Kaskus

Entertainment

nzbAvatar border
TS
nzb
ZAMAN DIGITAL, KITA MAKIN MELEK ATAU MALAH MULEK?
Oleh : Naufal Muhazzib

ZAMAN DIGITAL, KITA MAKIN MELEK ATAU MALAH MULEK?

"Punya gadget mahal, tapi otaknya masih seharga kuota gratisan."

[Pembukaan]

Halo para kaskuser, agan sista, para dedengkot, silent reader, sampe yang masih suka ngintip doang tapi nggak pernah nge-reply...

Gua pengen ngajak kalian ngobrol-ngobrol dikit, santai sambil nyeruput kopi dan ngemil keripik tempe.

Topik kita hari ini: Masyarakat digital zaman now. Melek teknologi, tapi malah sering kejebak tren.

Iya, gua tahu, sekarang udah serba canggih. Semua informasi tinggal colek layar. Tapi... yang gua liat, makin ke sini makin banyak orang yang kayak robot tapi nggak ada sistem keamanannya. Apa-apa ditelan mentah-mentah. Apa yang viral, langsung di-share. Apa yang tren, langsung diikutin. Padahal... nggak semua yang viral itu bener.

1. Era Cepat Tapi Dangkal

Zaman dulu, mau dapet informasi kudu nyari buku, ke warnet, atau denger dari orang pinter. Sekarang? Gugel tinggal ketik, video tinggal tonton.

Tapi yang jadi masalah...

Makin cepet dapet info, makin males buat mikir.

Lo liat berita 5 detik di TikTok, langsung percaya. Ada yang bikin video teori konspirasi pake backsound horor dan suara sember, langsung lo anggap fakta. Padahal... sumbernya? Entah dari mana.

Jadi yang kita konsumsi tuh bukan cuma informasi. Tapi ilusi validasi. Yang penting ikut rame, yang penting bisa komen: “Wah bener juga nih!”


2. Tren = Tuhan Baru

Lagi tren skincare A? Beli! Lagi rame makanan B? Ikutan! Lagi heboh boikot brand X? Langsung maki-maki tanpa riset dulu siapa yang salah.

Hidup kita sekarang kayak:

"Kalo gak update, lo gak eksis. Kalo gak ikut tren, lo cupu."

Padahal... bukannya keren, lo malah jadi kayak daun kering kebawa angin konten. Nggak punya sikap, nggak punya saringan.


3. Fenomena: Asal Viral, Diserap Total

Contoh real-nya:

Hoaks vaksin bikin jadi magnet : DIKLIK JUTAAN ORANG!

Video prank miskin jadi kaya : DITONTON SAMPE ABIS!

Ngaku anak indigo yang bisa ngobrol sama alien : DAPET FOLLOWERS RIBUAN!

Ini semua nunjukkin betapa gampangnya masyarakat kita kecolongan logika.

Apa yang viral, langsung diserap total, gak peduli benar atau salah.


4. Kita Makin Individual, Tapi Ikut-ikutan

Ironis banget. Dunia digital bikin kita bisa jadi diri sendiri, tapi malah:

"Apa-apa ikut template."

Caption harus nyindir halus.

Pake kata "healing" padahal cuman ke warung sebelah.

Ngomong "self love" sambil ngehujat orang di Twitter/X.

Sadar gak sih, banyak dari kita takut jadi berbeda? Takut gak dianggap update, takut gak relatable. Akhirnya kita nyamain diri terus sama orang lain, sampai lupa siapa diri kita.


5. Masyarakat Kita, Konsumen Buta

Lo beli produk karena emang butuh, atau karena FOMO (Fear of Missing Out)? Lo ikutin challenge karena suka, atau takut dikira gak kekinian?

Gua nanya ini bukan buat nyindir. Tapi buat ngajak mikir.

Karena apa?

Kita sekarang hidup di dunia yang bikin kita lapar perhatian, bukan lapar ilmu.

Maka dari itu, digital literacy itu bukan cuma bisa Googling, tapi bisa mikir kritis.


6. Saring Dulu Sebelum Sharing

Coba renungin:

"Apakah yang kita konsumsi itu beneran info? Atau cuma konten?"

Konten = dirancang buat viral, buat emosi lo meledak, buat lo klik tombol share.

Sementara info = butuh waktu buat dikunyah, diproses, dicerna.

Kebanyakan orang sekarang udah terlalu kenyang konten, tapi kelaparan makna.


7. Bukan Salah Teknologi, Tapi...

Gua gak menyalahkan gadget, ChatGPT, TikTok, YouTube, atau medsos. Mereka cuma alat.

Tapi kayak kata Om Spidey:

“With great power comes great responsibility.”

Teknologi itu keren. Tapi kalo lo gak bisa kontrol, lo yang dikontrol.


8. Apa yang Harus Kita Lakuin?

💡 Berhenti jadi konsumen pasif. Tanya lagi: “Ini dari siapa? Ini bener gak? Apa dampaknya?”

💡 Jangan kejar tren, kejar esensi. Ngikutin tren boleh, asal sadar lo ngapain. Bukan ikut-ikutan biar dibilang update doang.

💡 Berani beda, berani mikir. Punya pendirian di tengah arus itu keren. Lo gak perlu jadi seperti orang lain buat diterima.

💡 Kurangi hidup dari validasi orang. Bukan semua yang lo upload harus bikin orang “like”. Kadang yang lo butuhin justru waktu untuk ngobrol sama diri sendiri.

[Penutup]

Jadi, kaskuser...

Kita hidup di zaman yang semua serba cepat, semua serba instan. Tapi jangan sampai otak kita ikut-ikutan jadi instan tanpa saringan.

“Jadilah masyarakat digital yang mikir dulu, baru klik. Bukan klik dulu, mikir belakangan.”

Karena kalau lo terus ikut arus, jangan heran kalau suatu saat lo sadar:

“Gue ini siapa, sih?”

Yuk, mulai dari sekarang... Saring dulu, baru sharing. Sadar dulu, baru ikut tren.

Referensi Bacaan & Tontonan:

1. Nasrullah, R. (2020). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Kencana.
2. McLuhan, M. (1964). Understanding Media: The Extensions of Man.
3. Henry Jenkins (2006). Convergence Culture: Where Old and New Media Collide.
4. Artikel Kominfo: Cerdas Bermedia Sosial
5. TED Talk oleh Tristan Harris - "How a handful of tech companies control billions of minds every day."


Kalau lo punya pandangan sendiri, tambahin di reply gan!

Cendol masih berlaku gak sih? 😂
Tapi yang paling penting: diskusi sehat, bukan debat kusir.

Kalau thread ini relate sama lo, boleh dong bantu naikkin biar makin banyak yang melek, bukan makin mulek. 😆
Sampai ketemu di reply!
0
46
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan