- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KITA YANG TERLUKA


TS
mangdana1984
KITA YANG TERLUKA
Kamu telah menabrak anakku, kamu telah membuatnya cacat! Gara-gara itu, tunangannya jadi tak mau sama dia dan membatalkan pernikahan. Sekarang, kamu harus bertanggung jawab. Nikahi dia! Aku tak peduli pada istrimu!
Lelaki yang mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam menatap Ammar dengan pandangan tajam. Dia membenarkan kacamata dan menghela napas panjang. Ini kali ketiga mereka bertemu dan dia jelas tidak mau ada tawar menawar lagi.
“Tidak ada kata damai! Kamu harus bertanggung jawab karena sudah membuat anakku lumpuh. Kamu sendiri mengakui kalau kecelakaan itu terjadi murni karena kelalaianmu dalam mengemudi. Jadi, tidak ada pembicaraan lain lagi untuk urusan ini. Jangan datang lagi menemuiku kecuali untuk untuk membicarakan pernikahanmu dengan anakku. Atau … jeruji besi menunggumu untuk mempertanggungjawabkan kesalahanmu!”
Ammar menghela napas panjang, berusaha memenuhi rongga dadanya yang terasa sesak. Aroma cairan pembersih lantai khas rumah sakit memenuhi penciumannya. Suara televisi yang menyala sayup-sayup terdengar saat mereka terdiam, sengaja dikecilkan saat dia masuk ke ruangan ini sekitar lima belas menit yang lalu.
Dia melirik ke arah seorang wanita yang sedang dibantu oleh saudaranya untuk duduk di kursi roda. Wanita berambut sepinggang itu tidak sekalipun menatap dirinya. Dari raut wajahnya yang sembab, Ammar tahu ada kesedihan mendalam dan kemarahan yang bersarang kuat di hatinya.
“Anak saya dua orang masih kecil-kecil, Pak Gun ….”
“Aku tidak memintamu meninggalkan keluargamu! Aku hanya memintamu menikahi anakku, menggantikan posisi tunangannya yang memutuskan hubungan sebelah pihak karena tidak mau memiliki istri cacat.” Gunawan mengepalkan tangan saat mendengar suara isak tangis anaknya. Sejujurnya, hatinya juga nyeri setiap kali menyadari kalau dua kaki Adelia sudah tidak bisa berfungsi seperti dulu lagi.
“Kamu seorang Ayah, sama seperti aku. Jadi, kamu pasti paham betul rasanya mengkhawatirkan masa depan anakmu.” Mata Gunawan berkaca-kaca saat melihat Adelia minta pada istrinya agar mereka segera keluar. Putrinya enggan mendengarkan percakapan lebih lanjut.
“Rencana pernikahannya yang akan digelar beberapa bulan lagi batal, padahal dia dan tunangannya sudah berhubungan selama empat tahun. Jadi, apa menurutmu aku bisa tenang saja disaat melihat kenyataan kalau kemungkinan tidak akan ada lelaki yang mau menikahi wanita cacat seperti anakku?”
Ammar menunduk, meremas jemarinya yang saling bertaut. Lelaki itu memijat keningnya, kepalanya terasa berat menghadapi tuntutan dari orang tua Adelia.
“Nikahi dia. Kamu yang membuat Adelia cacat begitu. Jadi, kamu harus bertanggung jawab padanya seumur hidupmu.” Gunawan memberi penekanan di setiap kata yang dia ucapkan.
Lelaki berusia lima puluh enam tahun itu berdiri dan meraih kunci mobil di atas nakas. Setelah dirawat beberapa minggu, hari ini Adelia diperbolehkan pulang. Dia memberikan kartu nama pada Ammar. “Ini alamat rumah kami. Datang kemari bersama keluargamu untuk membicarakan tanggal pernikahan kalian. Jangan terlalu lama karena aku bukan termasuk orang yang sabaran.”
Ammar menghela napas panjang saat Gunawan meninggalkannya sendirian. Dia memukul sofa yang dia duduki saat pintu ruangan tertutup. Dengan perasaan kacau, Ammar akhirnya ikut pergi saat petugas kebersihan rumah sakit masuk untuk membereskan ruangan.
“Adelia!” Ammar sedikit berteriak saat sampai di parkiran. Dia berjalan cepat menghampiri keluarga Gunawan yang baru saja akan masuk ke mobil. “Bisa kita bicara berdua? Sebentar saja.” Ammar menatap Adelia dengan pandangan penuh permohonan. Ini pertama kalinya dia bicara dengan gadis itu meski dalam tiga kali pertemuan, mereka berada dalam satu ruangan.
“Adelia sedang dalam kondisi yang tidak stabil, Nak Ammar.” Fatma bicara pada Ammar sambil membantu Adelia masuk ke mobil. Setelah pintu mobil ditutup, dia menoleh pada Ammar yang masih berdiri di tempatnya semula.
“Dia belum bisa diajak bicara. Setiap malam, dia berteriak-teriak seperti orang gila karena belum bisa menerima keadaan. Adelia bahkan harus diberi obat penenang. Dia sudah diberi rujukan untuk bertemu dengan psikiater.” Fatma menghapus ujung matanya yang basah. Sungguh, keadaan anaknya saat ini benar-benar membuatnya bersusah hati.
“Divonis cacat permanen dan ditinggalkan oleh tunangan yang selama ini selalu ada untuknya membuat dia terpukul hebat. Padahal, rencana pernikahan mereka tidak sampai tiga bulan lagi.” Wanita yang mengenakan selendang untuk menutupi rambutnya itu mengusap hidungnya yang terasa sesak, berle n dir.
“Pulanglah, maaf kalau tuntutan kami dirasa berat. Semoga saja, keluarga Nak Ammar bisa mengerti. Kami juga berada dalam posisi sulit saat ini.” Fatma meraih tangan suaminya, mengajak lelaki itu masuk ke mobil. Dia tidak mau sampai Gunawan gelap mata dan mencelakai Ammar karena kemarahan yang teramat sangat.
Ammar menatap kepergian mobil keluarga Adelia dengan wajah nelangsa. Dia berjalan gontai menuju mobilnya yang diparkir tidak jauh dari sana. Lelaki itu memukuli kemudi beberapa kali. Dia akhirnya berhenti saat merasa lelah.
Bayangan saat kecelakaan terjadi kembali memenuhi kepala Ammar hingga dia merasa pusing. Dia yang baru saja pulang dari dinas luar kota memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi saat melihat jalanan lengang. Panggilan video istri dan kedua anaknya lepas maghrib tadi terus membayang, membangkitkan kerinduan yang terus menghentak-hentak karena tiga hari tidak bertemu.
Lalu, kecelakaan itu terjadi begitu saja. Sangat cepat hingga Ammar bahkan kesulitan mencerna apa yang sedang terjadi. Teriakan panjang dan suara decitan rem karena mobil dipaksa berhenti memecah keheningan langit malam itu.
“Astaghfirullah ….” Ammar mengusap wajah dengan kedua tangan saat mengingat semua. Dia menghela napas panjang. Dadanya seperti dihimpit beban berat, sementara pundaknya seakan ditekan sangat kencang.
Lelaki itu terdiam lama memikirkan percakapannya dengan Gunawan tadi. Harga mati. Tidak ada tawar menawar lagi.
Ammar menggenggam kemudi erat. Perlahan, air mata mengalir di pipinya saat wajah istri dan kedua anaknya menari-nari di pelupuk mata.
Novelnya sudah terbit di PlayStore, cari saja judul: KITA YANG TERLUKA
Lelaki yang mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam menatap Ammar dengan pandangan tajam. Dia membenarkan kacamata dan menghela napas panjang. Ini kali ketiga mereka bertemu dan dia jelas tidak mau ada tawar menawar lagi.
“Tidak ada kata damai! Kamu harus bertanggung jawab karena sudah membuat anakku lumpuh. Kamu sendiri mengakui kalau kecelakaan itu terjadi murni karena kelalaianmu dalam mengemudi. Jadi, tidak ada pembicaraan lain lagi untuk urusan ini. Jangan datang lagi menemuiku kecuali untuk untuk membicarakan pernikahanmu dengan anakku. Atau … jeruji besi menunggumu untuk mempertanggungjawabkan kesalahanmu!”
Ammar menghela napas panjang, berusaha memenuhi rongga dadanya yang terasa sesak. Aroma cairan pembersih lantai khas rumah sakit memenuhi penciumannya. Suara televisi yang menyala sayup-sayup terdengar saat mereka terdiam, sengaja dikecilkan saat dia masuk ke ruangan ini sekitar lima belas menit yang lalu.
Dia melirik ke arah seorang wanita yang sedang dibantu oleh saudaranya untuk duduk di kursi roda. Wanita berambut sepinggang itu tidak sekalipun menatap dirinya. Dari raut wajahnya yang sembab, Ammar tahu ada kesedihan mendalam dan kemarahan yang bersarang kuat di hatinya.
“Anak saya dua orang masih kecil-kecil, Pak Gun ….”
“Aku tidak memintamu meninggalkan keluargamu! Aku hanya memintamu menikahi anakku, menggantikan posisi tunangannya yang memutuskan hubungan sebelah pihak karena tidak mau memiliki istri cacat.” Gunawan mengepalkan tangan saat mendengar suara isak tangis anaknya. Sejujurnya, hatinya juga nyeri setiap kali menyadari kalau dua kaki Adelia sudah tidak bisa berfungsi seperti dulu lagi.
“Kamu seorang Ayah, sama seperti aku. Jadi, kamu pasti paham betul rasanya mengkhawatirkan masa depan anakmu.” Mata Gunawan berkaca-kaca saat melihat Adelia minta pada istrinya agar mereka segera keluar. Putrinya enggan mendengarkan percakapan lebih lanjut.
“Rencana pernikahannya yang akan digelar beberapa bulan lagi batal, padahal dia dan tunangannya sudah berhubungan selama empat tahun. Jadi, apa menurutmu aku bisa tenang saja disaat melihat kenyataan kalau kemungkinan tidak akan ada lelaki yang mau menikahi wanita cacat seperti anakku?”
Ammar menunduk, meremas jemarinya yang saling bertaut. Lelaki itu memijat keningnya, kepalanya terasa berat menghadapi tuntutan dari orang tua Adelia.
“Nikahi dia. Kamu yang membuat Adelia cacat begitu. Jadi, kamu harus bertanggung jawab padanya seumur hidupmu.” Gunawan memberi penekanan di setiap kata yang dia ucapkan.
Lelaki berusia lima puluh enam tahun itu berdiri dan meraih kunci mobil di atas nakas. Setelah dirawat beberapa minggu, hari ini Adelia diperbolehkan pulang. Dia memberikan kartu nama pada Ammar. “Ini alamat rumah kami. Datang kemari bersama keluargamu untuk membicarakan tanggal pernikahan kalian. Jangan terlalu lama karena aku bukan termasuk orang yang sabaran.”
Ammar menghela napas panjang saat Gunawan meninggalkannya sendirian. Dia memukul sofa yang dia duduki saat pintu ruangan tertutup. Dengan perasaan kacau, Ammar akhirnya ikut pergi saat petugas kebersihan rumah sakit masuk untuk membereskan ruangan.
“Adelia!” Ammar sedikit berteriak saat sampai di parkiran. Dia berjalan cepat menghampiri keluarga Gunawan yang baru saja akan masuk ke mobil. “Bisa kita bicara berdua? Sebentar saja.” Ammar menatap Adelia dengan pandangan penuh permohonan. Ini pertama kalinya dia bicara dengan gadis itu meski dalam tiga kali pertemuan, mereka berada dalam satu ruangan.
“Adelia sedang dalam kondisi yang tidak stabil, Nak Ammar.” Fatma bicara pada Ammar sambil membantu Adelia masuk ke mobil. Setelah pintu mobil ditutup, dia menoleh pada Ammar yang masih berdiri di tempatnya semula.
“Dia belum bisa diajak bicara. Setiap malam, dia berteriak-teriak seperti orang gila karena belum bisa menerima keadaan. Adelia bahkan harus diberi obat penenang. Dia sudah diberi rujukan untuk bertemu dengan psikiater.” Fatma menghapus ujung matanya yang basah. Sungguh, keadaan anaknya saat ini benar-benar membuatnya bersusah hati.
“Divonis cacat permanen dan ditinggalkan oleh tunangan yang selama ini selalu ada untuknya membuat dia terpukul hebat. Padahal, rencana pernikahan mereka tidak sampai tiga bulan lagi.” Wanita yang mengenakan selendang untuk menutupi rambutnya itu mengusap hidungnya yang terasa sesak, berle n dir.
“Pulanglah, maaf kalau tuntutan kami dirasa berat. Semoga saja, keluarga Nak Ammar bisa mengerti. Kami juga berada dalam posisi sulit saat ini.” Fatma meraih tangan suaminya, mengajak lelaki itu masuk ke mobil. Dia tidak mau sampai Gunawan gelap mata dan mencelakai Ammar karena kemarahan yang teramat sangat.
Ammar menatap kepergian mobil keluarga Adelia dengan wajah nelangsa. Dia berjalan gontai menuju mobilnya yang diparkir tidak jauh dari sana. Lelaki itu memukuli kemudi beberapa kali. Dia akhirnya berhenti saat merasa lelah.
Bayangan saat kecelakaan terjadi kembali memenuhi kepala Ammar hingga dia merasa pusing. Dia yang baru saja pulang dari dinas luar kota memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi saat melihat jalanan lengang. Panggilan video istri dan kedua anaknya lepas maghrib tadi terus membayang, membangkitkan kerinduan yang terus menghentak-hentak karena tiga hari tidak bertemu.
Lalu, kecelakaan itu terjadi begitu saja. Sangat cepat hingga Ammar bahkan kesulitan mencerna apa yang sedang terjadi. Teriakan panjang dan suara decitan rem karena mobil dipaksa berhenti memecah keheningan langit malam itu.
“Astaghfirullah ….” Ammar mengusap wajah dengan kedua tangan saat mengingat semua. Dia menghela napas panjang. Dadanya seperti dihimpit beban berat, sementara pundaknya seakan ditekan sangat kencang.
Lelaki itu terdiam lama memikirkan percakapannya dengan Gunawan tadi. Harga mati. Tidak ada tawar menawar lagi.
Ammar menggenggam kemudi erat. Perlahan, air mata mengalir di pipinya saat wajah istri dan kedua anaknya menari-nari di pelupuk mata.
Novelnya sudah terbit di PlayStore, cari saja judul: KITA YANG TERLUKA






regmekujo dan 2 lainnya memberi reputasi
3
219
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan