TS
hyde13
Ada sebuah rahasia..

Ia begitu dekat, sehingga jika engkau meraihnya, engkau akan luput.
Ia begitu hadir, sehingga meski engkau menjelajahi seluruh jagat raya, engkau takkan menemukan sesuatu yang lebih dekat darinya.
Ia tidak tersembunyi di pegunungan Tibet, tidak pula terkunci di katakomba Kairo.
Ia bukan bintang, meski bintang-bintang berbicara tentangnya.
Ia bukan samudra, meski samudra memantulkannya.
Rahasia itu adalah "dirimu",
dan segala sesuatu yang bukan dirimu,
dan juga segala yang berada di antara keduanya.

Lebih dari delapan abad silam, seorang lelaki berjalan di jalanan Murcia, Andalusia.
Namanya Muhyiddin Ibn ‘Arabi.
Sebagian menyebutnyaSyekh al-Akbar - "Sang Guru Agung".
Sebagian lain menilainya berbahaya, bahkan sesat,
karena ia berbicara tentang sesuatu yang begitu mutlak,
begitu menggetarkan, hingga mengguncang pilar-pilar pemikiran pada zamannya.
Ia menyebutnya al-wujūd - "Ada".
Dan kata-katanya masih menggema,
bagai bisikan rahasia dari keabadian ke telinga saat ini.
Ibn ‘Arabi berkata:
“Tidak ada yang wujud kecuali Allah.
Namun engkau tidak melihat-Nya,
karena Ia terlindung oleh penampakan-Nya pada segala yang diciptakan.”
Gagasan itu bukan ciptaannya sendiri.
Al-Qur’an telah menuliskannya:
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir,
Yang Zhahir dan Yang Batin.” (QS. Al-Hadid: 3)

Namun Ibn ‘Arabi berani menapaki ayat itu hingga ke konsekuensi terakhirnya.
Jika Allah Yang Awal, maka tiada sesuatu pun sebelum-Nya.
Jika Allah Yang Akhir, tiada sesuatu pun setelah-Nya.
Jika Allah Yang Zhahir, tiada sesuatu pun di luar-Nya.
Jika Allah Yang Batin, tiada sesuatu pun melampaui-Nya.
Lalu apa yang tersisa bagimu, "bagiku", bagi gunung, laut, bahkan debu di udara?
Jawabnya:
“Kita hanyalah penampakan, bayang-bayang di wajah Cahaya Tunggal.”

Bayangkan lautan, begitu luas, dalam, dan tak terukur.
Lalu bayangkan ombak di atasnya.
Setiap ombak punya bentuk, tinggi, gerak.
Kita bisa menamainya: ombak ini, ombak itu.
Namun hakikatnya, setiap ombak hanyalah lautan yang tampil dalam rupa tertentu.
Jika lautan menarik diri, ombak pun lenyap seketika.
Ibn ‘Arabi berkata:
“Wujud itu satu. Yang banyak hanyalah hukum manifestasi dari Yang Esa.
Keberadaan mereka adalah keberadaan-Nya. Tanpa-Nya, mereka takkan ada walau sekejap.”

Di kesempatan lain ia berkata:
“Alam semesta adalah cermin Allah,
dan manusia adalah wajah yang dipoles dari cermin itu,
tempat Allah menatap Nama-Nama-Nya sendiri.”
Apakah engkau mengerti?
Artinya, engkau bukan hanya melihat realitas,
tapi juga bagian dari alat melalui mana Sang Ilahi melihat diri-Nya sendiri.
Setiap makhluk, setiap butir pasir, setiap bintang -
adalah sisi dari cermin tak terbatas Sang Wujud.
Engkau bukan terpisah dari cermin itu.
Engkau hanyalah pantulan di dalam pantulan,
namun mengira dirimu berdiri sendiri.
Maka, keterpisahan yang engkau rasakan -
antara dirimu dan orang lain,
antara dirimu dan dunia,
antara dirimu dan Allah -
itulah ilusi terbesar yang pernah dipentaskan.
Bagi Ibn ‘Arabi, perjalanan seorang pencari bukanlah menemukan Allah “di luar sana,” melainkan menyadari bahwa tidak ada satu pun tempat di mana Allah absen.

Namun di sinilah paradoksnya:
Ia begitu hadir, hingga engkau bisa sama sekali luput dari-Nya.
Ajaran itu kelak dikenal sebagai Wahdat al-Wujūd - Kesatuan Wujud.
Itu bukan sekadar istilah, tapi intisari dari tulisannya.
Maknanya: hanya Allah yang sungguh-sungguh ada.
Segala sesuatu yang lain hanyalah “meminjam” wujud dari-Nya.
Penciptaan adalah penyingkapan diri Allah tanpa akhir.
Keberagaman bentuk nyata, namun esensinya tidak nyata.
Seperti matahari: ia memancarkan cahaya yang memenuhi dunia.
Sinar yang menyentuh wajahmu bukanlah matahari itu sendiri,
namun tanpa matahari ia takkan pernah ada walau sesaat.
Begitu pula keberadaanmu: bukan milikmu,
tapi aliran keberadaan Allah melalui dirimu.
Mengapa kita tak melihat ini dengan jelas?
Mengapa kita merasa terpisah?
Ibn ‘Arabi berkata:
“Ia nyata dalam segala yang bisa dicerap, namun Ia juga tersembunyi.
Tirai itu tak lain adalah manifestasi-Nya sendiri.”
Itulah gurauan kosmik yang tidak lucu:
Yang menutupi Allah darimu adalah Allah itu sendiri.
Bentuk-bentuk dunia adalah hijab, namun sekaligus penyingkapan.
Sang Kekasih bersembunyi di balik wajah-Nya sendiri.

Seorang sufi pernah bertanya pada orang bijak:
“Bagaimana aku bisa menemukan Allah?”
Jawab sang bijak:
“Engkau tak bisa menemukan apa yang tak pernah hilang.”
Sang pencari, mengerutkan dahi:
“Tapi aku merasa jauh dari-Nya.”
Sang bijak menjawab:
“Itu karena engkau melihat dirimu sendiri.”
Di sinilah kejeniusannya:
Ibn ‘Arabi tidak meleburkan Pencipta dan Ciptaan
menjadi satu dataran tanpa batas.
Ia berkata:
“Hamba adalah Tuhan, dan Tuhan adalah hamba, seandainya engkau tahu.
Namun hamba tetaplah hamba, dan Tuhan tetaplah Tuhan.”
Kesatuan tidak menghapus perbedaan.
Ombak tetap ombak, meski ia tak lain dari lautan.
Jika engkau benar-benar memahami ini,
engkau takkan pernah membenci seorang pun,
sebab membenci mereka berarti membenci wajah Yang menghidupkan mereka.
Engkau takkan pernah putus asa sepenuhnya,
sebab bahkan dalam keputusasaan, Allah-lah yang menggenggammu.
Engkau takkan pernah sombong,
sebab napas yang kau sebut “milikmu” sepenuhnya milik-Nya.

Namun tak semua menyambut kata-katanya.
Sebagian menuduhnya sesat,
karena dianggap mengaburkan garis antara Pencipta dan ciptaan.
Sufi-sufi setelahnya mencoba merumuskan ulang dengan lebih halus:
bukan “Kesatuan Wujud,” tapi “Kesatuan Kesaksian”
bahwa kesatuan itu hanya persepsi, bukan realitas mutlak.
Namun Ibn ‘Arabi tidak gentar.
Ia berkata:
“Ketika engkau mengenal dirimu, engkau akan mengenal Tuhanmu.
Bukan melalui dirimu, tetapi melalui-Nya.”
Dalam Futuhat al-Makkiyah, ia bahkan membongkar konsep waktu.
Jika Allah adalah Yang Awal dan Yang Akhir,
maka semua momen hadir bagi-Nya sekaligus.
Masa lalu tak pernah hilang, masa depan tidak akan menunggu.
Semuanya berlangsung dalam satu kejadian “saat ini” yang abadi: “kini”-Nya Allah. Dan dalam “kini” itu, seluruh kosmos bergantung pada-Nya.
Namun kata-kata hanya bisa membawamu sampai di sini.
Al-wujūd bukan teori untuk dihafalkan.
Ia adalah keadaan untuk dirasakan.
Tutup matamu.
Rasakan napasmu.
Siapa yang sedang bernapas melalui dirimu?

Biarkan pikiran larut.
Dengarkan dengung halus yang merajut dunia.
Bagi Ibn ‘Arabi, dengung itu adalah Nama Allah
yang diucapkan setiap atom.
Rahasia yang engkau cari tak pernah jauh.
Bahkan tak pernah dekat.
Ia hanyalah Yang Esa, Al-Ahad,
memakai topeng dirimu, memainkan peran diriku,
menggelar drama agung dunia.
Kini engkau tahu:
ombak adalah lautan,
cermin adalah wajah,
pencari adalah yang dicari,
dan rahasia itu lebih dekat dari napasmu sendiri.
Ibn ‘Arabi menutup dengan kata-kata ini:
“Hakikat itu nyata dalam setiap ciptaan, namun tersembunyi dalam keberadaannya sendiri. Dialah Yang Zhahir dan Yang Batin. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir. Dan tiada sesuatu pun yang wujud selain Dia.”
0
199
0
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan