- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pengajuan Perubahan Kolom Agama KTP Meningkat, Ini Reaksi Putra Pendiri Gontor


TS
kutarominami69
Pengajuan Perubahan Kolom Agama KTP Meningkat, Ini Reaksi Putra Pendiri Gontor
Jumat , 19 Sep 2025, 14:29 WIB
Pengajuan Perubahan Kolom Agama KTP Meningkat di Ponorogo, Ini Reaksi Putra Pendiri Gontor
Semakin banyak warga merasa lebih leluasa mengidentifikasi diri sebagai penghayat.
Red: A.Syalaby Ichsan
Rep: Muhyiddin

Republika/Yogi ArdhiWakil Rektor I Universitas Darussalam Gontor, Hamid Fahmy Zarkasyi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Putra pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor yang juga Rektor Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, Ponorogo, Prof KH Hamid Fahmy Zarkasyi merespons fenomena meningkatnya warga Ponorogo yang mengganti kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi penghayat kepercayaan.
Menurut dia, langkah ini berpotensi mengganggu persatuan bangsa dan menimbulkan konsekuensi serius bagi kehidupan bernegara.
“Itu saya rasa tidak produktif bagi persatuan bangsa. Kalau selama ini eksistensinya di masyarakat diakui dan di KTP menjadi pengamal Islam itu tidak masalah. Tapi kalau dia sudah diakui eksistensinya dalam bentuk formal, itu nanti dia akan menuntut eksistensi lebih dari itu,” ujar Prof Hamid saat dihubungi Republika, Jumat (20/9/2025).
Guru Besar Filsafat Islam ini mengingatkan jika semua aliran kepercayaan di Indonesia diresmikan sebagai agama, negara akan menghadapi beban yang tidak ringan.
“Kan jumlahnya ratusan percayaan itu. Kalau itu semuanya diakui, bagaimana negara akan memikirkan agama-agama itu? Selama ini saja kita dengan lima agama yang ada, kita sudah banyak kecemburuan yang tidak berkesudahan itu, soal gereja, soal masjid, dan lain sebagainya,” ucap dia.
Hamid bahkan mengingatkan soal dampak praktisnya, seperti tuntutan hak hari libur keagamaan. “Kalau agama ini nanti resmi, dan semua agama diberi hak untuk menjadi agama resmi, dan jumlahnya itu ratusan, kita akan mempunyai hari libur 100-200 hari. Ya kalau setiap agama meminta hari liburnya masing-masing, bubarlah negara ini," kata dia.

Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP) - (Republika/Prayogi)
Ia pun menekankan, umat Islam justru memiliki tradisi toleransi yang kuat, sehingga kekhawatiran “negara dikuasai Islam” tidak beralasan.
“Apa salahnya kalau negara ini dikuasai oleh Islam, sementara Islam memberi hak kepada setiap orang untuk hidup berdampingan? Justru bahaya kalau dikuasai agama lain, seperti yang terjadi di India atau di Barat, umat Islam jadi minoritas yang tidak dihormati,” jelas dia.
Karena itu, Hamid mendesak pemerintah untuk tidak mengakomodasi permintaan perubahan kolom agama tersebut. “Saya usul pemerintah tidak menerima ini. Kalau diterima, akan jadi preseden buruk bagi persatuan bangsa,” ujarnya.
Sebelumnya, permohonan perubahan kolom agama di KTP menjadi penghayat kepercayaan di Ponorogo meningkat signifikan dalam dua bulan terakhir. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Ponorogo, sejak Juli hingga September 2025, tercatat 62 warga mengajukan perubahan identitas menjadi penghayat kepercayaan, sementara sebelumnya rata-rata hanya 3-5 orang per bulan.
Kepala Disdukcapil Ponorogo, Masun, menjelaskan bahwa lonjakan itu terjadi karena semakin banyak warga merasa lebih leluasa mengidentifikasi diri sebagai penghayat. Fenomena ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, khususnya terkait dampaknya terhadap interaksi sosial di daerah yang dikenal sebagai basis pesantren tersebut.
Tidak ada syarat khusus
Pejabat Fungsional Bidang Catatan Sipil Kelahiran dan Kematian Dispendukcapil Ponorogo Puryanti, Rabu (17/9/2025), mengatakan, kebijakan perubahan isi kolom agama ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang mengakui hak penganut kepercayaan dalam administrasi kependudukan.
"Dari 62 pemohon, ada satu di antaranya anak-anak yang kolom agamanya di Kartu Identitas Anak (KIA) juga diisi penghayat kepercayaan," ujar dia.
Puryanti menegaskan tidak ada persyaratan khusus bagi masyarakat yang ingin mengganti isi kolom agama menjadi penghayat kepercayaan.
Pemohon hanya perlu membawa KTP lama, Kartu Keluarga (KK), atau KIA bagi anak, serta surat keterangan dari pemangku kepercayaan masing-masing.
"Yang penting aliran atau kelompoknya memiliki legalitas formal berupa surat keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM. Semua layanan gratis dan bisa diurus di kantor Dispendukcapil atau Mal Pelayanan Publik," kata dia.
Ia menjelaskan, pada dokumen kependudukan seperti KTP, KK, dan KIA, kolom agama akan tercetak sebagai "Penghayat Kepercayaan" tanpa menyebut nama aliran.
Meski demikian, pemohon diminta menuliskan secara lengkap nama aliran atau kelompok kepercayaan pada formulir sebagai data internal administrasi."Nama aliran hanya muncul di sistem, sedangkan yang tercetak tetap penghayat kepercayaan," tambah dia.

Tetua adat dan perwakilan penghayat kepercayaan berberdiskusi saat temu adat budaya spiritual dalam rangkaian G20 di kebun bambu Wigati, Ringin Putih, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (13/9/2022). Sebanyak 83 tetua adat dan perwakilan penghayat kepercayaan dari seluruh Indonesia bertemu untuk saling mengenalkan adat budaya nusantara yang meliputi kuliner, upacara adat, permainan dan tarian tradisional. - (ANTARA/Anis Efizudin)
https://khazanah.republika.co.id/ber...i-gontor-part3
Takut ketauan nggak mayoritas lagi nih ya




ojol.jaya dan creativeslen783 memberi reputasi
2
242
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan