Kaskus

Entertainment

tanmalako091539Avatar border
TS
tanmalako091539
Negeri 17000 Pulau: Atlas Mistis Kepulauan Nusantara
Negeri 17000 Pulau: Atlas Mistis Kepulauan Nusantara

Bayangkan sebuah negeri, tempat pulau-pulau tidak dihitung dengan satelit, GPS, atau aplikasi peta digital- melainkan dengan firasat, asap dupa, dan kompas yang jarumnya lebih sering bergetar ketakutan daripada menunjuk utara. Di dunia ini, angka 17.000 bukan hasil hitungan ilmuwan, melainkan mantra kolektif yang dibisikkan dari era kolonial ke telinga para pejabat modern: “Tujuh belas ribu… tujuh belas ribu… jangan pernah tanya bagaimana caranya, cukup percaya.”

Konon, dahulu kala, para kartografer Portugis, Belanda, dan Inggris berlayar ke timur, dengan tekad membelah kabut Nusantara. Mereka bukan hanya membawa peta buta dan tinta, tetapi juga keyakinan bahwa pulau bisa dijinakkan dengan garis di atas kertas. Satu demi satu, daratan yang muncul di cakrawala mereka tandai, diberi nama, lalu diselipkan ke daftar panjang yang entah sejak kapan menjadi kitab suci statistik. Mereka tidak tahu apakah pulau itu tetap ada esok hari atau sudah lenyap ditelan ombak, tetapi siapa peduli? Yang penting namanya sudah dicatat.

Pulau-pulau ini, kata legenda, tidak statis. Ada yang muncul saat bulan purnama, lalu menghilang saat bulan berganti. Ada yang hanya menampakkan diri pada nelayan yang hatinya bersih. Ada yang bergeser perlahan, seolah enggan berada di tempat yang sama terlalu lama, seakan tahu bahwa manusia ingin menancapkan bendera di atasnya. Dan ada pula yang hanya ada di peta, tidak di dunia nyata, tetapi tetap disebut dalam setiap laporan kementerian.

Jadi, jika Anda percaya bahwa Google Maps mampu menangkap lapangan bola, mobil parkir, bahkan jemuran ibu-ibu, tetapi gagal menampakkan ribuan pulau, jangan salahkan teknologinya. Pulau-pulau itu, kata para tetua, memang memilih untuk bersembunyi. Mereka menutup diri dengan kabut, menipu radar, dan memantulkan sinyal satelit ke arah laut dalam. Pulau-pulau ini, menurut kepercayaan para pelaut tua, hanya bisa ditemukan dengan mata ketiga—bukan dengan kamera drone.

Mari kita bayangkan bagaimana angka sakral 17.000 itu pertama kali lahir. Tidak ada komputer, tidak ada jaringan internet. Hanya meja kayu, peta lusuh, tinta hitam, dan aroma kopi basi. Seorang petugas kolonial, mungkin dengan seragam yang kancingnya hilang satu, menggoreskan angka itu di buku catatan sambil mendengar desahan angin dari laut Jawa. “Tujuh belas ribu,” katanya, sambil menggambar garis pantai yang lebih mirip labirin daripada realitas. Tak ada yang berani membantah. Angka itu masuk laporan resmi, lalu menjadi dogma. Setiap generasi pejabat berikutnya hanya menyalin, menstempel, dan mengulang tanpa tanya.

Dan kita, manusia modern, yang bisa melihat bumi dari satelit, tetap mengulang angka itu dengan patuh, seolah takut mengutuk diri sendiri jika mengoreksi kitab lama itu. Tanyakan ke siapapun: berapa jumlah pulau di Indonesia? Jawabannya akan sama, mantap, meyakinkan, “tujuh belas ribu lebih sedikit.” Seolah angka itu turun langsung dari langit, dibawa angin dari Samudra Hindia, lalu mendarat di meja birokrat Jakarta.

Tapi mari kita gunakan logika sederhana: bagaimana mungkin ada begitu banyak pulau, tetapi kapal yang melintas tidak setiap hari karam menabrak pulau-pulau liar yang bermunculan? Bagaimana mungkin nelayan tidak kebingungan di lautan yang katanya dipenuhi pulau? Bagaimana mungkin di era satelit resolusi tinggi, ribuan pulau tetap tak pernah terekam jelas, seakan mereka punya kontrak rahasia untuk tetap tak terlihat?

Mungkin, kata sebagian orang bijak, angka ini adalah propaganda. Bukan propaganda murahan, tetapi propaganda elegan, yang membuat negara terlihat besar, megah, dan rumit. Angka ini adalah mantra kekuasaan: semakin besar angka, semakin besar kesan bahwa negeri ini terlalu luas untuk benar-benar dipahami. Pengetahuan tentang wilayah pun menjadi eksklusif, hanya untuk para elit yang punya akses ke peta rahasia, kompas ajaib, dan kapal yang tahu jalannya sendiri.

Di dunia kartografi mistik ini, peta bukan sekadar gambar. Ia adalah teks sakral, penuh simbol dan metafora. Setiap garis pantai adalah doa, setiap titik pulau adalah tanda keberuntungan atau kutukan. Para kartografer kuno bukan ilmuwan; mereka adalah peramal yang membaca arus laut seperti membaca garis tangan. Mereka menandai pulau bukan karena melihatnya, tetapi karena merasakannya. Satu tarikan napas, satu kilatan cahaya di ufuk, cukup untuk menorehkan nama baru di peta.

Pulau-pulau itu pun punya humor gelapnya sendiri. Mereka tahu manusia suka menghitung, memberi nama, dan merasa menguasai. Jadi, mereka bermain-main: muncul di depan pelaut yang sedang mabuk, tenggelam di hadapan pejabat survei, atau berkeliling di arus bawah laut, bergeser perlahan, menguji kesabaran birokrasi.

Dan angka 17.000? Ia tidak lagi sekadar hitungan; ia menjadi mantra kebangsaan. Ia diucapkan di podium-podium resmi, dicetak di buku teks sekolah, disebar ke brosur pariwisata, diulang di televisi nasional. Ia seperti mitos naga atau harta karun: semua tahu mungkin tidak benar, tapi tak seorang pun berani membantah keras-keras. Angka ini sudah terlalu suci untuk disentuh kritik.

Maka, jika suatu hari Anda berlayar di perairan Nusantara dan merasa hanya melihat segelintir pulau—belasan, mungkin puluhan—jangan terburu-buru menyangkal angka resmi itu. Mungkin Anda belum cukup murni untuk melihat pulau-pulau gaib yang tersebar di balik kabut. Atau mungkin, hanya mungkin, pulau-pulau itu memilih untuk tidak menampakkan diri kepada Anda, sang skeptis yang terlalu percaya pada Google Maps.

Di akhir hari, angka 17.000 bukan tentang geografi, melainkan tentang iman. Percaya atau tidak percaya, itu pilihan Anda. Tetapi berhati-hatilah: angka ini telah lama menjelma mantera. Ia mengikat logika, membungkus nalar, dan mengubah laut Nusantara menjadi peta mistik, di mana pulau-pulau bukan sekadar daratan, melainkan rahasia yang menunggu untuk ditemukan—atau dibiarkan tetap tersembunyi.
Diubah oleh tanmalako091539 Hari ini 08:42
0
24
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan