- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
MBG Tidak Sesuai Selera Anak Picu "Food Waste", Pengamat Beri Catatan


TS
gerhana.mata
MBG Tidak Sesuai Selera Anak Picu "Food Waste", Pengamat Beri Catatan

KOMPAS.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah dinilai kurang efektif sehingga menimbulkan limbah sisa makanan atau food waste.
Salah satunya disebabkan oleh waktu pembagian MBG yang dekat dengan jam sarapan anak,
seperti yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pandian 1, Sumenep Jawa Timur. Kepala SDN Pandian 1,
Kusniah mengatakan, bahwa banyak siswa sudah sarapan di rumah sebelum berangkat ke sekolah sehingga enggan mengonsumsi MBG, dikutip dari Kompas.com, Rabu (10/9/2025).
Sementara itu, warganet di X juga mengungkap bahwa perbedaan selera makanan antardaerah dan menu yang tidak sesuai dengan rentang usia murid menjadi penyebab lain dari timbunan food waste akibat MBG.
"Tapi dengan adanya sisa makanan ini, jangan sampai salahin anaknya.
Namanya anak-anak pasti punya preferensi makan sendiri dan orang tua pasti lebih tau.
Belum tentu juga kalo di bawa ke Papua atau daerah pedalaman mereka mau menerima menu seperti ini," tulis akun @St*********p, Jumat (5/9/2025).
"Anakku TK, ... menu MBG buat sekolahnya kemarin telor dibalado dan pedas katanya jadi nggak kemakan telornya," tulis @*a******_, Rabu (16/7/2025).
Lantas, bagaimana pengamat menanggapi permasalahan food waste MBG tersebut?
Catatan pengamat
Pengamat Pendidikan Ina Liem menilai bahwa persoalan-persoalan yang muncul menandai bahwa program MBG tidak berbasis data sehingga rawan tidak tepat sasaran.
Menurut dia, proses pemilihan tender juga patut dipertanyakan.
"(Pemilihan tender) Apakah transparan atau asal tunjuk? Apakah melibatkan ahli gizi tersertifikasi, atau berdasarkan kedekatan dengan pembuat kebijakan?" ujar Ina saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/9/2025).
Karena itu dia menyarankan agar program MBG tidak dilakukan secara asal-asalan sebab tujuan gizi anak bisa tidak tercapai dan anggaran justru terbuang.
"Saran saya, jangan langsung dipaksakan nasional, tetapi mulai dari pilot project berbasis data lokal, dievaluasi, baru diperluas," tutur Ina.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sri Raharjo menyoroti beberapa faktor MBG bisa menimbulkan food waste.
Faktor tersebut mulai dari rasa yang tidak sesuai selera anak, misalnya terlalu hambar, sampai standar porsi yang tidak sesuai dengan kebutuhan individu, yaitu porsi yang sama untuk anak jenjang TK dan SMA.
Karena itu, dia memberikan beberapa catatan yang dapat dilakukan pemerintah agar program MBG tidak lagi menyumbangkan food waste.
"Untuk menurunkan food waste, 70 persen komponen inti (menu MBG) bisa ditentukan pusat sesuai dengan standar gizi, lalu 30 persen diserahkan kepada SPPG daerah untuk menyesuaikan dengan cita rasa lokal," terang Sri kepada Kompas.com, Selasa (16/9/2025).
Selain itu, dia juga menyarankan agar siswa dilibatkan dalam perancangan menu MBG misalnya setiap tiga bulan sekali, serta Badan Gizi Nasional bisa menyediakan database berisi resep-resep yang telah dihitung nilai gizinya.
"SPPG juga bisa menyediakan 2-3 pilihan lauk utama setiap hari.
Siswa memilih sehari sebelumnya melalui aplikasi atau formulir sederhana," tambah dia.
Masalah kesenjangan terkait MBG Selain itu, Sri berpendapat bahwa sekolah yang sudah menyelenggarakan program makan siang mandiri seharusnya tetap mendapatkan alokasi MBG. "Program MBG adalah program negara.
Setiap siswa berhak mendapatkan manfaat yang sama, terlepas dari apakah sekolahnya sudah memiliki program mandiri atau belum," tutur Sri.
Menurut dia, apabila program MBG hanya diberikan kepada sekolah yang tidak mampu menyelenggarakan program makan siang, maka akan tercipta kesenjangan.
Karena itu, dia mengatakan bahwa alokasi MBG juga perlu diberikan kepada sekolah dengan program makan siang mandiri untuk memperkuat program yang sudah ada, bukan untuk menggantikan iuran orangtua.
"Implementasinya, dana MBG bisa digunakan untuk mensubsidi siswa dari keluarga kurang mampu di sekolah tersebut, sehingga mereka bisa makan gratis atau dengan harga yang sangat disubsidi, sementara siswa lainnya tetap membayar seperti biasa," jelas dia.
Ia juga menyarankan dana tersebut untuk meningkatkan kualitas menu makan siang, misalnya, menambah porsi buah atau meningkatkan kualitas protein.
"Dengan demikian, kehadiran program MBG justru menjadi pemersatu dan pengungkit kualitas gizi secara keseluruhan, alih-alih menciptakan segmentasi dan kecemburuan baru," imbuh dia.
Sumber
MBG menjadi limbah makanan itu artinya menghambur2kan uang negara wo!



superman313 memberi reputasi
1
255
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan