Kaskus

News

pengamatamatAvatar border
TS
pengamatamat
Ijazah Jokowi Perlu Ditunjukkan Publik Usai Disita? Pakar Pidana Beda Pendapat
SURYA.co.id - Penasehat Ahli Kapolri Irjen (purn) Aryanto Stadi berbeda pendapat dengan Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto Prof Hibnu Nugroho soal perlu tidaknya penyidik Polda Metro Jaya menunjukkan ijazah Jokowi.

Ijazah Jokowi sudah disita saat Presiden ke-7 RI itu diperiksa penyidik Polda Metro Jaya di Mapolres Solo pada Rabu (23/7/2025). 

Setelah penyitaan itu, muncul wacana agar penyidik menunjukkan ijazah Jokowi itu ke publik atau kubu Roy Suryo. 

Terkait hal ini, Prof Hibnu Nugroho mengungkapkan dengan disitanya ijazah, ada kesempatan kubu terlapor yakni Roy Suryo Cs untuk menguji kembali. 
Karena itu, wajib bagi penyidik Polri menunjukkan ijazah itu ke terlapor yakni Roy Suryo Cs sebagai bentuk keseimbangan.

"Wajib. Penyidik polri harus memberikan. Ini lho ijazahnya Mas Roy, ini lho mbak Tifa," kata Hibnu dikutip dari tayangan youtube TVOne pada Kamis (24/7/2025). 

Dari sini, jika pihak terlapor yakni Roy Suryo Cs masih tidak percaya, maka bisa melakukan pengujian.

Menurut Hibnu, ini adalah bentuk dari persamaan dalam rangka mencari kebenaran materiil. 

"Sejauhmana nanti polri memberikan fasilitas ini, supaya nanti tidak terjadi keramaian kembali," katanya. 
Disinggung tentang sikap pihak terlapor Roy Suryo Cs yang tetap tidak percaya saat diperlihatkan bukti ijazah Jokowi  dalam layar besar saat gelar perkara di Bareskrim, Hibnu mengakui memang agak sulit. 

Karena itu, menurutnya saat ini tergantung dari suplay informasi yang dimiliki oleh pihak terlapor. 

Apabila suplay informasi terlapor (Roy Suryo Cs), tidak cukup, maka apa yang dilakukan oleh Bareskrim maupun Polda Metro Jaya sudah benar. 

Terlepas dari ini, menurut Hibnu penyitaan ijazah Jokowi ini sebagai jalan Polda Metro Jaya untuk memeriksa kembali dengan uji forensik. 
"Dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, sebagai bentuk primer ijazahnya harus diperiksa kembali," tegasnya.  

Di bagian lain, Penasehat Ahli Kapolri Irjen (purn) Aryanto Sutadi mengatakan, sebenarnya bisa saja penyidik menunjukkan ijazah Jokowi kalau mau.

"Dalam kasus biasa, polisi menangkap begal, parangnya bisa ditunjukkan," kata Aryanto dikutip dari tayangan Kompas TV pada Rabu (23/7/2025). 

Namun, lanjut Aryanto kasus ijazah Jokowi ini berbeda dengan kasus biasa karena di belakangnya ada unsur politik untuk menjatuhkan seseorang. 

"Mereka memaksa pak jokowi menunjukkan di depan umum. Itu tindakan anarki itu," ujarnya. 
Menurut Aryanto, seandainya penyidik menuruti keinginan mereka, sama halnya menuruti tindakan anarki. 

"Kalau penyidik nuruti kayak gitu, itu menuruti tindakan anarki demi untuk kepentingan orang-orang yang gak benar," katanya. 

Karena itu, Aryanto  berharap penyidik tetap saja melakukan penyidikan sesuai prosedur seperti menyita dan memeriksa. 

"Gak perlu lagi ditunjuk-tunjukka ke depan orang," imbaunya. 

Dikatakan Aryanto, penyitaan ini adalah prosedur yang harus dilakukan ketika proses hukum sudah masuk penyidikan. 

Barang bukti yang disita ini selanjutnya dilampirkan dalam berkas perkara untuk kemudian dikirimkan ke jaksa dan dihadirkan di persidangan. 
Disinggung tentang permintaan Roy Suryo agar penyidik Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara khusus, menurut Aryanto tidak ada keharusan penyidik melakukan itu. 

Ini berbeda di Bareskrim ketika polisi akan menghentikan penyelidikan sehingga tidak memungkinkan lagi menunjukkan ijazah di depan hakim atau publik, maka demi transparansi dilakukan gelar perkara khusus.

"Makanya saat itu saya menyarankan dilakukan gelar perkara terbuka. Tapi, ditanggapi mereka seakan-akan harus, kalau tidak melanggar aturan. Bahkan sudah digelar pun sekarang minta digelar ulang," ujar Aryanto. 
"Saya kasihan mereka itu. Mereka sangat bersemangat menggebu-gebu, padahla mereka gak ngerti hukum sama sekali itu prosedurnya," sindir Aryanto. 

Disinggung tentang pemeriksaan Jokowi yang dilakukan di Solo, menurut Aryanto pemerikaaan bisa dilakukan dimana saja karena yang dibutuhkan adalah kemudian. 

Karena banyak saksi di Solo, sehingga memungkinkan pemeriksaan Jokowi juga digelar di Solo. 

"Mau diperiksa dimana saja, gak ada di larangan. Pengalaman saya, kalau memeriksa seseorang, kita meriksa dirumahnya juga bisa. 
Yang penting memenuhi syarat, tidak ada pemaksaan, keterangannya tidak bohong, tidak dikarang-karang. Tidak ada larangan, tidak ada keharusan," katanya. 
Menurut Aryanto. penyidik sepanjang profesional, dan yang diperiksa didampingi pengacara, ada rekaman dan hasil disampaikan ke jaksa dan hakim, sudah cukup. 

Tidak perlu menunjukkan hasil pemeriksaan itu ke publik.

Seperti diketahui, Jokowi diperiksa tim penyidik Polda Metro Jaya di Mapolres Solo pada Rabu (23/7/2025), setelah laporannya naik ke penyidikan. 

Dalam pemeriksaan ini, Jokowi didampingi kuasa hukumnya diantaranya, Yakup Hasibuan, Firmanto Laksana dan Rivai Kusumanegara.

Dalam pemeriksaan itu, Jokowi juga membawa ijazah asli dari seluruh jenjang pendidikan, mulai SD, SMP, SMA hingga S1.
Dalam pemeriksaan tersebut Jokowi dicecar puluhan pertanyaan oleh penyidik.

Ditemui usai pemeriksaan, Jokowi mengatakan bahwa dirinya diperiksa dan dicecar 45 pertanyaan oleh penyidik.

Jokowi menjelaskan bahwa 35 pertanyaan merupakan pertanyaan ulangan yang pernah ia dapatkan pada pemanggilan pertama di Mapolda Metro Jaya beberapa waktu lalu.

"Ya tadi pemeriksaan oleh penyidik, ada 45 pertanyaan yang 35 sudah pertanyaan yang lalu tapi direview kembali dan yang baru 10 pertanyaan," terang Jokowi.

Jokowi juga menegaskan dirinya menjawab kesemua pertanyaan yang disodorkan oleh penyidik tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Semuanya saya jawab sesuai dengan yang saya tahu, sesuai dengan yang terjadi apa adanya," lanjut dia.
Melansir dari laman jurnal.kpk.go.id, Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H merupakan salah seorang guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah.

Ia diangkat sebagai guru besar melalui Sidang Senat Terbuka Pengukuhan sebagai Profesor dengan menyampaikan sebuah orasi ilmiah yang berjudul Upaya Percepatan Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.

Melalui sidang senat tersebut, ia diangkat sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Acara Pidana.

Ia meraih gelar doktoral dalam bidang ilmu hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Melansir dari laman jurnal.kpk.go.id, Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H merupakan salah seorang guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah.

Ia diangkat sebagai guru besar melalui Sidang Senat Terbuka Pengukuhan sebagai Profesor dengan menyampaikan sebuah orasi ilmiah yang berjudul Upaya Percepatan Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.

Melalui sidang senat tersebut, ia diangkat sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Acara Pidana.

Ia meraih gelar doktoral dalam bidang ilmu hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi merupakan seorang purnawirawan Perwira Tinggi (Pati) Polri.

Meski sudah pensiun dari Korps Bhayangkara, dia masih menjadi Penasihat Ahli Kapolri bidang hukum.

Aryanto mengawali karier sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1977. 

Berpengalaman dalam bidang reserse, ia pensiun dengan pangkat terakhir Irjen Polisi atau jenderal bintang 2.

Di awal kariernya sebagai anggota Polri, Aryanto pernah menjadi Staf pada Komando Kepolisian Resor Bangkalan (1971-1973), Staf pada Komando Kepolisian Resor Temanggung (1978-1984), dan Kabag Ren-Min Ops Dit Reserse Polda Metro Jaya (1986).
Kemudian, dia beralih menjadi Perwira Penghubung Protokol/Sespri (1991), Kasat Reserse Ekonomi Polda Metro Jaya (1993), Staf Pribadi Kapolri (1996) hingga Direktur Reserse Pidana Tertentu Polri tahun 2001.

Selanjutnya, Aryanto menjabat Direktur Reserse Pidana Umum Polri (2001) dan Direktur I Kejahatan Keamanan dan Trans-Nasional Bareskrim Polri (2002).

Pada 2004-2005, ia ditunjuk menjadi Kapolda Sulawesi Tengah.

Pada 2005, Aryanto dimutasi menjadi Direktur IV Narkoba dan Terorganisir Polri.

Lalu, dia menjadi Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Budaya (2007) dan Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri (2007).

Sejak 2009, Aryanti sudah menjadi Penasihat Ahli Kapolri Bidang Hukum.

Selain itu, dia juga tercatat menjadi Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN).


Sumur : https://surabaya.tribunnews.com/amp/...n-eks-jenderal


## poin utamanya, Barisan Pendukung lowbat yang selama ini cuma nonton mulai nongol, itu satu.

Btw, prof yang dari purwokerto mohon ijin saya orang awam sebelum menghujat anda, bisakah anda menunjukkan dalil hukum dari pernyataan anda itu?? Jika memang di KUHP diharuskan bahwa polri wajib/harus berbagi atau bertukar barang sitaan sengketa kepada terlapor?? Kalau ada berarti polri memang salah prosedur jika tidak melakukan. Tapi jika tidak ada maka ini akan jadi preseden buruk kedepan bagi penegakan hukum di negara ini.
Let say, dalam sebulan kedepan ada kasus kriminal nih terjadi pencurian dirumah anda saat anda sekeluarga sedang pergi, hanya ada 1 pembantu/ART yang berjaga saat kejadian itu. ART tsb benar benar melihat kejadian pencurian itu dengan mata kepalanya sendiri dari satu ruangan yang tidak diketahui si pelaku pencurian. ART anda bisa menjelaskan dengn baik ciri2 dan lainnya dari para pelaku dan juga dikuatkan dengan bukti lain yaitu CCTV. Teridentifikasi lah ini pelakunya, dan polisi bergerak mencari dan meringkus. Lalu setelah ditangkap para pelaku dan kuasa hukum minta nih gelar perkara khusus kok bisa mereka jsdi tersangka? Buktinya apa? Polisi menjelaskan ada rekaman cctv, ada saksi mata. Lalu para pelaku tidak percaya, ngoceh terus di media massa pengacaranya merasa di kriminalisasi. Mereka lalu minta bukti bukti yang dimiliki polisi berupa saksi mata dan rekaman cctv harus dibagikan kepada mereka juga supaya adil. Mereka juga harus bisa menginterogasi dan memastikan validitas alat bukti yang disita polisi ini... dan berikut2 nya akan heboh teruslah ini kasus sampai sampai keluarga atau tim lawyer terus tampil di kanal kanal yutub, podcast bahkan sampai berkirim surat ke HAM internasional, mendatangi arbritase internasional bla bla blaaa... ga beres beres lah ini kasus karena terlapor mewek terus. Bahkan lapor balik bla bla blaaa..

Ini prof kondisi kepidanaan yang anda inginkan berproses di negeri ini?? Terlapor yang bahkan tidak memiliki legal standing sebagai penguji forensik saja bahkan mau ikut menguji???

Kedepan, jika kondisi ini terjadi lagi pada kasus kasus lain, tunjuk batang hidung prof ini sebagai biang kerok!!











agus774Avatar border
agus774 memberi reputasi
1
354
25
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan