Kaskus

News

putraFHAvatar border
TS
putraFH
Ambisi Besar Jokowi Membangun Kereta Whoosh, Muluskan Jebakan Utang China
Jakarta - Di balik gaduhnya dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) warisan Jokowi, yang ganti nama menjadi Kereta Whoosh, ada yang menarik. Siapa yang harus menanggung utang Kereta Whoosh. Tentu saja, beserta bunganya.

Pertanyaan sederhana ini, menjadi perdebatan publik yang rumit. Pemerintah menyebut utang Kereta Whoosh, bukan beban negara, karena ditanggung konsorsium BUMN dan China.

"Namun, publik melihatnya berbeda, jika BUMN yang menanggung, pada akhirnya uang negara juga yang menopang beban itu," kata Ekonom UPN Veteran-Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH) di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).

Dia menyebut, pertanyaan itu bukan sekadar soal akuntansi keuangan, melainkan menyentuh inti dari tata kelola fiskal pemerintah. Bagaimana memastikan proyek infrastruktur besar itu, tidak berubah menjadi 'fiscal black hole' alias lubang yang terus menyedot uang rakyat, tanpa pernah menghasilkan arus balik ekonomi yang memadai.

"Sejak awal, proyek Kereta Whoosh dihadirkan sebagai simbol modernitas Indonesia. Waktu tempuh Jakarta-Bandung yang dulunya 3 jam, kini hanya 40 menit. Gambarnya menghiasi iklan, papan reklame, hingga pidato resmi negara. Namun di balik kecepatan itu, tersembunyi beban berat. Kereta Whoosh tidak seindah narasinya," imbuhnya.

Proyek Kereta Whoosh, papar Achmad Nur, dibiayai lewat utang dari Bank Pembangunan China (China Development Bank/CDB) sekitar US$7,3 miliar, atau setara Rp116 triliun. Bunganya mencekik leher di kisaran 2-3,4 persen per tahun.

Artinya, untuk membayar bunga, bukan utang pokok, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang mayoritas sahamnya (6 persen) dimiliki konsorsium BUMN bernama PSBI (Pilar Sinergi BUMN Indonesia), sisanya dikempit konsorsium China, harus setor Rp2 triliun hingga Rp3 triliun per tahun.

"Padahal, pendapatan tiket yang dihasilkan baru sekitar Rp1,3-Rp2,7 triliun per tahun, saat tingkat okupansinya mencapai 100 persen. Dengan kata lain, bayar bunga saja belum cukup, apalagi utang pokoknya," kata Achmad Nur.

Dalam ekonomi publik, lanjutnya, fenomena ini disebut negative cash flow trap atau jebakan neraca minus. Di mana, Kereta Whoosh harus 'ngutang' lagi untuk membayar utang lama. Bahasa sederhananya: 'gali lubang bikin jurang'.

"Jika dibiarkan, jebakan ini akan menular ke fiskal nasional, karena BUMN yang tertekan akan meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk bertahan hidup. Di sinilah risiko fiskal terselubung mulai terbentuk," pungkasnya.

Achmad Nur menganalogikan seseorang membeli rumah mewah Rp1 miliar dengan KPR yang bunganya 3 persen per tahun. Penghasilannya hanya cukup untuk membayar bunganya, tanpa pernah menyentuh cicilan pokok.

"Selama rumah itu tidak disewakan atau dijual lebih mahal, ia akan selamanya menanggung beban utang yang tak berkurang. Itulah posisi KCIC, saat ini," pungkasnya.

https://www.inilah.com/ambisi-besar-...an-utang-china

Jokowi tak peduli dengan utang, yang penting namanya berkibar.
superman313Avatar border
aldonisticAvatar border
BALI999Avatar border
BALI999 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
270
27
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan