Kaskus

Games

dytoditoAvatar border
TS
dytodito
Seni yang Hilang dalam Kesenangan Bermain Game
Hai gansis, ini hanyalah konten menggunakan Ai, sebuah script yang menarik sebagai reminder dalam bermain;

Seni yang Hilang dalam Kesenangan Bermain Game


Bisakah game mengajarkan kita cara untuk bahagia?


Pertanyaan yang aneh ya?

Game seharusnya hiburan, jadi tujuan utamanya memang untuk membuat kita lebih bahagia.

Tapi makin saya pikir, makin saya sadar cara kita bermain game tidak jauh berbeda dengan cara kita menjalani hidup.


Masyarakat modern sangat fokus pada pencapaian— mencapai garis akhir, tujuan final: berapa banyak uang yang sudah kamu hasilkan, pekerjaan apa yang kamu punya, apakah kamu punya rumah, keluarga, pacar, apakah kamu populer.


Tidak banyak yang peduli soal prosesnya, atau bagaimana kamu sampai ke sana.

Belakangan ini saya sedang main Skyrim lagi. Biasanya saya sibuk dengan konten sampingan, membersihkan dungeon atau gua. Tapi kali ini saya mendapati diri saya hanya berdiri memandangi air terjun di samping sebuah rumah. Saya berdiri cukup lama, tidak tahu apa yang mau saya lakukan selanjutnya.


Dan di momen hening itu, saya merasa menyadari sesuatu. Mungkin hanya saya, tapi sering kali kita mengikat rasa senang kita, rasa bahagia kita, dengan sesuatu yang baru akan kita dapatkan di masa depan.


Misalnya, “Saya baru akan benar-benar menikmati Diablo 4 setelah mencapai level 100, setelah dapat legendary, dan setelah dapat legendary dengan statistik sempurna.” Tapi saat itu terjadi, kamu sudah memainkan ribuan jam, sampai muak, dan bahkan tidak bisa menikmati item langka yang sudah kamu perjuangkan keras.


Bukankah itu sama dengan hidup kita? Kita bilang, kita akan bahagia setelah dapat promosi, setelah membeli rumah atau mobil, setelah punya pacar atau teman baru, setelah pindah ke kota atau negara baru.

Dan memang benar, setelah mendapatkannya kita merasa senang sebentar. Tapi rasa itu cepat hilang, dan kita kembali menginginkan hal lain, meyakinkan diri kalau kita baru akan benar-benar bahagia kalau dapat hal berikutnya.

Kamu lihat masalahnya?


Channel ini memang tentang gaming, tapi topiknya lebih besar dari itu. Menurut saya, cara kita memperlakukan game dan objektifnya sama seperti cara kita memperlakukan tujuan hidup.


Karena jujur saja, meski kita sering bilang “ini hanya game,” otak kita memproses pengalaman dengan cara yang mirip— entah itu di layar atau di dunia nyata.

Bahkan kata-kata di buku, sebuah cerita, novel, bisa membuat kita merasa benar-benar berada di sana. Kalau sekadar kata-kata bisa begitu kuat, kenapa cara kita mengalami game tidak mencerminkan cara kita mengalami hidup?


Itu sebabnya saya pikir penting untuk bertanya: bagaimana kalau selama ini kita bermain dengan cara yang salah— bukan hanya game, tapi hidup itu sendiri?


Bagaimana kalau kita terlalu fokus pada langkah berikutnya, pencapaian berikutnya, sampai kita melewatkan tujuan sebenarnya dari keberadaan kita?

Coba pikir: kapan terakhir kali kamu main game tanpa punya tujuan tertentu?


Bagi saya, momen di Skyrim itu— berdiri di depan air terjun— rasanya penting sekali. Karena saat itu, untuk sekali saja, saya tidak memikirkan apa langkah berikutnya. Tidak menghitung progres, tidak merencanakan langkah berikutnya.

Dan itu terasa aneh sekaligus menampar, karena kapan terakhir kali saya tidak memikirkan apa lagi yang harus dicapai?


Mungkin inilah masalah sebenarnya. Kita terlalu sibuk mencoba “menang” dalam hidup, mencapai garis finish yang sebenarnya tidak ada— setidaknya, bukan garis finish yang ingin kita capai segera.


Game menipu kita dengan ilusi: selalu ada level berikutnya, selalu ada hadiah yang lebih baik tepat di luar jangkauan. Dan kita menelannya mentah-mentah, karena memang begitu cara kita diajarkan berpikir dalam hidup nyata.

Kerja lebih keras. Naik level. Buka milestone berikutnya. Ulangi lagi.

Tapi bagaimana kalau itu cara yang salah untuk bermain?

Bagaimana kalau kita tidak perlu terus menerus progres? Tidak perlu selalu mengejar sesuatu? Tidak perlu mengoptimalkan setiap momen?

Bagaimana kalau kadang hal terbaik yang bisa kita lakukan hanyalah berhenti sejenak?

Bukan selamanya, bukan berarti menyerah. Tapi cukup lama untuk benar-benar merasakan momen yang ada. Melepaskan dorongan untuk segera sampai ke tujuan, dan hanya berada di sana sebentar. Bahkan meski itu hanya berdiri menatap air terjun di dalam game.


Lebih dari itu: bagaimana kalau kita menikmati apa yang sudah kita punya, alih-alih selalu terpaku pada apa yang akan datang?

Bagaimana kalau, daripada menunggu bahagia setelah milestone berikutnya, kita menghargai posisi kita sekarang: rumah kita, hidup kita, situasi saat ini, teman atau orang-orang di sekitar kita— sambil tetap berusaha menuju sesuatu yang lebih baik.

Sama halnya di game: kenapa tidak pakai loot legendary yang sudah kamu dapat? Kenapa tidak kembali ke area awal, coba senjata kuat itu, rasakan bagaimana kamu sudah berkembang? Bersenang-senanglah, rusak keseimbangan, nikmati rasa kuat dan perkasa itu— bukannya mengulang jalur farming yang sama ribuan kali demi peluang drop 0, sekian persen. Tidakkah itu lebih menyenangkan?


Lucunya, game bisa jadi pelarian sekaligus cermin. Kita main untuk kabur dari kenyataan, tapi kita main dengan mindset yang sama: selalu mengejar, selalu mengoptimalkan, selalu fokus pada apa yang kurang, bukan pada apa yang sudah ada.

Saya paham, sulit untuk berpikir sebaliknya. Sulit berhenti mengejar progres saat semua di sekitar kita— dari game, pekerjaan, media sosial, bahkan obrolan soal “kesuksesan”— mengajarkan bahwa bahagia sekarang itu tidak cukup. Kita harus lebih. Harus punya lebih. Tapi mungkin itu tidak benar. Mungkin kita boleh berhenti sejenak. Berhenti farming. Berhenti mengoptimalkan. Berhenti meyakinkan diri bahwa bahagia hanya satu level lagi. Karena kalau tidak, kalau kita terus hidup seperti ini, kapan kita benar-benar mulai menikmatinya?


Mungkin bagian paling menyedihkan adalah kita bahkan tidak sadar terjebak dalam lingkaran ini. Kita bilang, memang begitulah hidup: harus maju, harus berkembang, harus capai langkah berikutnya.


Karena kalau berhenti, kita takut tertinggal. Kita takut buang waktu. Kita takut kalah.

Tapi kalah dari apa, sebenarnya? Bagaimana kalau tidak ada yang bisa dimenangkan?


Bagaimana kalau tidak ada papan skor akhir, tidak ada pencapaian final, tidak ada ending rahasia yang menunggu setelah kita grind cukup lama?

Bagaimana kalau tujuannya bukan untuk sampai, tapi untuk mengalami?


Itu memang pikiran yang menakutkan, karena memaksa kita memikirkan ulang hidup kita. Kalau bahagia bukan sesuatu yang kita dapat dengan kerja lebih keras dan capaian lebih tinggi, lalu apa yang kita lakukan? Bagaimana kita mengisi waktu? Bagaimana kita membenarkan sekadar “ada”?


Tapi mungkin justru itu yang harus kita pelajari ulang. Mungkin hidup bukan speedrun. Mungkin kita tidak harus selalu min-max segalanya. Mungkin kita tidak perlu merasa bersalah hanya karena menikmati sesuatu apa adanya.


Pikirkan kembali: momen terbaikmu dalam bermain game apa? Saya yakin itu adalah momen ketika kamu tersesat, ketika kamu berhenti sejenak untuk menikmati dunia, ketika kamu meninggalkan quest utama untuk melakukan sesuatu yang tidak berguna— hanya karena itu membuatmu tersenyum.


Dan kalau momen itu yang kita ingat dari game, kenapa tidak sama dengan hidup?

Jadi mungkin pelajaran sebenarnya sederhana: Berhenti. Lihat sekeliling. Main demi bermain. Hidup demi hidup. Dan nikmati perjalanannya, bukan tujuannya.





0
19
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan