- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[Mini Cerbung] Rahasia Di Tas Debora


TS
aurora..
[Mini Cerbung] Rahasia Di Tas Debora
![[Mini Cerbung] Rahasia Di Tas Debora](https://s.kaskus.id/images/2025/09/05/9481769_7546_20250905024238.jpg)
Sumber Gambar:Koleksi pribadi gue
Quote:
BAB 1
Suara sendok beradu dengan piring keramik di meja makan itu terdengar berulang kali, menciptakan dentingan kecil yang biasanya menenangkan, tapi malam ini justru terasa menegangkan. Ruang makan sederhana di rumah Bu Agnes, seorang ibu berusia 47 tahun, biasanya dipenuhi dengan obrolan ringan bersama putri semata wayangnya, Debora. Namun, dalam dua minggu terakhir, suasana rumah itu berubah. Sunyi. Dingin.
Debora, gadis berusia 20 tahun dengan rambut panjang tergerai yang bahkan nyaris menyentuh pinggang, duduk di seberang ibunya. Tangannya sibuk memutar-mutar helai rambut, menggulungnya ke jari telunjuk lalu melepasnya kembali, berulang-ulang. Gerakan itu dilakukan tanpa sadar, seperti refleks setiap kali ibunya mencoba mengajaknya berbicara.
“Bora, tadi kuliahmu gimana?” tanya Bu Agnes pelan, mencoba membuka percakapan
Debora tidak langsung menjawab. Debora hanya menunduk, memandang nasi goreng buatan ibunya yang sudah mendingin. Tangannya masih memainkan rambut, kali ini lebih cepat, seolah ada sesuatu yang hendak ia alihkan.
“Debora?” ulang Bu Agnes, suaranya sedikit lebih tegas
Debora mendongak sebentar, tatapannya datar, lalu menjawab singkat.
“Baik-baik saja.” jawab Debora Singkat
Hanya itu. Tidak ada detail, tidak ada cerita.
Padahal dulu, Debora selalu cerewet setiap pulang kuliah. Ia sering menceritakan dosen favoritnya, tugas yang menumpuk, teman-teman yang lucu, bahkan drama kecil di kelas. Bu Agnes selalu menikmati setiap detailnya, merasa masih bisa ikut menjadi bagian dari dunia putrinya. Namun kini, dunia itu seperti tertutup rapat, dan Debora tidak lagi mengizinkan ibunya masuk.
Bu Agnes meletakkan sendoknya, menatap anaknya lebih lama.
“Kamu kelihatan capek. Tugas kuliah lagi banyak ya?”
Debora hanya mengangkat bahu, lalu menyendok nasi goreng seadanya. Ia mengunyah pelan, tanpa semangat, seakan sekadar menggugurkan kewajiban makan malam.
Hening kembali. Hanya suara kipas angin tua di langit-langit yang berputar malas.
***
Malam itu, ketika Debora masuk ke kamarnya, Bu Agnes berdiri di depan pintu, memperhatikan. Debora menutup pintu tanpa menoleh, tapi Bu Agnes masih sempat melihat tas ransel hitam kesayangan putrinya yang selalu dibawa ke mana pun. Tas itu diletakkan di kursi, lalu ditutup rapat dengan resleting sampai ujung. Bahkan Debora sempat menepuknya, memastikan semuanya aman.
Ada yang aneh.
Sejak dua minggu terakhir, Debora selalu memperlakukan tasnya seperti harta karun. Dulu, tas itu sering dibiarkan terbuka, isinya berantakan, buku kuliah, botol minum, charger, dan pelembap bibir. Namun, sekarang, seakan-akan ada rahasia besar di dalamnya yang tidak boleh diketahui orang lain, bahkan ibunya sendiri.
***
Keesokan paginya, Bu Agnes bangun lebih awal dari biasanya. Kebiasaannya adalah menyiapkan sarapan, tapi pagi itu ia lebih tertarik untuk masuk ke kamar Debora yang pintunya terbuka sedikit. Debora masih terlelap, rambut panjangnya berantakan di bantal.
Pelan-pelan, Bu Agnes melangkah masuk. Hatinya berdebar, ada rasa bersalah menyelinap, tapi rasa ingin tahunya lebih besar.
Ia melihat meja belajar Debora dipenuhi kertas-kertas catatan, sebagian tertumpuk acak. Ada juga laptop yang tertutup. Namun, yang paling menarik perhatian adalah sebuah amplop cokelat di pojok meja.
Dengan hati-hati, Bu Agnes menariknya. Saat dibuka, matanya terbelalak.
Di dalamnya ada setumpuk uang pecahan 500 ribu rupiah.
Tangannya bergetar hebat.
“Ya Tuhan… dari mana anak ini dapat uang segini banyak?” bisik Bu Agnes
Seketika, pikiran buruk menyerbu.
Jangan-jangan Debora…
Sebelum pikirannya melayang lebih jauh, tiba-tiba Debora bergerak di ranjang. Bu Agnes buru-buru menutup amplop itu kembali dan menaruhnya seperti semula. Ia berlari kecil keluar kamar, menutup pintu dengan hati-hati.
Dadanya masih berdebar ketika ia berdiri di dapur. Tangannya gemetar saat menuang air panas ke teko.
***
Hari-hari berikutnya, kecurigaan Bu Agnes semakin menjadi-jadi. Debora makin jarang bicara, makin sering mengurung diri di kamar. Jika pun ia keluar, ia hanya menuju ke dapur untuk mengambil minum atau makanan kecil, lalu kembali masuk.
Yang membuat Bu Agnes semakin bingung adalah sikap defensif Debora setiap kali ia mencoba mendekati tas ranselnya.
Pernah suatu sore, ketika Debora sedang mandi, Bu Agnes iseng hendak membuka tas itu. Baru saja tangannya menyentuh resleting, Debora tiba-tiba keluar dari kamar mandi dengan handuk di kepalanya.
“Mama ngapain?!” bentak Debora
Bu Agnes terkejut.
“Mama cuma mau—” ucap Bu Agnes
“Jangan sentuh tasku!” marah Debora dengan nada panik
Debora merebut tas itu dengan cepat, lalu membawanya masuk ke kamar. Pintu kamar ditutup keras.
Bu Agnes berdiri mematung. Anak yang ia besarkan dengan penuh kasih, kini seakan menjelma jadi orang asing.
***
Malam itu, Bu Agnes tidak bisa tidur. Ia teringat kembali uang yang pernah dilihatnya, sikap dingin Debora, dan caranya memainkan rambut setiap kali ditanya. Semua tanda aneh itu seperti potongan puzzle yang tidak bisa menyatu, tetapi jelas menyimpan sesuatu.
“Ya Tuhan, apa yang sedang anakku sembunyikan?” gumam Bu Agnes
Ia mencoba berpikir positif: mungkin Debora sedang menabung, mungkin ada pekerjaan sampingan. Tapi dari mana uang sebanyak itu bisa diperoleh seorang mahasiswi biasa dalam waktu singkat?
Pikiran buruk kembali mengganggunya. Bagaimana kalau Debora terjerat pinjaman online? Atau lebih parah lagi, ikut dalam kegiatan ilegal?
Air mata menetes di sudut mata Bu Agnes. Ia merasa seperti kehilangan putrinya sendiri, padahal mereka tinggal di rumah yang sama.
***
Keesokan harinya, Bu Agnes mencoba pendekatan berbeda. Ia menunggu Debora pulang kuliah, lalu menyapanya dengan hangat.
“Bora, Mama masak sup kesukaanmu. Yuk makan bareng.” ucap Bu Agnes dengan sabar
Debora hanya mengangguk singkat. Saat duduk di meja makan, ia kembali memainkan rambut panjangnya.
Bu Agnes mencoba bersikap biasa.
“Mama lihat kamu sering murung belakangan ini. Ada masalah di kampus?” tanya Bu Agnes
Debora berhenti mengunyah sebentar. Tatapannya tajam, penuh pertahanan.
“Nggak ada. Kenapa Mama terus nanya?” tanya Debora dengan nada tajam
“Mama khawatir. Kamu anak Mama satu-satunya. Mama cuma ingin memastikan kamu baik-baik aja.” ucap Bu Agnes
Debora menghela napas, lalu kembali fokus ke makanannya.
“Aku baik-baik saja. Jangan terlalu ikut campur.” jawab Debora
Kalimat itu menusuk hati Bu Agnes.
‘Ikut campur?’ pikir Bu Agnes, sambil menahan rasa perih di hatinya
***
Malam semakin larut. Bu Agnes duduk sendirian di ruang tamu, lampu temaram menyinari wajahnya yang dipenuhi kerut kekhawatiran. Dari kamar Debora terdengar suara ketikan keyboard yang cepat, lalu berhenti, lalu terdengar lagi.
Bu Agnes mendekat pelan ke pintu kamar. Terdengar suara Debora menghela napas, lalu menggerutu kecil.
“Harusnya… lebih detail lagi di bagian ini…” bisik Debora, suaranya samar-samar terdengar
Bu Agnes ingin mengetuk pintu, tetapi urung. Ia kembali ke ruang tamu, duduk lemas.
Semakin hari, semakin banyak tanda yang tak bisa ia abaikan. Debora jelas menyembunyikan sesuatu. Dan rahasia itu, entah apa, seakan terkunci rapat di dalam tas ransel hitamnya.
To Be Continued
Diubah oleh aurora.. 05-09-2025 14:51






widi0407 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
250
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan