- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Parade Senjata Dunia: Siapa Paling Canggih?


TS
tanmalako091539
Parade Senjata Dunia: Siapa Paling Canggih?
Konten Sensitif

Ketika sejarah mencatat ledakan pertama bom atom di padang pasir Alamogordo, New Mexico pada tahun 1945, dunia mengira telah menyentuh batas tertinggi kecanggihan senjata. Ledakan itu bukan hanya memecah langit dan bumi, tapi juga menandai permulaan sebuah era baru: zaman ketika kehancuran bisa direncanakan dengan grafik, dan kematian bisa dijadwalkan seperti penerbangan sipil. Hiroshima dan Nagasaki menjadi cermin dari mimpi buruk sains: kecerdasan manusia digunakan untuk menciptakan senjata yang membuat manusia tak lagi bisa bermimpi.
Sejak saat itu, peradaban tak lagi mengenal jeda. Negara-negara adidaya terus menyempurnakan senjata pemusnah massal: Amerika dengan Minuteman III, Rusia dengan Sarmat, dan China diam-diam menguji perangkat hulu ledak MIRV mereka sambil tersenyum di depan kamera.
Di langit Ukraina, drone-drone kecil mengintai seperti lalat elektronik: bersenjatakan kamera dan ledakan mini. Teknologi berpadu dengan kehendak politik, menghasilkan senjata-senjata yang bahkan tak perlu pilot, tak perlu rasa kasihan. AI kini bisa menentukan siapa yang pantas hidup dan siapa yang cukup satu koordinat untuk dimusnahkan. Satu klik, satu ledakan. Satu algoritma, satu kota bisa padam.
Dunia telah lama sepakat bahwa teknologi militer adalah tolak ukur supremasi peradaban. Tak ada yang lebih memikat dalam diplomasi internasional selain ancaman nuklir yang disampaikan dengan suara tenang dan dasi rapih. Sejak manusia menemukan cara untuk membunuh tanpa perlu menyentuh, sains dan kekuasaan menyatu dalam simfoni kehancuran.
Mari jalan-jalan sejenak ke battlefield. Di perbatasan Ukraina, Rusia memamerkan jajaran senjata teranyarnya, dari rudal hipersonik Kinzhal yang melesat lima kali kecepatan suara, hingga sistem pertahanan udara S-400 yang dirancang seolah-olah langit bisa dipagari. Ukraina tak tinggal diam. Didukung NATO, mereka membalas dengan HIMARS buatan Amerika, drone Bayraktar dari Turki, dan perangkat anti-tank Javelin yang bisa membuat tank-tank T-90 merenungkan hidupnya kembali sebelum meledak dalam api.
Perang tak lagi tentang pasukan yang berlari menembus hujan peluru, melainkan tentang siapa yang lebih cepat mendeteksi panas tubuh dari satelit. Siapa yang lebih dahulu melumpuhkan radar musuh dari jarak 1000 km. Perang telah menjadi matematika berdarah, dan satu algoritma bisa menggantikan satu batalyon tentara terlatih.
Bergeser ke selatan, di bawah langit Gaza, Israel mengembangkan teknologi pertahanan udara paling sensasional dalam sejarah manusia: Iron Dome. Sistem ini mampu menembak jatuh roket yang ditembakkan dari Gaza dalam waktu kurang dari tiga detik. Seolah-olah rudal-rudal itu hanyalah nyamuk yang mengganggu tidur siang para rabi. Tapi Hamas juga belajar. Mereka mengembangkan taktik peluncuran simultan dan drone sederhana berbahan dasar bahan bangunan, membuat Iron Dome harus memilih: menembak atau membiarkan.
Yaman, di bawah bayang-bayang konflik yang tak pernah selesai, menyumbang babnya sendiri. Kelompok Houthi mengembangkan rudal-rudal jarak menengah dan drone yang cukup murah tapi efektif, mengganggu kapal-kapal di Laut Merah dan memaksa perusahaan global mengubah rute perdagangan. Iran? Tak mau tertinggal. Ia menjadi patron yang menyediakan blueprint dan semangat. Rudal-rudal Shahab dan drone-drone Shahed 136 buatan Teheran kini menjadi cameo dalam hampir semua konflik Timur Tengah, menandakan bahwa Iran tak perlu mengirim tentara; cukup desain.
Luar biasa. Dunia tampak seperti laboratorium kehancuran yang terus-menerus di-update. Tiap tahun ada "versi baru": rudal lebih cepat, drone lebih kecil, bom lebih presisi. Seperti gawai, hanya saja yang satu ini bertujuan membuat hidup orang lain berakhir secara lebih elegan.
Namun, di tengah parade mesin pembunuh canggih itu, ada satu teknologi yang tidak pernah disebut dalam konferensi militer, tak pernah dipublikasikan dalam jurnal pertahanan, dan tak dapat dilacak oleh radar atau satelit. Teknologi ini tidak berasal dari Amerika, Rusia, atau Iran. Ia tidak ditemukan oleh laboratorium militer, melainkan oleh sekelompok orang yang entah nyata atau fiksi, dalam sebuah kerajaan yang namanya terus direproduksi dalam pelajaran sejarah sebagai kebanggaan --- meski bentuknya lebih menyerupai mitologi yang dicetak ulang dengan mesin ketik kolonial.
Tidak, Majapahit tidak memiliki nuklir. Tidak ada rudal hipersonik, tidak ada drone. Tapi ia punya satu senjata yang melebihi semua: sebuah teknologi sosial yang bekerja dalam diam, tanpa letupan, namun menghancurkan tatanan dari dalam.
Senjata ini tidak bisa dilihat, tapi dapat dirasakan. Ia tak meledak, namun membelah masyarakat menjadi dua. Tak bersuara, namun cumiakkan akal sehat. Senjata ini bekerja melalui kebiasaan kecil, pengulangan diam-diam, dan kode sosial yang hanya dipahami oleh mereka yang sudah terinisiasi.
Cara kerjanya sangat elegan. Ia menyusup melalui jeda---bukan waktu istirahat, melainkan celah dalam struktur kehidupan. Ia hadir bukan sebagai musuh, melainkan sebagai teman, bahkan hiburan. Ia tumbuh bukan dari pabrik senjata, tapi dari lorong-lorong obrolan, ruang istirahat, dan senyuman samar yang dikodekan. Tak ada pelatihan militer, hanya intuisi sosial yang diasah sejak remaja.
Senjata ini berbentuk permainan dengan waktu dan tubuh, dijalankan dalam suasana kasual, namun efeknya bisa melumpuhkan lembaga, menggoyahkan komunitas, bahkan mengaburkan batas antara etika dan strategi. Ini adalah senjata yang menjadikan pelaku dan korban sebagai dua sisi dari cermin yang sama. Tak ada peluru, hanya keputusan-keputusan kecil yang diambil dalam kesenyapan, tapi menggiring masyarakat ke arah tertentu---perlahan, pasti, tak terhentikan.
Tak ada rudal yang bisa menangkalnya. Tak ada sistem pertahanan Iron Dome yang bisa mendeteksi isyarat tubuh, intonasi bisik, atau perubahan nada tawa. Senjata ini bekerja seperti virus linguistik: menyebar melalui metafora, terselip dalam lelucon, disamarkan dalam warna pakaian atau nada panggilan. Mereka yang terinfeksi tidak batuk, hanya berubah cara berpikir dan merasa---dan tiba-tiba, nilai-nilai tak lagi sakral, struktur runtuh tanpa ada yang menggoyang.
Lebih menarik lagi, senjata ini diwariskan. Tidak dengan kurikulum atau pelatihan militer, melainkan dengan pengulangan simbolik dan penguatan budaya. Ia tidak butuh propaganda besar-besaran. Cukup dengan satu cerita lucu, satu kebiasaan yang dianggap "lumrah", dan satu struktur sosial yang membiarkan.
Jika Israel bisa menembak roket di langit, Majapahit bisa menembak kewarasan di ruang rapat. Jika Rusia mengintai lewat satelit, warisan Majapahit mengintai lewat mata-mata sosial yang tidak perlu dipekerjakan. Jika Hamas mengguncang tembok perbatasan, senjata sosial ini mengguncang tembok identitas.
Dan semua itu dilakukan tanpa letupan. Tanpa drone. Tanpa sanksi internasional. Hanya dengan kode, waktu, dan tubuh yang bersedia memainkan perannya dalam panggung sosial yang tak pernah benar-benar diumumkan. Inilah kekuatan sejati: ketika senjata tak lagi perlu diciptakan, karena ia telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Ketika kehancuran tak lagi dibayangkan sebagai ledakan, tapi sebagai penghapusan makna.
Kita bisa menghabiskan milyaran dolar untuk sistem pertahanan canggih. Kita bisa mengembangkan drone yang bisa memutuskan sendiri targetnya. Tapi kita tak akan pernah siap menghadapi senjata yang menyerang dari dalam, dalam bentuk kebiasaan, humor, atau norma yang dibengkokkan. Dunia mempersenjatai dirinya dengan baja dan nuklir, tapi senjata sejati mungkin justru adalah ritus sosial yang diwariskan dari narasi sejarah yang diciptakan untuk menyamarkan peluncur senjata paling tak kasatmata dalam sejarah manusia.
Satu isyarat. Satu celah. Satu jeda. Dan senjata itu telah diluncurkan --- tanpa suara, tanpa asap, tanpa sisa bubuk mesiu, tapi dengan efek yang jauh lebih mematikan dari ledakan: perpecahan halus, kebingungan moral, dan struktur sosial yang remuk dari dalam.
Dan mungkin, justru itulah senjata pemusnah massal yang paling berhasil dalam sejarah.
Diubah oleh tanmalako091539 Kemarin 19:56
0
27
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan