- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bukan Tony Blair, Jusuf Kalla Diajukan untuk Pimpin Pemerintahan Transisi Gaza


TS
medievalist
Bukan Tony Blair, Jusuf Kalla Diajukan untuk Pimpin Pemerintahan Transisi Gaza
Bukan Tony Blair, Jusuf Kalla Diajukan Prof Hikmahanto untuk Pimpin Pemerintahan Transisi Gaza
Tayang: Sabtu, 11 Oktober 2025 19:36 WIB

PEMERINTAHAN TRANSISI GAZA - Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Kediaman Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat (12/5/2023). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana bicara soal sosok yang cocok menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza, Palestina. Salah satu tokoh yang diusulkan Hikmahanto adalah Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK).
A-A+
TRIBUNNEWS.COM- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana bicara soal sosok yang cocok menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza, Palestina.
Mengingat kini Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan, bahwa Hamas dan Israel telah menyepakati proposal perdamaian di Gaza.
Dengan adanya langkah perdamaian ini, Gaza kini membutuhkan adanya pemerintahan transisi.
Selama ini sosok yang digaungkan Amerika Serikat untuk menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza adalah Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair.
Namun Prof Hikmahanto Juwana justru memiliki pendapat lain.
Hikmahanto menilai Tony Blair ini menjadi salah satu sosok yang memulai masalah Israel dan Palestina.
Selain itu, Tony Blair juga memiliki lembaga yang terafiliasi dengan Israel.
"Nah, ini kan harusnya pemerintahan transisi. Nah, kita belum tahu siapa pemerintahan transisi, tapi yang dibicarakan adalah eh Tony Blair, mantan perdana menteri."
"Tapi dia dari Inggris dan saya khawatir ya, karena Inggris ini kan yang memulai masalah Israel Palestina. Belum lagi Tony Blair ini punya lembaga yang terafiliasi dengan Israel," kata Hikmahanto dalam tayangan Program 'Dialog Prime' Nusantara TV, Jumat (10/10/2025).
Hikmahanto lalu mengusulkan agar Presiden RI Prabowo Subianto bisa mendukung Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza.
Alasannya, JK adalah sosok pemimpin yang menganut Islam moderat.
Baca juga: Hamas Tolak Perwalian Asing di Jalur Gaza: Itu Urusan Internal Palestina
JK juga memiliki pengalaman dalam memimpin sebuah pemerintahan. Terbukti dengan dua periode jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Periode pertama menjadi Wapres dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan periode kedua mendampingi Joko Widodo (Jokowi).
Selain itu, Hikmahanto menilai JK bisa membantu untuk menggerakkan perekonomian di Gaza.
"Saya justru mengusulkan kalau bisa Bapak Presiden mengendorse mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjadi kepala pemerintahan."
"Karena dari negara yang apa Islam moderat, lalu kemudian punya pengalaman sebagai kepala pemerintahan sebagai wakil presiden dan bisa menggerakkan perekonomian," ungkap Hikmahanto.
Menurut Hikmahanto, saat ini yang dibutuhkan Gaza setelah adanya langkah perdamaian dengan Israel adalah penggerakan perekonomian.
Dengan menggerakkan ekonomi, maka Gaza selanjutnya bisa melakukan upaya rekonstruksi.
Hikmahanto pun berharap nantinya perusahaan-perusahaan dari Indonesia bisa ikut andil dalam upaya rekonstruksi di Gaza ini.
"Karena yang dibutuhkan sekarang oleh Gaza itu adalah menggerakkan perekonomian dan melakukan rekonstruksi yang penting."
"Nah, nanti dari sini saya berharap bahwa perusahaan-perusahaan karya dari Indonesia bisa diundang untuk melakukan rekonstruksi di Gaza," jelasnya.
Baca juga: 2 Tahun Perang Israel-Hamas Berakhir, Bisakah Gaza Pulih dan Menjadi Layak Huni Lagi?
Hikmahanto mengaku optimis Prabowo bisa mengontak Presiden AS Donald Trump, para pemimpin negara dari Timur Tengah, atau pemimpin dari Palestina sekalipun, untuk membicarakan soal usulan JK menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza.
Langkah ini juga dinilai Hikmahanto sebagai kesempatan bagi Indonesia bisa membantu rakyat Palestina yang selama ini menderita dengan segala kekejaman yang dilakukan Israel.
"Saya rasa saya optimis ya. Jadi kalau Bapak Presiden bisa mengontak Presiden Trump, kemudian juga kepala-kepala pemerintahan, kepala negara yang ada di Timur Tengah, bahkan juga rakyat Palestina. Saya yakin perwakilan dari rakyat Palestina, saya yakin mereka akan bisa menerima figur seperti Pak Jusuf Kalla ini."
"Dan ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk berperan membantu rakyat Palestina yang selama ini mereka harus menderita dengan kekejaman dari Israel," pungkasnya.
Baca juga: Analis: Gencatan Senjata Gaza Terancam Gagal karena Israel Desak Hamas Serahkan Senjata
Kesepakatan Damai Hamas -Israel Diumumkan

PRESIDEN AS TRUMP - Gambar diunduh dari Facebook The White House, Selasa (7/10/2025), memperlihatkan Presiden AS Donald Trump dalam unggahan pada 1 Oktober 2025. Pada 6 Oktober 2025, Trump mengatakan perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas berjalan baik. (Facebook The White House)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan bahwa Hamas dan Israel telah menyepakati proposal perdamaian di Gaza, menandai langkah bersejarah setelah dua tahun konflik yang menelan puluhan ribu korban jiwa.
Dalam pernyataannya di Washington, Trump menyebut bahwa kesepakatan tersebut merupakan hasil negosiasi panjang yang digelar di Sharm El Sheikh, Mesir, dengan melibatkan perwakilan dari Qatar dan Mesir sebagai mediator utama.
“Ini bukan sekadar gencatan senjata, ini adalah awal dari perdamaian sejati di Timur Tengah,” ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih.
Baca juga: Gencatan Senjata Berlaku, Hamas Didesak Bebaskan 20 Sandera, 600 Truk Bantuan Mulai Masuk Gaza
Hamas Tolak Perwalian Asing di Jalur Gaza
Disisi lain, Faksi-faksi Palestina, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Jihad Islam Palestina (PIJ), dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina menolak perwalian apa pun atas Jalur Gaza, menekankan bahwa administrasi Jalur Gaza adalah urusan internal Palestina semata.
Hal itu disampaikan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Jumat (10/10/2025) malam, oleh ketiga gerakan tersebut, bertepatan dengan dimulainya gencatan senjata dan penarikan sebagian pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza.
Ketiga faksi menghargai upaya Qatar, Turki, dan Mesir dalam mencapai kesepakatan.
Faksi-faksi tersebut menyatakan perjanjian tersebut merupakan kegagalan politik dan keamanan dari rencana pendudukan untuk memaksakan pemindahan paksa.
"Pembebasan ratusan tahanan perempuan dan laki-laki kami mencerminkan keteguhan perlawanan dan persatuan posisinya," kata faksi-faksi Palestina dalam pernyataannya, Jumat (10/10/2025).
Baca juga: Pemerintah RI Siap Terlibat dalam Rekonstruksi Gaza Pasca Gencatan Senjata
Faksi-faksi Palestina mendesak negara-negara penengah dan Amerika Serikat (AS) untuk memastikan komitmen pendudukan Israel terhadap perjanjian tersebut.
Mereka juga memuji gerakan global dalam solidaritas dengan rakyat Palestina untuk menolak genosida dan mengadili kejahatan pendudukan Israel.
Selain itu, mereka menyatakan kesiapannya untuk memanfaatkan partisipasi Arab dan internasional dalam rekonstruksi Gaza dengan cara yang bermartabat bagi rakyat Palestina dan menjaga hak-hak mereka atas tanah mereka.
Sebaliknya, ketiga faksi tersebut menolak perwalian asing atas Jalur Gaza.
"Kami menegaskan bahwa penentuan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza adalah urusan internal Palestina," bunyi pernyataan itu.
Baca juga: AS Kirim 200 Tentara ke Israel Pantau Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Sudah Mulai Berdatangan
"Kami menegaskan penolakan mutlak kami terhadap perwalian asing apa pun, dan kami menegaskan bahwa penentuan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza dan fondasi kerja lembaga-lembaganya adalah urusan internal Palestina yang ditentukan bersama oleh komponen-komponen nasional rakyat kami," jelasnya, lapor Al Jazeera.
Ia menyerukan dimulainya proses politik nasional yang bersatu dengan semua kekuatan dan faksi Palestina.
Hamas dan Israel mencapai kesepakatan pada Kamis (9/10/2025) pagi mengenai tahap pertama proposal yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara kedua pihak.
Kesepakatan itu tercapai setelah empat hari negosiasi tidak langsung antara kedua pihak di Sharm el-Sheikh, Mesir, dengan partisipasi Turki, Mesir, dan Qatar, dan di bawah pengawasan AS.
Setelah diumumkannya kesepakatan antara Israel dan Hamas, militer Israel mulai menarik pasukannya dari beberapa wilayah di Jalur Gaza pada Jumat.
Baca juga: Membangun Kembali Gaza Disebut Butuh Upaya Monumental, Setara dengan Jerman setelah Perang Dunia II
Tony Blair yang Ditunjuk Jadi Pemimpin Transisi Gaza

Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair ((AP Photo/Alastair Grant))
Sebelumnya terdapat rencana kontroversial Gedung Putih yang menjadi sorotan, yakni saat menunjuk Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, untuk memimpin pemerintahan transisi sementara di Jalur Gaza.
Blair digadang-gadang akan memimpin sebuah badan bernama Otoritas Transisi Internasional Gaza (GITA), yang berperan sebagai otoritas politik dan hukum tertinggi di wilayah tersebut selama lima tahun.
Menurut laporan media lokal Times of Israel, rencana ini meniru model pemerintahan transisi di Timor-Leste dan Kosovo, yang sebelumnya dikelola oleh komunitas internasional sebelum memperoleh status kenegaraan.
Lokasi awal Gita akan ditempatkan di El-Arish, Mesir, sebelum masuk ke Gaza dengan dukungan pasukan multinasional yang mayoritas berasal dari negara-negara Arab serta mendapatkan mandat dari PBB.
Jika rencana ini disepakati, Blair akan mengawasi pemerintahan eksekutif di Gaza, memimpin sekretariat dengan 25 anggota serta dewan beranggotakan tujuh orang mencakup perwakilan Palestina, pejabat senior PBB, tokoh internasional berpengalaman, serta perwakilan kuat dari negara-negara Muslim.
Dalam deklarasi itu, pemerintahan teknokratis akan memimpin Gaza hanya selama satu tahun sebelum menyerahkan kendali kepada Otoritas Palestina yang direformasi.
https://www.tribunnews.com/internasi...-gaza?page=all
Tayang: Sabtu, 11 Oktober 2025 19:36 WIB

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
PEMERINTAHAN TRANSISI GAZA - Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Kediaman Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat (12/5/2023). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana bicara soal sosok yang cocok menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza, Palestina. Salah satu tokoh yang diusulkan Hikmahanto adalah Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK).
A-A+
TRIBUNNEWS.COM- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana bicara soal sosok yang cocok menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza, Palestina.
Mengingat kini Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan, bahwa Hamas dan Israel telah menyepakati proposal perdamaian di Gaza.
Dengan adanya langkah perdamaian ini, Gaza kini membutuhkan adanya pemerintahan transisi.
Selama ini sosok yang digaungkan Amerika Serikat untuk menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza adalah Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair.
Namun Prof Hikmahanto Juwana justru memiliki pendapat lain.
Hikmahanto menilai Tony Blair ini menjadi salah satu sosok yang memulai masalah Israel dan Palestina.
Selain itu, Tony Blair juga memiliki lembaga yang terafiliasi dengan Israel.
"Nah, ini kan harusnya pemerintahan transisi. Nah, kita belum tahu siapa pemerintahan transisi, tapi yang dibicarakan adalah eh Tony Blair, mantan perdana menteri."
"Tapi dia dari Inggris dan saya khawatir ya, karena Inggris ini kan yang memulai masalah Israel Palestina. Belum lagi Tony Blair ini punya lembaga yang terafiliasi dengan Israel," kata Hikmahanto dalam tayangan Program 'Dialog Prime' Nusantara TV, Jumat (10/10/2025).
Hikmahanto lalu mengusulkan agar Presiden RI Prabowo Subianto bisa mendukung Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza.
Alasannya, JK adalah sosok pemimpin yang menganut Islam moderat.
Baca juga: Hamas Tolak Perwalian Asing di Jalur Gaza: Itu Urusan Internal Palestina
JK juga memiliki pengalaman dalam memimpin sebuah pemerintahan. Terbukti dengan dua periode jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Periode pertama menjadi Wapres dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan periode kedua mendampingi Joko Widodo (Jokowi).
Selain itu, Hikmahanto menilai JK bisa membantu untuk menggerakkan perekonomian di Gaza.
"Saya justru mengusulkan kalau bisa Bapak Presiden mengendorse mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjadi kepala pemerintahan."
"Karena dari negara yang apa Islam moderat, lalu kemudian punya pengalaman sebagai kepala pemerintahan sebagai wakil presiden dan bisa menggerakkan perekonomian," ungkap Hikmahanto.
Menurut Hikmahanto, saat ini yang dibutuhkan Gaza setelah adanya langkah perdamaian dengan Israel adalah penggerakan perekonomian.
Dengan menggerakkan ekonomi, maka Gaza selanjutnya bisa melakukan upaya rekonstruksi.
Hikmahanto pun berharap nantinya perusahaan-perusahaan dari Indonesia bisa ikut andil dalam upaya rekonstruksi di Gaza ini.
"Karena yang dibutuhkan sekarang oleh Gaza itu adalah menggerakkan perekonomian dan melakukan rekonstruksi yang penting."
"Nah, nanti dari sini saya berharap bahwa perusahaan-perusahaan karya dari Indonesia bisa diundang untuk melakukan rekonstruksi di Gaza," jelasnya.
Baca juga: 2 Tahun Perang Israel-Hamas Berakhir, Bisakah Gaza Pulih dan Menjadi Layak Huni Lagi?
Hikmahanto mengaku optimis Prabowo bisa mengontak Presiden AS Donald Trump, para pemimpin negara dari Timur Tengah, atau pemimpin dari Palestina sekalipun, untuk membicarakan soal usulan JK menjadi pemimpin pemerintahan transisi di Gaza.
Langkah ini juga dinilai Hikmahanto sebagai kesempatan bagi Indonesia bisa membantu rakyat Palestina yang selama ini menderita dengan segala kekejaman yang dilakukan Israel.
"Saya rasa saya optimis ya. Jadi kalau Bapak Presiden bisa mengontak Presiden Trump, kemudian juga kepala-kepala pemerintahan, kepala negara yang ada di Timur Tengah, bahkan juga rakyat Palestina. Saya yakin perwakilan dari rakyat Palestina, saya yakin mereka akan bisa menerima figur seperti Pak Jusuf Kalla ini."
"Dan ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk berperan membantu rakyat Palestina yang selama ini mereka harus menderita dengan kekejaman dari Israel," pungkasnya.
Baca juga: Analis: Gencatan Senjata Gaza Terancam Gagal karena Israel Desak Hamas Serahkan Senjata
Kesepakatan Damai Hamas -Israel Diumumkan

PRESIDEN AS TRUMP - Gambar diunduh dari Facebook The White House, Selasa (7/10/2025), memperlihatkan Presiden AS Donald Trump dalam unggahan pada 1 Oktober 2025. Pada 6 Oktober 2025, Trump mengatakan perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas berjalan baik. (Facebook The White House)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan bahwa Hamas dan Israel telah menyepakati proposal perdamaian di Gaza, menandai langkah bersejarah setelah dua tahun konflik yang menelan puluhan ribu korban jiwa.
Dalam pernyataannya di Washington, Trump menyebut bahwa kesepakatan tersebut merupakan hasil negosiasi panjang yang digelar di Sharm El Sheikh, Mesir, dengan melibatkan perwakilan dari Qatar dan Mesir sebagai mediator utama.
“Ini bukan sekadar gencatan senjata, ini adalah awal dari perdamaian sejati di Timur Tengah,” ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih.
Baca juga: Gencatan Senjata Berlaku, Hamas Didesak Bebaskan 20 Sandera, 600 Truk Bantuan Mulai Masuk Gaza
Hamas Tolak Perwalian Asing di Jalur Gaza
Disisi lain, Faksi-faksi Palestina, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Jihad Islam Palestina (PIJ), dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina menolak perwalian apa pun atas Jalur Gaza, menekankan bahwa administrasi Jalur Gaza adalah urusan internal Palestina semata.
Hal itu disampaikan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Jumat (10/10/2025) malam, oleh ketiga gerakan tersebut, bertepatan dengan dimulainya gencatan senjata dan penarikan sebagian pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza.
Ketiga faksi menghargai upaya Qatar, Turki, dan Mesir dalam mencapai kesepakatan.
Faksi-faksi tersebut menyatakan perjanjian tersebut merupakan kegagalan politik dan keamanan dari rencana pendudukan untuk memaksakan pemindahan paksa.
"Pembebasan ratusan tahanan perempuan dan laki-laki kami mencerminkan keteguhan perlawanan dan persatuan posisinya," kata faksi-faksi Palestina dalam pernyataannya, Jumat (10/10/2025).
Baca juga: Pemerintah RI Siap Terlibat dalam Rekonstruksi Gaza Pasca Gencatan Senjata
Faksi-faksi Palestina mendesak negara-negara penengah dan Amerika Serikat (AS) untuk memastikan komitmen pendudukan Israel terhadap perjanjian tersebut.
Mereka juga memuji gerakan global dalam solidaritas dengan rakyat Palestina untuk menolak genosida dan mengadili kejahatan pendudukan Israel.
Selain itu, mereka menyatakan kesiapannya untuk memanfaatkan partisipasi Arab dan internasional dalam rekonstruksi Gaza dengan cara yang bermartabat bagi rakyat Palestina dan menjaga hak-hak mereka atas tanah mereka.
Sebaliknya, ketiga faksi tersebut menolak perwalian asing atas Jalur Gaza.
"Kami menegaskan bahwa penentuan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza adalah urusan internal Palestina," bunyi pernyataan itu.
Baca juga: AS Kirim 200 Tentara ke Israel Pantau Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Sudah Mulai Berdatangan
"Kami menegaskan penolakan mutlak kami terhadap perwalian asing apa pun, dan kami menegaskan bahwa penentuan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza dan fondasi kerja lembaga-lembaganya adalah urusan internal Palestina yang ditentukan bersama oleh komponen-komponen nasional rakyat kami," jelasnya, lapor Al Jazeera.
Ia menyerukan dimulainya proses politik nasional yang bersatu dengan semua kekuatan dan faksi Palestina.
Hamas dan Israel mencapai kesepakatan pada Kamis (9/10/2025) pagi mengenai tahap pertama proposal yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara kedua pihak.
Kesepakatan itu tercapai setelah empat hari negosiasi tidak langsung antara kedua pihak di Sharm el-Sheikh, Mesir, dengan partisipasi Turki, Mesir, dan Qatar, dan di bawah pengawasan AS.
Setelah diumumkannya kesepakatan antara Israel dan Hamas, militer Israel mulai menarik pasukannya dari beberapa wilayah di Jalur Gaza pada Jumat.
Baca juga: Membangun Kembali Gaza Disebut Butuh Upaya Monumental, Setara dengan Jerman setelah Perang Dunia II
Tony Blair yang Ditunjuk Jadi Pemimpin Transisi Gaza

Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair ((AP Photo/Alastair Grant))
Sebelumnya terdapat rencana kontroversial Gedung Putih yang menjadi sorotan, yakni saat menunjuk Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, untuk memimpin pemerintahan transisi sementara di Jalur Gaza.
Blair digadang-gadang akan memimpin sebuah badan bernama Otoritas Transisi Internasional Gaza (GITA), yang berperan sebagai otoritas politik dan hukum tertinggi di wilayah tersebut selama lima tahun.
Menurut laporan media lokal Times of Israel, rencana ini meniru model pemerintahan transisi di Timor-Leste dan Kosovo, yang sebelumnya dikelola oleh komunitas internasional sebelum memperoleh status kenegaraan.
Lokasi awal Gita akan ditempatkan di El-Arish, Mesir, sebelum masuk ke Gaza dengan dukungan pasukan multinasional yang mayoritas berasal dari negara-negara Arab serta mendapatkan mandat dari PBB.
Jika rencana ini disepakati, Blair akan mengawasi pemerintahan eksekutif di Gaza, memimpin sekretariat dengan 25 anggota serta dewan beranggotakan tujuh orang mencakup perwakilan Palestina, pejabat senior PBB, tokoh internasional berpengalaman, serta perwakilan kuat dari negara-negara Muslim.
Dalam deklarasi itu, pemerintahan teknokratis akan memimpin Gaza hanya selama satu tahun sebelum menyerahkan kendali kepada Otoritas Palestina yang direformasi.
https://www.tribunnews.com/internasi...-gaza?page=all


maniacok99 memberi reputasi
1
176
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan