- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Majapahit: Produk Politik Kolonial!!


TS
tanmalako091539
Majapahit: Produk Politik Kolonial!!

Mari kita mulai dengan satu kebenaran paling menyakitkan bagi para pencinta candi Nusantara: Majapahit itu tidak ada.
Saya ulangi, dengan nada lebih tegas: Majapahit tidak pernah ada. Ia tidak lebih nyata dari Doraemon, tidak lebih faktual dari sinetron Tukang Bubur Naik Haji, dan tidak lebih jujur dari janji kampanye caleg. Ia adalah produk desain grafis Belanda abad ke-19, dibungkus dengan nama-nama Jawa kuno agar terdengar sakral, dan disebarluaskan seperti MLM ideologi: dari kantor gubernemen ke ruang kelas SD.
Jangan tertipu oleh naskah, dan prasasti. Semua itu hanyalah properti. Jika kolonialisme adalah rumah produksi besar, maka Majapahit adalah set film terbesar mereka. Batu-batu candi dicetak seperti bata ringan, naskah-naskah disusun dengan bahasa Jawa kuno hasil karangan ulang, dan tinta yang digunakan? Jangan-jangan bekas tinta cetak majalah kolonial yang tak laku.
Begitu kita percaya Majapahit itu nyata, maka kolonialisme telah menang dua kali. Pertama, karena kita tertipu. Kedua, karena kita membela tipuannya dengan bangga.
Dan di sinilah dua makhluk jadi-jadian muncul: mairil dan nyempet. Dua kata yang selama ini dianggap fenomena sosial belaka, padahal mereka adalah bagian simbolik dari proyek rekayasa sejarah Nusantara. Majapahit adalah plesetan Jawa Hitam. Dan Gajah Mada hanya "kacamata", simbol penyimpangan sosial yang dilakukan diam-diam.
Saya sempat berpikir mairil dan nyempet lahir dari kelainan hormonal generasi TikTok. Tapi semakin saya telusuri, semakin jelas bahwa mereka adalah residu sejarah palsu. Mereka seperti gelembung udara yang muncul saat cat palsu mulai mengelupas.
Coba lihat baik-baik. Negarakretagama katanya ditulis oleh Prapanca. Tapi siapa Prapanca? Tidak ada yang tahu. Bahkan nama itu terdengar seperti akun bot yang menciptakan review palsu di Google Maps. Pararaton? Sumber sejarah campur-mitos yang entah kenapa dipercaya setara disertasi. Dan Babad Tanah Jawi? Saking fiksinya, sampai-sampai kisah Roro Jonggrang dianggap sahih sebagai kronik geopolitik.
Apakah orang-orang dulu benar-benar menulis naskah di atas daun lontar lalu menyimpannya ratusan tahun tanpa rayap atau hujan? Atau apakah semua naskah itu hanya hasil ketikan tangan kurator Belanda yang terlalu kreatif dan bosan dengan cerita kolonial mereka sendiri?
Dan jangan lupakan candi. Candi-candi yang katanya “peninggalan” itu, entah mengapa, ditemukan dengan sangat fotogenik. Sudut simetris. Relief rapi. Tidak ada bekas lumut atau karat waktu. Kalau ini bukan renovasi kreatif, saya tidak tahu lagi apa itu propaganda visual.
Jadi begini: ketika para insinyur kolonial merancang Majapahit, mereka tidak hanya menciptakan narasi, tetapi juga membangun panggung lengkap dengan lampu, naskah, dan aktor-aktor bayangan. Mairil dan nyempet lahir sebagai noise dari sistem kebohongan yang terlalu kompleks. Mereka seperti virus dalam perangkat lunak bajakan yang muncul sebagai gangguan yang tak bisa dihapus.
Dan yang paling lucu? Begitu Indonesia merdeka, kita mewarisi kebohongan itu dengan penuh semangat. Kita anggap Majapahit sebagai simbol kejayaan nasional. Kita ajarkan di sekolah. Kita cetak di buku teks. Kita buat museum. Bahkan kita pakai nama Majapahit untuk nama warung soto dan hotel bintang empat. Tak ada yang lebih tragis daripada mencintai fiksi kolonial seolah-olah ia adalah nenek moyang sendiri.
Lebih ironis lagi, mairil dan nyempet ikut masuk ke dalam sistem pendidikan ini. Tapi mereka tidak masuk sebagai materi pelajaran, melainkan sebagai hantu yang hidup di sela-sela kurikulum. Di balik pelajaran sejarah, ada tatapan aneh di kelas. Di balik pelajaran matematika ada angka-angka genit yang diselipkan. Di balik pelajaran agama, ada kode diam-diam. Di toilet belakang kampus, sejarah palsu dibahas dengan tindakan nyata.
Mereka menyusup lewat lubang-lubang dalam sistem. Di balik foto Gajah Mada di ruang guru, ada gosip. Di balik puisi puja-puji untuk Nusantara, ada anak-anak yang yang tak sadar dengan apa yang mereka perbuat di ruang UKS. Mairil dan nyempet adalah instrumen kolonial yang menyusup ke dalam dunia pendidikan kita.
Masih ingat, adegan tiga santri dalam video kampanye Wajib Belajar 9 Tahun? Saya sempat menduga inilah akar geneologi mairil dan nyempet dalam dunia pendidikan. Saya salah. Video itu hanya membuktikan bahwa pendidikan berhasil disusupi oleh agenda kolonial. Akar geneologi mairil dan nyempet yang sesungguhnya bisa ditelusuri lebih jauh ke belakang, ke jaman Majapahit. Tapi bukan di abad 14 ketika Prapanca menulis Negarakretagama, tapi ketika narasi sejarah tersebut pertama kali dirumuskan, disusun dan ditulis di atas kertas kolonial dengan bambu runcing kecil dan tinta cair.
Akhir kata, jika Anda masih percaya bahwa Majapahit adalah fakta, cobalah sekali lagi baca Negarakretagama sambil membuka Google Translate Jawa Kuno. Jika kamu pusing, itu tandanya: kamu masih waras. Dan kalau suatu hari kamu menemukan dirimu di toilet kampus, bertemu tatapan aneh dari senior organisasi kemahasiswaan… mungkin itu sejarah yang sebenarnya.
0
12
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan