- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Trump Bakal Terapkan Tarif Global 15-20 Persen, Negosiasi RI Sia-sia?


TS
beacuka1
Trump Bakal Terapkan Tarif Global 15-20 Persen, Negosiasi RI Sia-sia?

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menerapkan tarif global 15 sampai 20 persen kepada negara-negara yang belum memiliki kesepakatan dagang dengan AS.
Dikhawatirkan ini dapat membuat negosiasi Indonesia menjadi sia-sia lantaran tarif resiprokal yang akhirnya didapatkan akan sama dengan negara lainnya, sementara banyak hal telah ditawarkan Indonesia selama proses negosiasi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tidak ada keharusan bagi Indonesia untuk memenuhi seluruh permintaan AS dalam kesepakatan perdagangan yang telah dilakukan beberapa bulan terakhir.
Baca juga: IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi Global, Waspadai Dampak Tarif Trump
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara.
Lihat Foto
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara.(KOMPAS.com/AKHDI MARTIN PRATAMA)
Toh perjanjian perdagangan terkait penurunan tarif resiprokal dari 32 persen ke 19 persen antara RI-AS sampai saat ini masih belum ditandatangani.
Dengan demikian, sifat kesepakatannya masih belum mengikat.
"Kalau hampir semua negara dikenakan tarif 15-20 persen tarif resiprokal, Indonesia buat apa menuruti permintaan Trump untuk membuka keran impor barang AS termasuk pembelian energi, hortikultura, dalam jumlah yang sangat besar termasuk penghapusan TKDN, transfer data pribadi," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (30/7/2025).
Bhima menambahkan, selama perjanjian belum final, Indonesia harus melakukan renegosiasi ulang seluruh kesepakatan yang sudah disepakati sebelumnya. Hal ini untuk mengantisipasi Trump menerapkan tarif 15 sampai 20 persen ke seluruh negara tanpa negosiasi.
"Kalau endingnya adalah seperti itu, maka permintaan AS tidak perlu dituruti oleh Indonesia," kata Bhima.
Sebab jika Indonesia masih tetap mengikuti kesepakatan sebelumnya, maka Indonesia akan sangat merugi.
Pasalnya, Indonesia mendapatkan tarif yang sama dengan negara lain, tapi juga memberikan penghapusan pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan tarif nol persen untuk produk AS.
Belum lagi, Indonesia telah berkomitmen untuk membeli produk energi dari AS senilai 15 miliar dollar AS dan produk pertanian dari AS senilai 4,5 miliar dollar AS.
Baca juga: Tarif Trump Turun, Akindo Pastikan Tak Ada Krisis Kedelai
"Kalau enggak (renegosiasi), wah Indonesia jadi negara yang paling dirugikan dibanding Vietnam, Filipina, bahkan Uni Eropa," ucapnya.
Menurutnya, dengan tetap menerima kesepakatan awal dengan AS, justru akan jadi saling kontradiksi dengan upaya pemerintah mendorong kesejahteraan industri padat karya, petani, dan peternak lokal.
"Jadi harus mendorong kepentingan nasional dan harus melihat implikasi dari pembelian dan importasi besar-besaran dari AS terhadap program prioritas pemerintah yaitu swasembada pangan dan energi," tuturnya.
Pemerintah akan minta penjelasan AS soal tarif impor global 15-20 persen
Sementara itu, pemerintah akan meminta penjelasan ke United States Trade Representative (USTR) terkait tarif 15 sampai 20 persen.
Baca juga: Trump Ancam Tarif 25 Persen untuk India: Mereka Teman Saya
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pihaknya masih belum dapat memastikan terkait kepastian penerapan tarif tersebut.
"Itu yang mau kita perjelas, yang dimaksud 15-20 persen itu seperti apa? Sekarang ini sejujurnya di dokumen resminya kan belum ada. Itu semuanya nanti kan harus ada perjanjian perdagangan. Enggak bisa kita tiba-tiba hanya mendasarkan ke pengumuman di media sosial. Ini kan urusan penerimaan negara, tarif bea masuk, sehingga pasti nanti ujungnya akan ada perjanjian perdagangan," ujarnya saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat ditemui di kantornya, Jumat (21/2/2025).
Lihat Foto
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat ditemui di kantornya, Jumat (21/2/2025).(KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU)
Pemerintah akan meminta penjelasan dari USTR apakah tarif 15 sampai 20 persen yang akan diterapkan itu merupakan tarif resiprokal atau tarif tambahan yang terpisah dari tarif resiprokal.
Pasalnya, sampai saat ini saja masih banyak negara yang memiliki pemahaman berbeda terkait tarif resiprokal.
Baca juga: Pemerintah Akan Minta Penjelasan ke AS Soal Tarif 15-20 Persen untuk Negara yang Tak Negosiasi
Ada negara yang memahami tarif resiprokal di luar tarif Most-Favoured Nation (MFN) dan ada negara yang memahami tarif resiprokal sudah termasuk tarif MFN.
"Kita sendiri harus perjelas, tarif resiprokal itu selama ini pemahamannya adalah on top dari tarif MFN. Ternyata ada beberapa negara yang pemahamannya itu include dalam tarif resiprokal MFN. Jadi tetap harus diperjelas," ucapnya.
Apabila tarif 15 sampai 20 persen itu ternyata merupakan tarif resiprokal, maka hal ini akan menjadi tidak adil bagi beberapa negara yang telah melakukan negosiasi seperti Indonesia.
Saat ini sudah ada beberapa negara yang menyelesaikan negosiasi tarif resiprokal dengan AS. Komitmen perdagangan yang telah diteken negara-negara tersebut demi penurunan tarif pun tidak main-main mencapai triliunan dollar AS.
Baca juga: Tarif Trump 19 Persen Jadi Peluang Emas Pan Brothers, Supplier Uniqlo hingga Adidas di Indonesia
"Kalau gitu ngapain kita (negosiasi tarif)? Masa yang lain enggak ngapa-ngapain dapat rata-rata 15 persen kan juga enggak mungkin gitu," ucapnya.
Kendati demikian, Susiwijono bilang, selama perjanjian perdagangan terkait tarif resiprokal belum diteken, maka pernyataan maupun komitmen-komitmen tersebut masih belum diberlakukan.
"Termasuk kita pun, negara-negara yang sudah sepakat, belum ada kan perjanjian dagangan. Kita kan hanya 'oh oke tidak diberlakukan dulu' dan sampai hari ini juga enggak ada diberlakukan apa-apa," tuturnya.
https://money.kompas.com/read/2025/0...a-sia?page=all
Udah saya duga. Mamarika ini licik, negara lain ga nego tetep kena tarif global 15-20%. kalau gitu indonesia ga perlu nego aja sekalian, udah kena tarif 19%, kena pasal2 lain pula. males amat
MANA NIH KADRUN ANAK ABAH YAMAN AGEN PENJILAT BARAT ISROIL? Kalian masih mau membela mamarika yang sudah berlaku tidak baik terhadap Indonesia?
DONGOK!





haqualovers dan MemoryExpress memberi reputasi
2
558
40


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan