- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jandaku yang baru dua tahun berumah tangga,


TS
Alioedinkk
Jandaku yang baru dua tahun berumah tangga,
Sinta baru dua tahun menikah. Rambutnya yang panjang dan lurus kini selalu tergerai, tidak lagi diikat rapi seperti saat ia masih lajang. Setiap pagi, ia membuatkan kopi untuk Budi, suaminya. Budi suka kopi yang tidak terlalu manis, dengan sedikit aroma jahe. Sinta belajar itu dari kebiasaan Budi. Mereka belum punya anak, tapi rumah kecil mereka selalu ramai dengan tawa.

Suatu sore, saat Sinta sedang menyiram bunga di halaman, ponsel Budi berdering. Dari rumah sakit. Hati Sinta langsung mencelos. Ia ingat, pagi tadi Budi sempat mengeluh pusing, tapi ia hanya menganggapnya masuk angin biasa.
Sore itu, semua berubah. Dunia Sinta seakan berhenti berputar. Dokter bilang Budi tidak bisa diselamatkan. Kecelakaan. Sebuah truk yang remnya blong menabrak motor yang dikendarai Budi. Sinta merasa dunianya hancur. Kopi dengan aroma jahe, tawa di rumah, semua menjadi kenangan yang menyakitkan.
Hari-hari selanjutnya adalah kabut. Sinta menjalani hari tanpa semangat. Ia melihat cangkir kopi Budi yang masih di tempatnya, menatap foto pernikahan mereka yang terpajang di dinding, dan air matanya selalu jatuh tanpa bisa ditahan. Ia merasa hidupnya kosong, terlalu cepat kehilangan kebahagiaan yang baru ia rasakan.
Suatu malam, Sinta duduk di teras. Langit bertabur bintang. Sinta teringat Budi. "Tuhan, kenapa secepat ini?" bisiknya pelan.
Angin malam berhembus, mengusap wajah Sinta. Tiba-tiba, ia melihat sebuah catatan kecil yang Budi selipkan di dalam buku harian miliknya. Catatan itu bertuliskan, "Sinta, senyummu adalah matahari yang menghangatkan duniaku. Tetaplah tersenyum, ya."
Air mata Sinta kembali jatuh, tapi kali ini terasa berbeda. Ada kehangatan. Ia menyadari, Budi mungkin sudah tidak di sisinya, tapi cinta Budi akan selalu ada. Catatan itu, kenangan-kenangan kecil itu, adalah bukti bahwa ia pernah dicintai dengan sangat tulus.
Sinta bangkit, mengusap air matanya. Ia sadar, Budi tidak ingin ia larut dalam kesedihan. Ia ingin Sinta kembali tersenyum, kembali menjadi matahari seperti yang Budi tulis.
Mulai hari itu, Sinta tidak lagi menyimpan kopi Budi. Ia mulai menyeduh kopi untuk dirinya sendiri, dan menambahkan sedikit jahe, mengenang Budi. Ia mulai menyiram bunga dengan senyum, dan setiap kali ia melihat foto pernikahan mereka, ia tidak lagi menangis, melainkan tersenyum, mengenang dua tahun yang penuh kebahagiaan.
Sinta memang janda. Tapi ia bukan lagi janda yang larut dalam kesedihan. Ia adalah janda yang menyimpan cinta suaminya di dalam hatinya, dan menjadikannya kekuatan untuk terus melangkah. Karena cinta sejati, tidak akan pernah mati.
Suatu sore, saat Sinta sedang menyiram bunga di halaman, ponsel Budi berdering. Dari rumah sakit. Hati Sinta langsung mencelos. Ia ingat, pagi tadi Budi sempat mengeluh pusing, tapi ia hanya menganggapnya masuk angin biasa.
Sore itu, semua berubah. Dunia Sinta seakan berhenti berputar. Dokter bilang Budi tidak bisa diselamatkan. Kecelakaan. Sebuah truk yang remnya blong menabrak motor yang dikendarai Budi. Sinta merasa dunianya hancur. Kopi dengan aroma jahe, tawa di rumah, semua menjadi kenangan yang menyakitkan.
Hari-hari selanjutnya adalah kabut. Sinta menjalani hari tanpa semangat. Ia melihat cangkir kopi Budi yang masih di tempatnya, menatap foto pernikahan mereka yang terpajang di dinding, dan air matanya selalu jatuh tanpa bisa ditahan. Ia merasa hidupnya kosong, terlalu cepat kehilangan kebahagiaan yang baru ia rasakan.
Suatu malam, Sinta duduk di teras. Langit bertabur bintang. Sinta teringat Budi. "Tuhan, kenapa secepat ini?" bisiknya pelan.
Angin malam berhembus, mengusap wajah Sinta. Tiba-tiba, ia melihat sebuah catatan kecil yang Budi selipkan di dalam buku harian miliknya. Catatan itu bertuliskan, "Sinta, senyummu adalah matahari yang menghangatkan duniaku. Tetaplah tersenyum, ya."
Air mata Sinta kembali jatuh, tapi kali ini terasa berbeda. Ada kehangatan. Ia menyadari, Budi mungkin sudah tidak di sisinya, tapi cinta Budi akan selalu ada. Catatan itu, kenangan-kenangan kecil itu, adalah bukti bahwa ia pernah dicintai dengan sangat tulus.
Sinta bangkit, mengusap air matanya. Ia sadar, Budi tidak ingin ia larut dalam kesedihan. Ia ingin Sinta kembali tersenyum, kembali menjadi matahari seperti yang Budi tulis.
Mulai hari itu, Sinta tidak lagi menyimpan kopi Budi. Ia mulai menyeduh kopi untuk dirinya sendiri, dan menambahkan sedikit jahe, mengenang Budi. Ia mulai menyiram bunga dengan senyum, dan setiap kali ia melihat foto pernikahan mereka, ia tidak lagi menangis, melainkan tersenyum, mengenang dua tahun yang penuh kebahagiaan.
Sinta memang janda. Tapi ia bukan lagi janda yang larut dalam kesedihan. Ia adalah janda yang menyimpan cinta suaminya di dalam hatinya, dan menjadikannya kekuatan untuk terus melangkah. Karena cinta sejati, tidak akan pernah mati.
Diubah oleh Alioedinkk Hari ini 14:52
0
32
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan