Tangerang Selatan, Beritasatu.com - Pranaya Boutique Hotel angkat bicara soal polemik surat pembayaran royalti musik yang dikirimkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) kepada hotel terkait penggunaan suara kicau burung dan jangkrik di hotel.
General Manager Pranaya Boutique Hotel Sutan Bustamar Koto menyampaikan, definisi pengunaan musik di area komersil masih bias. Pria yang akrab disapa Bustamar itu menilai, surat tagihan royalti penggunaan musik yang ditujukan terhadap hotel yang ia pimpin tersebut sangat tidak masuk akal karena hotelnya tidak menggunakan musik, melainkan hanya menggunakan kicauan burung dan suara jangkrik asli.
"Hotel saya tidak menggunakan musik dalam operasional harian baik itu di restoran, di lobi, maupun di koridor, karena visi hotel kita itu natural tanpa musik," kata kepada Beritasatu.com, Kamis (14/8/2025).
Dikatakan Bustamar, dalam surat dari LMKN tertanggal 28 Juli 2025 itu termuat judul sebagai perkenalan tentang pelaksanaan royalti lagu atau hak cipta musik. Tetapi yang membuatnya tercengang, di surat tersebut tertulis kalimat Pranaya Boutique Hotel telah memperdengarkan karya lagu dan musik yang harus memiliki lisensi.
"Pertanyaannya , kapan kami menggunakan itu (musik)? Kapan mereka (LMKN) datang lihat ke sini. Jadi jangan asal tuduh, ini bisa saja kami somasi ini fitnah perbuatan tidak menyenangkan," tegasnya.
Bustamar pun menilai jika surat royalti musik yang dikirim LMKN cuma berdasarkan asumsi bahwasannya semua pelaku usaha menggunakan lagu atau musik yang harus berlisensi tanpa melakukan inspeksi terlebih dahulu.
Dalam surat itu juga tertera form keterangan pembayaran tagihan royalti musik bagi pelaku usaha hotel bintang dan nonbintang, serta resor berdasarkan jumlah kamar yang besarannya mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 16 juta per tahunnya.
"Saya setuju dengan hak cipta, tetapi saya enggak pakai musik atau lagu itu. Lalu saya harus bayar juga? Saya dituduh menggunakan (musik) tanpa pembuktian itu yang membuat saya prihatin dengan cara kerja LMKN," ujarnya
Pria yang menjabat sebagai ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) DPD Banten itu mengatakan, mengapa interprestasi soal aturan royalti musik di area komersil imasih bias.
Selain itu juga belum ada batasan inteprestasi soal kawasan komersil yang seperti apa yang dapat dikenakan royalti. Aturan soal royalti, kata Bustamar, masih belum jelas, lalu tidak pernah ada sosialisasi ke para pelaku usaha. Ian mengkhawatirkan, semua pelaku usaha usaha bisa menjadi calon korban.
"Berbeda dengan penggunaan musik di tempat karaoke atau klub malam itu jelas, karena mereka menjual musik. Tetapi, kalau di area publik komersil ini ya masih bias. Jangan-jangan nanti usaha warung kopi atau tukang cukur yang menggunakan musik ditagih royalti juga. Ini perlu ada penjelasan dari LMKN. Kami yang pakai kicau burung dan suara jangkrik asli saja tiba-tiba ditagih royalti,” pungkas Bustamar.
https://www.beritasatu.com/lifestyle...ih-royalti/all
16jt per kamar pertahun itu dah murah lho... 🙄
Pasti jg sehari sewa kamar kelar bayar royaltinya.. 🤔
Btw lu ke hotel mau denger lagu atau mau tidur sih.. masuk hotel jg biasa dah capek ngantuk tidur.. 🙄