Mulailah sebuah perdebatan besar di dalam sebuah tubuh. 
Mata, yang selalu bangga dengan pandangannya yang luas, mengklaim, "Akulah yang paling berguna! Berkat aku, kita bisa melihat keindahan dunia, membedakan bahaya, dan membaca buku yang penuh pengetahuan."


Hidung, dengan bangga mengembang, menyela. "Kalian berdua salah. Aku adalah penjaga gerbang udara! Tanpa kemampuanku mencium aroma, kalian tidak akan tahu ada bahaya api atau makanan yang sudah basi."

Telinga, yang selama ini diam, akhirnya angkat bicara. "Dengarkan aku baik-baik. Tanpa aku, kalian tidak akan bisa mendengar suara musik yang indah, atau peringatan bahaya yang datang dari jauh."

Mereka semua terus berdebat, masing-masing merasa paling penting. Sementara itu, di sudut yang jauh, Dubur hanya bisa mendengar dengan sabar. Ia merasa perannya tidak pernah dihargai. Ia bertugas membuang semua sisa yang tidak berguna, tetapi tidak pernah mendapat pujian.

Akhirnya, Dubur muak. "Baiklah, kalau begitu," ia berkata dengan tenang. "Jika kalian semua merasa lebih penting, aku akan mogok kerja."

Sejak saat itu, Dubur menolak untuk melakukan fungsinya. Awalnya, tubuh tidak merasakan apa-apa. Namun, seiring berjalannya waktu, masalah mulai muncul. Perut terasa kembung, dan rasa tidak nyaman menyebar ke seluruh tubuh.

Mata mulai berkunang-kunang, pandangannya kabur karena racun mulai menumpuk. Mulut kehilangan nafsu makan, dan hidung tidak bisa mencium bau apa-apa selain bau tidak sedap dari dalam. Telinga berdengung, dan seluruh tubuh menjadi lesu dan lemas.

Akhirnya, Mata, Mulut, Hidung, dan Telinga menyadari kesalahan mereka. Mereka memohon kepada Dubur untuk kembali bekerja. Mereka sadar bahwa setiap bagian tubuh, tidak peduli seberapa kecil atau besar perannya, sangat penting untuk kesehatan dan keseimbangan seluruh tubuh. Mereka belajar bahwa kerja sama lebih penting daripada saling mengklaim siapa yang paling hebat.