- Beranda
- Komunitas
- News
- Citizen Journalism
IPC Desak DPR Prioritaskan Agenda Iklim Ungkap Ketimpangan Kebijakan Pusat dan Daerah


TS
irwanost
IPC Desak DPR Prioritaskan Agenda Iklim Ungkap Ketimpangan Kebijakan Pusat dan Daerah

IPC Desak DPR Prioritaskan Agenda Iklim, Ungkap Ketimpangan Kebijakan Pusat dan Daerah
Jakarta - 23 September 2025 — Indonesian Parliamentary Center (IPC) menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum maksimal dalam mengawal kebijakan iklim. Temuan IPC menunjukkan isu iklim masih jarang dibahas di parlemen, sementara di lapangan terdapat ketimpangan kebijakan antara pusat dan daerah.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Media bertajuk “Mendesak Peran DPR atas Ketimpangan Kebijakan Nationally Determined Contribution di Pusat dan Daerah” yang digelar di Gedung Yustinus Lantai 14, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. Kegiatan ini sekaligus merilis hasil penelitian IPC di tiga daerah—Aceh, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara—yang mengungkap disharmoni kebijakan, minimnya partisipasi publik, hingga lemahnya transparansi implementasi NDC. Para narasumber yaitu Dr. Yanti Fristikawati, S.H., M.Hum (Akademisi Fakultas Hukum Unika Atma Jaya), Dr. Eddy Soeparno, S.H., M.H (Wakil Ketua MPR RI, Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PAN), Dr. Surya Tjandra, S.H., LL.M (Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Partiamentary Center 2019-2022) dan Arif Adiputro, M.Sos (Peneliti Indonesian Parliamentary Center).
Peneliti IPC, Arif Adiputro, menegaskan perlunya DPR tampil lebih proaktif. “Kami berharap parlemen semakin peduli pada isu iklim. Partisipasi luas, termasuk dari kampus, sangat penting agar agenda iklim benar-benar menjadi prioritas,” ujarnya.
DPR Dinilai Kurang Fokus
Data IPC mencatat, dari 818 rapat alat kelengkapan dewan (AKD) selama masa sidang II–IV periode 2024–2025, isu iklim hanya muncul dalam 122 rapat atau sekitar 17,53 persen. Isu sektoral yang berkaitan dengan iklim pun hanya signifikan di Komisi IV dan XII, dengan pembahasan energi (51 kali), pertanian (21 kali), dan perubahan iklim (12 kali).
Sementara itu, pembahasan empat rancangan undang-undang (RUU) terkait iklim—RUU Kebumian, RUU Ketenagalistrikan, RUU Migas, dan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET)—dinilai masih stagnan. Hanya dua RUU yang dibahas terbuka, sementara sisanya tertutup tanpa perkembangan jelas.
Pandangan Para Narasumber
Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno, menekankan pentingnya payung hukum yang kuat dalam transisi energi. “Permasalahan energi dan lingkungan kita harus dijawab dengan regulasi jelas. MPR terbuka berkolaborasi dengan kampus dan dunia usaha dalam mengatasi krisis iklim,” katanya.
Akademisi Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Dr. Yanti Fristikawati, menambahkan bahwa tanggung jawab negara menjalankan konvensi internasional tidak bisa ditawar. “Jika komitmen tidak dilaksanakan, Indonesia akan menghadapi tekanan dunia,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Wakil Menteri ATR, Surya Tjandra, menegaskan bahwa keseriusan pemerintah akan membuka peluang dukungan global. “Kalau target nol emisi 2060 mau dicapai, maka tidak boleh ada lagi pertambangan batubara,” katanya.
Rekomendasi IPC
Melalui forum ini, IPC mendesak DPR untuk memperkuat fungsi pengawasan, menguatkan kerangka regulasi, memastikan alokasi anggaran memadai, serta menjadikan agenda iklim sebagai prioritas nasional.
Ibu Veronica, mewakili Dekan Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, menyebut forum ini sebagai ruang kritik dan saran konstruktif. “Harapannya, DPR lebih responsif dalam mengawal kebijakan iklim,” ujarnya.
Sumber: https://www.mediapatriot.co.id/2025/...at-dan-daerah/
0
13
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan