- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
MUI Sumbar Soroti Ketimpangan Investigasi Kasus Padang Sarai


TS
manofplatinu176
MUI Sumbar Soroti Ketimpangan Investigasi Kasus Padang Sarai

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — “Ini bukan sekadar konflik sosial, tapi perang narasi yang mendiskreditkan kehormatan umat Islam,” tegas Buya Gusrizal Gazahar, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, dalam duduk perkaranya di kantor MUI Sumbar, Kamis, (31/7).
Suaranya lantang memecah kesunyian ruangan, dua hari setelah warga Padang Sarai menandatangani Pernyataan Bersama berisi tujuh komitmen kerukunan.
Dokumen bermeterai itu—ditandatangani tetua adat, perwakilan komunitas Nias, dan pejabat setempat—menyatakan insiden 27 Juli murni konflik sosial. Tapi Buya Gusrizal Datuak Palimo Basa membongkar ketimpangan:
“Mengapa polisi hanya menyelidiki reaksi umat Islam? Mengapa tidak menelisik pelanggaran pihak yang memicu kerusuhan? Kegiatan di tanah bukan milik sendiri, tanpa izin, tanpa musyawarah dengan warga—itu pangkal masalah!”.
Ia menegaskan: tuduhan “intoleran” pada masyarakat Minangkabau yang menjunjung adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah adalah kezaliman intelektual.
“Kasus Padang Sarai adalah deja vu kasus Banuaran tahun 2023,” ujarnya. Polanya serupa:
1. Kegiatan bermasalah di wilayah umat Islam
2. Reaksi warga yang disalahkan
3. Kampanye media menstigma Muslim Minang sebagai “radikal”
“Orang luar yang tak paham falsafah Minang seenaknya memvonis. Umat Islam yang dizalimi, justru diposisikan sebagai pelaku!”.
Dalam sikap resminya, MUI Sumbar menuntut:
1. Penyelidikan seimbang:
– Audit legalitas acara penyebab insiden
– Investigasi status tanah dan izin kegiatan
– Pemeriksaan konten provokatif
2. Penegakan hukum tanpa tebang pilih:
“Jika ada yang melanggar aturan—siapapun—harus dihukum. Tapi jangan hanya umat Islam yang dikejar!”.
3. Protokol kegiatan multikultural:
Kewajiban social, responsibility agreement bagi kegiatan lintas iman.
“Media sosial menjadi mimbar fitnah,” kritik Buya. Ia menyesalkan warganet luar Sumbar yang menghakimi tanpa dasar:
“Mereka tak tahu bagaimana kami menjaga masjid, gereja, dan vihara berdampingan puluhan tahun. Satu insiden langsung cap kami intoleran!”.
Yang lebih pedih: “Ada orang kita sendiri yang senang melihat Sumbar dicap negatif. Mereka murtad sosial!”
MUI Sumbar menawarkan solusi berbasis keseimbangan:
1. Hifdzul Iman (Menjaga Iman):
Umat Islam wajib menahan diri, tapi tak boleh diam saat kehormatan diinjak.
2. Hifdzul Mal (Menjaga Harta):
Aktivitas ekonomi tak boleh ganggu ketenteraman umat.
3. Hifdzun Nafs (Menjaga Jiwa): Tolak kekerasan, tapi keadilan harus ditegakkan.
“Kerukunan sejati lahir dari keadilan, bukan pemaksaan diam!”.
Saat MinangkabauNews meninggalkan kantor MUI, Buya Gusrizal sedang memeluk Al-Qur’an. Pesannya terakhir:
“Kami umat Islam Sumbar siap damai, tapi tak akan biarkan agama dihinakan. Ini bukan soal kemenangan, tapi izzul Islam wal muslimin (kehormatan Islam dan kaum Muslimin).”
Di balik gemuruh konflik Padang Sarai, ada pertanyaan menggelitik nurani:
“Mengapa pernyataan damai selalu diminta dari umat Islam—sementara provokator bebas dari pertanggungjawaban?”.
“Jaga adat, junjung syara’ – di situlah martabat Minang bersemi.”
minangkabaunews.com
Quote:
Diubah oleh manofplatinu176 Kemarin 07:27






denbags dan 2 lainnya memberi reputasi
3
735
73


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan