- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
17 Anak di Sumenep Meninggal Akibat Campak, Gubernur Kirim 9.825 Botol Vaksin MR


TS
mabdulkarim
17 Anak di Sumenep Meninggal Akibat Campak, Gubernur Kirim 9.825 Botol Vaksin MR
17 Anak di Sumenep Meninggal Akibat Campak, Gubernur Jatim Kirim 9.825 Botol Vaksin MR

Tayang: Jumat, 22 Agustus 2025 22:26 WIB
Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Cak Sur
zoom-inlihat foto17 Anak di Sumenep Meninggal Akibat Campak, Gubernur Jatim Kirim 9.825 Botol Vaksin MR
Istimewa
KLB CAMPAK - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akan berangkat ke Kabupaten Sumenep, Jatim, Jumat (22/8/2025) malam ini, untuk melakukan penanganan cepat dan tanggap terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang terjadi di ujung Pulau Madura tersebut.
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dijadwalkan berangkat ke Kabupaten Sumenep, Jatim, Jumat (22/8/2025) malam ini, untuk melakukan penanganan cepat dan tanggap terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang terjadi di ujung Pulau Madura tersebut.
Sabtu (23/8/2025) besok pagi, Gubernur Khofifah akan menyambangi sejumlah pasien yang terkena campak, lalu takziyah kepada korban meninggal karena campak.
Kemudian, Khofifah juga akan memantau langsung pelaksanaan Outbreak Response Imunization (ORI) 26 puskesmas di Sumenep.
Tindakan ini dilakukan, karena adanya lonjakan kasus campak di Sumenep.
Per tanggal 21 Agustus 2025, total telah ada sebanyak 2.035 kasus suspek campak di Sumenep, dengan kasus positif sebanyak 159 anak, dan sebanyak 17 anak meninggal dunia.
“KLB campak yang terjadi di Sumenep, menjadi perhatian kita bersama. Kami sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Sumenep dan Dinas Kesehatan Jatim serta dengan Kemenkes,” tegas Khofifah.
“Dari koordinasi itu, alhamdulillah kami sudah kirimkan vaksin MR untuk campak sebanyak 9.825 botol ke Sumenep, sebagai Outbreak Response Imunization atau ORI,” ujarnya.
Lebih lanjut berdasarkan data, kasus campak terjadi di 25 kecamatan wilayah Kabupaten Sumenep.
Rata-rata anak yang terjangkit campak, adalah berusia 1 hingga 4 tahun.
Sebanyak 17 kasus meninggal dunia, diketahui 15 kasus tidak imunisasi, 1 kasus imunisasi tidak lengkap dan 1 kasus belum waktunya imunisasi.
Tak hanya itu, sebagai upaya penanggulangan KLB campak, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim lalu memberikan on the job training (OJT) pembuatan kajian epidemiologi KLB PD3I ke seluruh puskesmas di Kabupaten Sumenep, sebagai upaya penanggulangan.
Selain itu, juga digelar pertemuan koordinasi lintas batas Madura Raya dan Surabaya Raya, dengan output berupa dokumen kesepakatan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
"Jadi penting juga melibatkan Surabaya Raya untuk mencegah campak ini, agar tidak menyebar ke daerah lain. Dan bersamaan dengan pengamanan ini, kami juga langsung bergerak cepat memasifkan imunisasi, terutama anak-anak," jelas Khofifah.
Bersinergi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Pemprov Jatim juga melakukan rapat koordinasi terbatas bersama Komite Ahli Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (Komli PD3I) Indonesia, WHO dan Dinkes Sumenep untuk membahas KLB campak serta rekomendasi penaggulangannya.
“Secepatnya akan kami lakukan Outbreak Response Imunization atau ORI. Berdasarkan kajian epidemiologi sampai dengan 14 Agustus 2025 lalu, maka ORI campak akan dilakukan di 26 wilayah puskesmas di Sumenep untuk mencegah transmisinya,” ungkap Khofifah.
Sasaran ORI sendiri, merupakan anak-anak berusia 9 bulan hingga 6 tahun.
Tindakan tersebut, akan dilaksanakan serentak mulai tanggal 25 Agustus hingga 14 September 2025.
Gubernur Khofifah memastikan, ORI dilakukan dengan pemberian 1 dosis MR tanpa melihat status imunisasi sebelumnya.
Setelah ORI selesai, barulah akan dilakukan imunisasi kejar kepada anak-anak yang belum lengkap imunisasi campak sesuai usia, untuk peningkatan kekebalan.
Campak merupakan penyakit yang disebabkan virus campak, yang menular melalui percikan ludah saat batuk atau bersin.
Penyakit campak memiliki penularan tinggi dengan laju reproduksi (R0) 17-18, yang artinya satu kasus campak positif akan menularkan ke 17-18 orang sekitarnya.
Karenanya, Gubernur Khofifah meminta masyarakat untuk ikut serta mewaspadai campak, dan mengambil langkah-langkah preventif.
Yakni menerapkan pola atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta protokol kesehatan, juga imunisasi campak rubela sesuai usia.
https://surabaya.tribunnews.com/gebr...n-mr?page=all.
Wabah campak di Sumenep renggut nyawa 12 anak, cakupan imunisasi rendah karena hoaks 'vaksin haram'?
[img]https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/1578/live/4156ce10-7f04-11f0-aebc-55da129c3cd7.png.webp/img]
KLB campakSumber gambar,Ahmad Mustofa
Keterangan gambar,Faridah, 28 tahun, dan putranya Syaiful Bahri, bocah berusia 3 tahun yang terinfeksi campak di Sumenep, Jawa Timur.
sejam yang lalu
Wabah campak di Sumenep, Jawa Timur, telah menewaskan 12 anak dan menginfeksi hampir 2.000 lainnya selama delapan bulan terakhir. Akibat lonjakan kasus ini, otoritas kesehatan setempat menetapkan kejadian luar biasa (KLB).
Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep mencatat 1.944 kasus campak pada balita dan anak-anak sejak Januari hingga pekan ketiga Agustus. Angka ini melonjak dari tahun lalu, sebanyak 319 kasus.
Tingginya kasus campak di Sumenep disebut karena rendahnya cakupan imunisasi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan penularan semakin masif.
Dua orang tua yang ditemui wartawan Ahmad Mustofa di Jawa Timur yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, mengaku belum vaksinasi campak karena "takut" dan karantina pandemi Covid-19 lalu, tidak memungkinkan mereka untuk imunisasi.
Hingga awal Agustus, tercatat 40 KLB campak di 37 kabupaten dan kota di Indonesia sepanjang 2025, dengan jumlah kasus terkonfirmasi 3.282 dan 22.074 kasus, merujuk data Kementerian Kesehatan.
Cakupan imunisasi yang tidak merata serta capaian imunisasi yang tak optimal disebut jadi penyebab lonjakan kasus campak.
Pemerintah kini berupaya keras mempercepat program vaksinasi dan memperkuat layanan kesehatan.
Namun, ada pertanyaan besar yang tersisa: Apakah ada penolakan terhadap vaksin di masyarakat, dan bagaimana hal ini menghambat program vaksinasi?
Takut imunisasi

Keterangan gambar,Ahmad Mufidan, 7 tahun, ditemani oleh neneknya, Zairurah, terbaring lemah di ruang klaster 5 Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, Kamis (21/08) siang.
Ahmad Mufidan, tujuh tahun, terbaring lemah di ruang klaster lima Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, Kamis (21/08) siang.
Sudah hampir sepekan, siswa kelas dua sekolah dasar tersebut dirawat karena campak.
Warga Dusun Angsanah, Desa Bragung, Kecamatan Guluk-Guluk, mengeluhkan gatal-gatal dan terlihat bintik-bintik merah atau ruam di beberapa bagian tubuhnya.
Zairurah, 50 tahun, menceritakan awal mula cucunya terkena campak. Menurutnya, saat bangun tidur Mufidan tiba-tiba mengalami gatal-gatal di sekujur tubuhnya.

Keterangan gambar,Zairurah, 50 tahun, saat mendampingi perawatan cucunya yang terkena campak di Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep
"Waktu bangun tidur langsung menangis, garuk-garuk badannya karena gatal, lalu panas," ujarnya.
Selain Mufidan, Moh Syaiful Bahri, tiga tahun, juga dirawat di Puskesmas Guluk-Guluk karena penyakit campak.
Warga Gadu Timur, Kecamatan Ganding, itu sudah empat hari mengalami panas tinggi disertai batuk. Namun, belum muncul ruam.
"Awalnya panas, batuk, langsung dibawa ke klinik tapi tetap panas [tidak ada perkembangan], langsung dibawa [ke Puskesmas]," kata Faridah, 28 tahun, ibu dari Syaiful Bahri.
Mufidan dan Syaiful Bahri diketahui belum mendapat imunisasi campak. Mereka belum divaksin karena orang tuanya "takut" dan tak dapat melakukan imunisasi gara-gara karantina pandemi Covid-19 pada 2020-2022 silam.

Keterangan gambar,Farida bilang tidak melakukan vaksinasi karena terbentur karantina Covid-19.
Hoaks 'vaksin haram'
Tenaga kesehatan Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, dr Fita Rabianti, mengakui kesadaran masyarakat memberi imunisasi kepada anaknya masih rendah.
Banyak warga yang takut, bahkan menolak vaksin karena termakan hoaks "vaksin haram".
"Sangat-sangat banyak sekali kendalanya, di antaranya menolak, dari orang tua menolak. Ada ketakutan juga untuk divaksin, ada berita hoaks, imunisasi atau vaksinnya juga haram dan lain-lain," jelasnya.
Ketakutan ini, menurut dokter Fita, membuat cakupan imunisasi rendah dan menjadi salah satu penyebab lonjakan kasus campak di Sumenep.
"Cakupan imunisasi belum maksimal atau belum tercapai, artinya belum membentuk herd immunity. Jadi kekebalan tubuh secara berkelompok."

Keterangan gambar,Dokter Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, dr Fita Rabianti, mengakui kesadaran masyarakat untuk memberikan imunisasi kepada anaknya masih rendah.
Untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok, cakupan imunisasi lengkap harus lebih dari 95 persen.
"Jadi itu yang menyebabkan penularan terus berlangsung dan tidak terputus sampai saat ini," ujarnya.
Pendapat dr Fita diamini Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari. Menurutnya, banyak warga atau orang tua yang menganggap vaksin berbahaya.
"Ada yang mempunyai mindset atau mempunyai pandangan bahwa dengan imunisasi itu malah menyebabkan penyakit. Tapi sebenarnya itu hanya mitos," kata Dian.
Keterangan gambar,Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari.
Dian menilai pola pikir tersebut muncul karena minimnya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi.
Karena itu, ia mendorong agar pemerintah terus mensosialisasikan pentingnya vaksinasi, termasuk imunisasi campak.
Sementara Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKP2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri, mengakui bahwa cakupan vaksinasi belum memenuhi target. Bahkan, beberapa wilayah angkanya di bawah 80%.
"Masih ada beberapa yang mengatakan bahwa imunisasi itu tidak penting," kata Achmad Syamsuri ketika ditemui di kantornya.
"Penyakit campak atau virus campak ini masih dianggap penyakit yang tidak berbahaya atau istilahnya orang Madura itu adalah tampek. Sehingga kadang-kadang kalau tidak parah tidak diperiksakan ke faskes terdekat," katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep, tercatat ada 200 kasus campak pada 2022.
Pada tahun berikutnya, tak lama setelah pandemi Covid-19, kasus campak melonjak jadi 1.400 kasus.
Setelah itu, pada 2024 jumlahnya menurun jadi 319 kasus dan tahun ini, hingga pekan ketiga Agustus tercatat 1.944 kasus.

Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari menyarankan agar pemerintah melibatkan tokoh masyarakat maupun tokoh agama. Mereka perlu dilibatkan karena punya pengaruh di tengah banyak masyarakat yang masih menolak vaksinasi.
Dian juga meminta tenaga kesehatan lebih gencar melakukan edukasi secara door to door kepada masyarakat.
"Kita memberikan sosialisasi, mungkin juga pendekatan kepada orang penting di sana, di desa tersebut misalnya, karena masyarakat kadang ada yang masih menolak [imunisasi]," kata Dian.
Sementara pejabat Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri mengklaim terus melakukan sosialisasi terkait pentingnya imunisasi campak.

Keterangan gambar,Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKP2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri.
Bahkan, edukasi diberikan melalui posyandu hingga ke lembaga pendidikan.
DKP2KB juga menggandeng sejumlah organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut memberikan edukasi kepada masyarakat.
"Bahkan [dengan] tokoh-tokoh masyarakat kita sudah mengadakan rakor terkait dengan pentingnya imunisasi bagi anak-anak kita," kata Achmad Syamsuri saat ditemui di kantornya.
Sejumlah inovasi disebutnya juga sudah dilakukan untuk mengejar target cakupan imunisasi. Seperti melakukan "Imunisasi Kejar" bagi anak-anak yang lolos dari imunisasi.
Sementara untuk menekan penyebaran kasus campak yang angkanya terus meningkat, DKP2KB Sumenep berencana melakukan imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI).
Imunisasi massal tersebut menargetkan 73.000 anak dan akan berlangsung lebih dari dua pekan hingga 13 September 2025.
"Kita akan melaksanakan yang namanya ORI. Insyaallah akan dilaksanakan di tanggal 25 [Agustus], minggu depan itu serentak di seluruh Kabupaten Sumenep di 26 puskesmas yang memang kasusnya banyak," katanya.
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang menyiapkan surat edaran (SE) kewaspadaan terhadap peningkatan kasus dan KLB campak kepada dinas kesehatan di seluruh daerah.
Surat edaran ini diharapkan bisa menjadi acuan kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus campak dan respons penanggulangan KLB campak.
https://www.bbc.com/indonesia/articl...s/cvgn3y9m4nxo
masalah di Sumenep

Tayang: Jumat, 22 Agustus 2025 22:26 WIB
Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Cak Sur
zoom-inlihat foto17 Anak di Sumenep Meninggal Akibat Campak, Gubernur Jatim Kirim 9.825 Botol Vaksin MR
Istimewa
KLB CAMPAK - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akan berangkat ke Kabupaten Sumenep, Jatim, Jumat (22/8/2025) malam ini, untuk melakukan penanganan cepat dan tanggap terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang terjadi di ujung Pulau Madura tersebut.
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dijadwalkan berangkat ke Kabupaten Sumenep, Jatim, Jumat (22/8/2025) malam ini, untuk melakukan penanganan cepat dan tanggap terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang terjadi di ujung Pulau Madura tersebut.
Sabtu (23/8/2025) besok pagi, Gubernur Khofifah akan menyambangi sejumlah pasien yang terkena campak, lalu takziyah kepada korban meninggal karena campak.
Kemudian, Khofifah juga akan memantau langsung pelaksanaan Outbreak Response Imunization (ORI) 26 puskesmas di Sumenep.
Tindakan ini dilakukan, karena adanya lonjakan kasus campak di Sumenep.
Per tanggal 21 Agustus 2025, total telah ada sebanyak 2.035 kasus suspek campak di Sumenep, dengan kasus positif sebanyak 159 anak, dan sebanyak 17 anak meninggal dunia.
“KLB campak yang terjadi di Sumenep, menjadi perhatian kita bersama. Kami sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Sumenep dan Dinas Kesehatan Jatim serta dengan Kemenkes,” tegas Khofifah.
“Dari koordinasi itu, alhamdulillah kami sudah kirimkan vaksin MR untuk campak sebanyak 9.825 botol ke Sumenep, sebagai Outbreak Response Imunization atau ORI,” ujarnya.
Lebih lanjut berdasarkan data, kasus campak terjadi di 25 kecamatan wilayah Kabupaten Sumenep.
Rata-rata anak yang terjangkit campak, adalah berusia 1 hingga 4 tahun.
Sebanyak 17 kasus meninggal dunia, diketahui 15 kasus tidak imunisasi, 1 kasus imunisasi tidak lengkap dan 1 kasus belum waktunya imunisasi.
Tak hanya itu, sebagai upaya penanggulangan KLB campak, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim lalu memberikan on the job training (OJT) pembuatan kajian epidemiologi KLB PD3I ke seluruh puskesmas di Kabupaten Sumenep, sebagai upaya penanggulangan.
Selain itu, juga digelar pertemuan koordinasi lintas batas Madura Raya dan Surabaya Raya, dengan output berupa dokumen kesepakatan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
"Jadi penting juga melibatkan Surabaya Raya untuk mencegah campak ini, agar tidak menyebar ke daerah lain. Dan bersamaan dengan pengamanan ini, kami juga langsung bergerak cepat memasifkan imunisasi, terutama anak-anak," jelas Khofifah.
Bersinergi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Pemprov Jatim juga melakukan rapat koordinasi terbatas bersama Komite Ahli Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (Komli PD3I) Indonesia, WHO dan Dinkes Sumenep untuk membahas KLB campak serta rekomendasi penaggulangannya.
“Secepatnya akan kami lakukan Outbreak Response Imunization atau ORI. Berdasarkan kajian epidemiologi sampai dengan 14 Agustus 2025 lalu, maka ORI campak akan dilakukan di 26 wilayah puskesmas di Sumenep untuk mencegah transmisinya,” ungkap Khofifah.
Sasaran ORI sendiri, merupakan anak-anak berusia 9 bulan hingga 6 tahun.
Tindakan tersebut, akan dilaksanakan serentak mulai tanggal 25 Agustus hingga 14 September 2025.
Gubernur Khofifah memastikan, ORI dilakukan dengan pemberian 1 dosis MR tanpa melihat status imunisasi sebelumnya.
Setelah ORI selesai, barulah akan dilakukan imunisasi kejar kepada anak-anak yang belum lengkap imunisasi campak sesuai usia, untuk peningkatan kekebalan.
Campak merupakan penyakit yang disebabkan virus campak, yang menular melalui percikan ludah saat batuk atau bersin.
Penyakit campak memiliki penularan tinggi dengan laju reproduksi (R0) 17-18, yang artinya satu kasus campak positif akan menularkan ke 17-18 orang sekitarnya.
Karenanya, Gubernur Khofifah meminta masyarakat untuk ikut serta mewaspadai campak, dan mengambil langkah-langkah preventif.
Yakni menerapkan pola atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta protokol kesehatan, juga imunisasi campak rubela sesuai usia.
https://surabaya.tribunnews.com/gebr...n-mr?page=all.
Wabah campak di Sumenep renggut nyawa 12 anak, cakupan imunisasi rendah karena hoaks 'vaksin haram'?
[img]https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/1578/live/4156ce10-7f04-11f0-aebc-55da129c3cd7.png.webp/img]
KLB campakSumber gambar,Ahmad Mustofa
Keterangan gambar,Faridah, 28 tahun, dan putranya Syaiful Bahri, bocah berusia 3 tahun yang terinfeksi campak di Sumenep, Jawa Timur.
sejam yang lalu
Wabah campak di Sumenep, Jawa Timur, telah menewaskan 12 anak dan menginfeksi hampir 2.000 lainnya selama delapan bulan terakhir. Akibat lonjakan kasus ini, otoritas kesehatan setempat menetapkan kejadian luar biasa (KLB).
Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep mencatat 1.944 kasus campak pada balita dan anak-anak sejak Januari hingga pekan ketiga Agustus. Angka ini melonjak dari tahun lalu, sebanyak 319 kasus.
Tingginya kasus campak di Sumenep disebut karena rendahnya cakupan imunisasi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan penularan semakin masif.
Dua orang tua yang ditemui wartawan Ahmad Mustofa di Jawa Timur yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, mengaku belum vaksinasi campak karena "takut" dan karantina pandemi Covid-19 lalu, tidak memungkinkan mereka untuk imunisasi.
Hingga awal Agustus, tercatat 40 KLB campak di 37 kabupaten dan kota di Indonesia sepanjang 2025, dengan jumlah kasus terkonfirmasi 3.282 dan 22.074 kasus, merujuk data Kementerian Kesehatan.
Cakupan imunisasi yang tidak merata serta capaian imunisasi yang tak optimal disebut jadi penyebab lonjakan kasus campak.
Pemerintah kini berupaya keras mempercepat program vaksinasi dan memperkuat layanan kesehatan.
Namun, ada pertanyaan besar yang tersisa: Apakah ada penolakan terhadap vaksin di masyarakat, dan bagaimana hal ini menghambat program vaksinasi?
Takut imunisasi

Keterangan gambar,Ahmad Mufidan, 7 tahun, ditemani oleh neneknya, Zairurah, terbaring lemah di ruang klaster 5 Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, Kamis (21/08) siang.
Ahmad Mufidan, tujuh tahun, terbaring lemah di ruang klaster lima Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, Kamis (21/08) siang.
Sudah hampir sepekan, siswa kelas dua sekolah dasar tersebut dirawat karena campak.
Warga Dusun Angsanah, Desa Bragung, Kecamatan Guluk-Guluk, mengeluhkan gatal-gatal dan terlihat bintik-bintik merah atau ruam di beberapa bagian tubuhnya.
Zairurah, 50 tahun, menceritakan awal mula cucunya terkena campak. Menurutnya, saat bangun tidur Mufidan tiba-tiba mengalami gatal-gatal di sekujur tubuhnya.

Keterangan gambar,Zairurah, 50 tahun, saat mendampingi perawatan cucunya yang terkena campak di Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep
"Waktu bangun tidur langsung menangis, garuk-garuk badannya karena gatal, lalu panas," ujarnya.
Selain Mufidan, Moh Syaiful Bahri, tiga tahun, juga dirawat di Puskesmas Guluk-Guluk karena penyakit campak.
Warga Gadu Timur, Kecamatan Ganding, itu sudah empat hari mengalami panas tinggi disertai batuk. Namun, belum muncul ruam.
"Awalnya panas, batuk, langsung dibawa ke klinik tapi tetap panas [tidak ada perkembangan], langsung dibawa [ke Puskesmas]," kata Faridah, 28 tahun, ibu dari Syaiful Bahri.
Mufidan dan Syaiful Bahri diketahui belum mendapat imunisasi campak. Mereka belum divaksin karena orang tuanya "takut" dan tak dapat melakukan imunisasi gara-gara karantina pandemi Covid-19 pada 2020-2022 silam.

Keterangan gambar,Farida bilang tidak melakukan vaksinasi karena terbentur karantina Covid-19.
Hoaks 'vaksin haram'
Tenaga kesehatan Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, dr Fita Rabianti, mengakui kesadaran masyarakat memberi imunisasi kepada anaknya masih rendah.
Banyak warga yang takut, bahkan menolak vaksin karena termakan hoaks "vaksin haram".
"Sangat-sangat banyak sekali kendalanya, di antaranya menolak, dari orang tua menolak. Ada ketakutan juga untuk divaksin, ada berita hoaks, imunisasi atau vaksinnya juga haram dan lain-lain," jelasnya.
Ketakutan ini, menurut dokter Fita, membuat cakupan imunisasi rendah dan menjadi salah satu penyebab lonjakan kasus campak di Sumenep.
"Cakupan imunisasi belum maksimal atau belum tercapai, artinya belum membentuk herd immunity. Jadi kekebalan tubuh secara berkelompok."

Keterangan gambar,Dokter Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, dr Fita Rabianti, mengakui kesadaran masyarakat untuk memberikan imunisasi kepada anaknya masih rendah.
Untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok, cakupan imunisasi lengkap harus lebih dari 95 persen.
"Jadi itu yang menyebabkan penularan terus berlangsung dan tidak terputus sampai saat ini," ujarnya.
Pendapat dr Fita diamini Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari. Menurutnya, banyak warga atau orang tua yang menganggap vaksin berbahaya.
"Ada yang mempunyai mindset atau mempunyai pandangan bahwa dengan imunisasi itu malah menyebabkan penyakit. Tapi sebenarnya itu hanya mitos," kata Dian.
Keterangan gambar,Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari.
Dian menilai pola pikir tersebut muncul karena minimnya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi.
Karena itu, ia mendorong agar pemerintah terus mensosialisasikan pentingnya vaksinasi, termasuk imunisasi campak.
Sementara Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKP2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri, mengakui bahwa cakupan vaksinasi belum memenuhi target. Bahkan, beberapa wilayah angkanya di bawah 80%.
"Masih ada beberapa yang mengatakan bahwa imunisasi itu tidak penting," kata Achmad Syamsuri ketika ditemui di kantornya.
"Penyakit campak atau virus campak ini masih dianggap penyakit yang tidak berbahaya atau istilahnya orang Madura itu adalah tampek. Sehingga kadang-kadang kalau tidak parah tidak diperiksakan ke faskes terdekat," katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep, tercatat ada 200 kasus campak pada 2022.
Pada tahun berikutnya, tak lama setelah pandemi Covid-19, kasus campak melonjak jadi 1.400 kasus.
Setelah itu, pada 2024 jumlahnya menurun jadi 319 kasus dan tahun ini, hingga pekan ketiga Agustus tercatat 1.944 kasus.

Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari menyarankan agar pemerintah melibatkan tokoh masyarakat maupun tokoh agama. Mereka perlu dilibatkan karena punya pengaruh di tengah banyak masyarakat yang masih menolak vaksinasi.
Dian juga meminta tenaga kesehatan lebih gencar melakukan edukasi secara door to door kepada masyarakat.
"Kita memberikan sosialisasi, mungkin juga pendekatan kepada orang penting di sana, di desa tersebut misalnya, karena masyarakat kadang ada yang masih menolak [imunisasi]," kata Dian.
Sementara pejabat Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri mengklaim terus melakukan sosialisasi terkait pentingnya imunisasi campak.

Keterangan gambar,Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKP2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri.
Bahkan, edukasi diberikan melalui posyandu hingga ke lembaga pendidikan.
DKP2KB juga menggandeng sejumlah organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut memberikan edukasi kepada masyarakat.
"Bahkan [dengan] tokoh-tokoh masyarakat kita sudah mengadakan rakor terkait dengan pentingnya imunisasi bagi anak-anak kita," kata Achmad Syamsuri saat ditemui di kantornya.
Sejumlah inovasi disebutnya juga sudah dilakukan untuk mengejar target cakupan imunisasi. Seperti melakukan "Imunisasi Kejar" bagi anak-anak yang lolos dari imunisasi.
Sementara untuk menekan penyebaran kasus campak yang angkanya terus meningkat, DKP2KB Sumenep berencana melakukan imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI).
Imunisasi massal tersebut menargetkan 73.000 anak dan akan berlangsung lebih dari dua pekan hingga 13 September 2025.
"Kita akan melaksanakan yang namanya ORI. Insyaallah akan dilaksanakan di tanggal 25 [Agustus], minggu depan itu serentak di seluruh Kabupaten Sumenep di 26 puskesmas yang memang kasusnya banyak," katanya.
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang menyiapkan surat edaran (SE) kewaspadaan terhadap peningkatan kasus dan KLB campak kepada dinas kesehatan di seluruh daerah.
Surat edaran ini diharapkan bisa menjadi acuan kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus campak dan respons penanggulangan KLB campak.
https://www.bbc.com/indonesia/articl...s/cvgn3y9m4nxo
masalah di Sumenep


styles3x memberi reputasi
1
86
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan