtechnoz.com/det...urat-utang-ri/
Sebenernya uang 200T dari pemerintah yg disalurkan ke BUMN larinya ke SBN lagi.
Sama saja seperti sebelumnya.
Hanya sedikit yg tersalurkan ke sektor riil.
Sekedar pindah kantong kanan-kantong kiri.
Investor lokal kalo nambah kepemilikan ke SBN bisa dibilang rada bloon.
Mustinya buru2 sell, mumpung harga lumayan tinggi. Atau minimal hold aja, jangan malah buy.
Melansir data Kementerian Keuangan, pada September, investor asing menjual sekitar Rp45,76 triliun kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) mereka. Aksi itu berlanjut pada Oktober dengan nilai penjualan bersih mencapai Rp30 triliun.
Memasuki November, penjualan SBN oleh asing sedikit terjeda. Data terakhir per 3 November, asing mencatat net buy tipis di SBN senilai Rp120 miliar membawa posisi kepemilikan asing di instrumen fixed income itu sebesar Rp878,21 triliun.
Posisi asing di SBN itu menjadi yang terendah sejak awal tahun ini. Penguasaan surat utang pemerintah oleh global fund tersebut setara dengan 13,58% dari total outstanding SBN di pasar yang bisa diperdagangkan saat ini.
Rates Strategist Nomura, Nathan Sribalasundaram mengatakan, para pengelola dana global mewaspadai perkembangan kinerja penerimaan pajak serta belanja pemerintah. "Kita mungkin akan menyaksikan arus keluar modal dalam jumlah kecil beberapa pekan ke depan," katanya, seperti dilansir dari Bloomberg News.
Pemodal global telah mencermati dengan seksama langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dikhawatirkan tidak mempertahankan batas defisit fiskal 3% dari Produk Domestik Bruto.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Purbaya sejatinya telah berulang menegaskan komitmennya untuk menjaga disiplin fiskal dengan memastikan defisit fiskal tak melampaui batas atas yang sudah menjadi pegangan selama ini, dan menjadi salah satu tonggak kredibilitas yang dilihat dengan serius oleh para investor asing.
"Saya tidak akan melakukan itu [mengerek defisit fiskal] dalam jangka pendek karena saya belum melihat efektivitas program-program pemerintah pada waktu menyerap anggaran. Nggak ada gunanya saya naikin [defisit anggaran], pasti dimakan habis-habisan. Kalau sudah efisien sekali, nggak apa-apa. Namun sekarang belum ada pikiran ke arah sana," kata Purbaya dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg Technoz beberapa waktu lalu.
Akan halnya dengan kebijakan burden sharing, ia juga memastikan bukan sebagai kebijakan rutin pembiayaan anggaran ke depan. "Saya sebisa mungkin menghindari burden sharing, membiarkan kebijakan moneter berjalan sebagaimana mestinya dan saya ikuti kebijakan fiskal," kata Purbaya akhir Oktober lalu.
Dia pun memastikan ke depan otoritas fiskal tidak akan lagi menerapkan skema berbagi beban bunga tersebut, yang dapat mengancam kredibilitas kebijakan moneter.
Kebijakan tersebut, lanjut dia, semestinya hanya dilakukan pada masa-masa krisis parah seperti pandemi Covid-19 lalu, yang juga sekaligus menjadi penerapan awal skema tersebut. "Ke depan, kita akan hindari semaksimal mungkin," tutur dia.
Namun, pernyataan berulang Menkeu tentang komitmen disiplin fiskal dan menjaga garis batas kebijakan moneter dan fiskal tersebut, agaknya tak jua membuat investor surat utang tenang.
Arus keluar tak berhenti hingga membawa posisi net buy asing di SBN sepanjang tahun ini (year-to-date) yang semula sempat menyentuh level US$4,08 miliar (Rp68,17 triliun) pada awal September lalu, kini tinggal US$312,1 juta (Rp5,21 triliun).
"Kejelasan dan kredibilitas kebijakan adalah kunci. Pemerintah harus memastikan bahwa ekspansi fiskal tetap bersifat sementara dan terarah, sementara komunikasi Bank Indonesia harus terus menekankan pada data dependensi dan stabilitas rupiah," kata Head of Fixed Income Mandiri Sekuritas Handy Yunianto.
Arus keluar modal asing dari SBN berlangsung sejurus dengan pelemahan rupiah yang masih belum terhenti. Kinerja rupiah sampai hari ini masih menjadi yang terburuk di Asia dengan pelemahan mencapai 3,61% year-to-date. Rupiah hari ini, Kamis (6/11/2025), diperdagangkan di kisaran Rp16.705/US$, terlemah sejak akhir September lalu.
Lokal ambil alih
Arus keluar modal asing dua bulan terakhir untuk sementara ini terkompensasi oleh belanja investor lokal yang terus meningkat.
Data Kementerian Keuangan mencatat, kepemilikan perbankan di SBN melonjak Rp71,88 triliun selama September-Oktober ketika global fund 'minggat'.
Pada saat yang sama, industri asuransi dan dana pensiun juga menambah belanja SBN dengan penambahan sebanyak Rp46 triliun.
Adapun Bank Indonesia, pada September menambah kepemilikan SBN sebanyak Rp11,05 triliun. Namun, pada Oktober, mengurangi sebesar Rp15,4 triliun sehingga posisi kepemilikan SBN oleh BI (nett) sampai akhir bulan lalu mencapai Rp1.538,92 triliun.
Penguasaan SBN itu menjadikan Bank Indonesia menjadi salah satu bank sentral di dunia dengan kepemilikan terbesar surat utang pemerintahnya sendiri, bersanding dengan Bank of Japan, bank sentral Jepang.
Eksodus dana global yang berbanding terbalik dengan arus masuk dana ke SBN dari investor lokal tersebut, tak bisa dilepaskan dari kebijakan penempatan Rp200 triliun oleh Menkeu Purbaya pada pertengahan September lalu meski sebelumnya ia memperingatkan agar para bankir tak menaruh di SBN.
Banjir dana lokal di pasar SBN pada akhirnya membantu kinerja surat utang pemerintah membaik. Yield SBN 10 tahun mencatat penurunan 30 basis poin pada Oktober menyentuh level 6,08%. Meski pada perdagangan hari ini, yield SBN 10 tahun bergerak naik lagi ke kisaran 6,19%.
Menurut Handy, reli harga obligasi yang dimotori oleh belanja besar investor lokal sejatinya adalah sebuah peringatan. "Ketergantungan berlebihan pada likuiditas lokal pada akhirnya bisa menekan penyaluran pinjaman produktif dan jika tidak diatasi, itu mengaburkan batasan antara kebijakan fiskal dan moneter," katanya.
Arus modal juga membanjiri pasar saham seiring penurunan yield SBN. Investor secara alamiah bergerak memburu instrumen yang memberikan peluang return lebih tinggi, termasuk dari ekuitas.
IHSG berulang memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa dalam tiga bulan terakhir. Rekor terbaru pecah lagi hari ini di level 8.336.
Investor asing juga terlihat ikut ramai menyerbu saham-saham di pasar domestik, terindikasi dari nilai net buy selama kuartal terakhir ini, mencapai US$941,1 juta (Rp15,72 triliun). Posisi net sell sepanjang tahun (year-to-date) investor asing di saham RI yang sempat menembus di atas Rp60 triliun, kini menyusut tinggal US$2,36 miliar (Rp39,43 triliun).
https://www.bloombergtechnoz.com/det...urat-utang-ri/
Sebenernya uang 200T dari pemerintah yg disalurkan ke BUMN larinya ke SBN lagi.
Sama saja seperti sebelumnya.
Hanya sedikit yg tersalurkan ke sektor riil.
Sekedar pindah kantong kanan-kantong kiri.
Investor lokal kalo nambah kepemilikan ke SBN bisa dibilang rada bloon.
Mustinya buru2 sell, mumpung harga lumayan tinggi. Atau minimal hold aja, jangan malah buy.
soelojo4503 dan superman313 memberi reputasi
2
196
14
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan