- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[CERPEN] Pintu Langit — Part 1: Kabut Pertanda


TS
kenzie16465
[CERPEN] Pintu Langit — Part 1: Kabut Pertanda
![[CERPEN] Pintu Langit — Part 1: Kabut Pertanda](https://s.kaskus.id/images/2025/07/17/2883_10160369_5872_20250717103830.png)
Ilustrasi seorang remaja berdiri di depan gerbang Pintu Langit yang penuh kabut.
(Foto: Kaskus/Kenzie16465)
Quote:
Perjalanan yang Tak Kusukai
“Liburan ke pegunungan? Serius, Bu?”
Aku nyaris menjatuhkan ponselku waktu mendengar rencana absurd itu. Di antara semua tempat di dunia ini, kenapa harus ke Dieng?
Bukan apa-apa, aku ini anak kota. Lahir, besar, dan nyaman dengan kafe, Wi-Fi kencang, dan minimarket 24 jam. Pegunungan buatku cuma cocok buat gambar kalender atau screensaverlaptop.
Tapi tentu saja, pendapatku tak penting. Buktinya, dua hari kemudian kami sudah berada di dalam mobil, menempuh perjalanan panjang dari Semarang ke arah Wonosobo.
Ayah menyetir dengan semangat aneh, Ibu sibuk menyuapi adik perempuanku yang cerewet, sementara aku... yah, seperti biasa, jadi remaja 17 tahun paling sengsara di antara keluarga bahagia ini.
“Ren, coba lihat ke luar. Pemandangannya cantik, lho!” kata Ibu sambil menunjuk ke deretan perbukitan yang mengintip di balik kabut.
Aku hanya menggumam, menyesap minuman kalengku, dan kembali menatap layar ponsel. Tak ada sinyal. Tentu saja. Ini makin menyebalkan.
---
Kabut yang Mencurigakan
Kami tiba menjelang sore. Tujuan pertama kami: Pintu Langit Sky View, sebuah tempat wisata baru di kawasan Dieng yang sedang viral di TikTok.
Tapi saat mobil memasuki kawasan parkir, aku merasa ada sesuatu yang... ganjil.
Kabut turun dengan cepat, terlalu cepat. Padahal belum magrib. Angin berhembus pelan, tapi terasa seperti bisikan.
Dan anehnya, saat aku turun dari mobil, ponselku bergetar sebentar lalu mati total. Bukan karena baterai. Layarnya tetap terang, tapi tidak merespons apa pun.
“Eh, HP-mu kenapa, Ren?” tanya Ayah sambil membuka pintu bagasi.
“Entahlah. Kayak... hang gitu. Tapi beda,” jawabku sekenanya. Aku mencoba tak menunjukkan rasa tidak nyaman yang mulai menjalar.
Kami mulai naik ke arah gardu pandang. Jalannya menanjak, dipagari tanaman dan bebatuan. Beberapa warung tampak kosong. Sepi. Hanya ada satu keluarga lain yang juga sedang mendaki pelan.
Namun di tengah perjalanan, aku merasa pandanganku kabur. Bukan karena mata lelah—tapi seperti... ada sesuatu yang menyelubungi pandangan. Kabut makin tebal.
Suara adik dan Ibu mulai terdengar sayup, seolah mereka berjalan menjauh, padahal aku persis di belakang mereka.
Dan lalu—aku melihatnya.
---
Sesosok di Balik Kabut
Di antara lebatnya kabut yang bergulung seperti asap dupa, ada seseorang berdiri. Sosok itu diam, mengenakan jubah putih keperakan. Tak tampak wajahnya, tertutup bayangan kerudung yang panjang.
Tapi yang paling aneh adalah: ia tidak menginjak tanah. Kakinya mengambang sekitar 10 cm dari permukaan.
Aku menahan napas.
Saat kupalingkan wajah memanggil Ayah, sosok itu menghilang dalam sekejap. Kabut mendadak tersibak oleh angin, dan keluargaku sudah di atas, menungguku di dekat gerbang kayu bertuliskan "Selamat Datang di Pintu Langit."
Aku tertegun. Jantungku berdetak cepat.
---
Gerbang Dua Dunia
“Lama amat, Ren. Kamu nggak enak badan?” tanya Ibu sambil memegang dahiku.
“Enggak. Aku... tadi kayak lihat orang, di kabut…”
“Kabut?” Ayah menatap sekeliling. “Tadi enggak ada siapa-siapa. Kosong kok.”
Aku tidak menjawab. Ada sesuatu dalam perasaanku yang berkata: tempat ini bukan sekadar objek wisata.
Kami berjalan menyusuri area puncak. Tempat ini luar biasa cantik. Di satu sisi, terlihat Telaga Warna dan sawah berundak; di sisi lain, gunung-gunung berdiri megah seperti penjaga langit.
Tapi mataku terus terpaku pada sebuah bangunan kecil di sisi timur. Mirip candi batu mini, tapi jauh lebih tua dari usia tempat wisata ini.
“Dulu katanya tempat ini disebut Pintu Langit karena dipercaya sebagai gerbang roh,” kata seorang pemandu wisata yang lewat. “Legenda lama dari orang-orang tua Dieng. Tapi ya sekarang, udah jadi tempat selfie, Mas.”
Aku hanya mengangguk, tapi otakku tak bisa lepas dari sosok tadi.
Malam itu, kami menginap di penginapan kecil tak jauh dari lokasi. Saat semua sudah tidur, aku terjaga.
Di luar jendela, kabut turun lagi. Dan dari sela-sela kaca yang sedikit terbuka, aku mendengar suara.
Lembut. Berbisik. Seperti suara anak-anak... atau angin?
"Kamu sudah dekat, Reno..."
Aku langsung berdiri dan membuka jendela. Tapi hanya kabut. Gelap. Hening.
Dan tiba-tiba—ada tangan yang menyentuh bahuku dari belakang.
---
Warisan yang Tersembunyi
“Reno...” suara itu berat, tapi lembut.
Aku menoleh cepat. Yang kulihat adalah kakek tua berjubah abu-abu, berdiri di dalam kamarku. Matanya menatap dalam, dan wajahnya penuh garis usia.
“Kau belum siap,” katanya.
“Siapa—siapa kamu? Gimana bisa masuk ke sini?” tanyaku panik.
“Penerus tidak memilih takdir. Tapi takdir memilih penerus.”
Dia mengangkat tangannya, dan mendadak ruangan berubah.
Dinding kamar hilang, dan aku seperti berdiri di antara awan. Kabut di sekeliling menyala lembut.
“Ini... mimpi?”
“Tidak sepenuhnya. Ini adalah antara—dunia sementara dan dunia yang sejati.”
Kakek itu menunjuk ke kejauhan.
Di balik kabut, terlihat sebuah gerbang batu yang sama seperti yang kulihat siang tadi. Tapi kali ini, terbuka. Di baliknya, tampak dunia lain—lebih terang, lebih hidup, tapi juga terasa berat dan asing.
“Pintu itu hanya terbuka saat pewaris berada di sini. Dan kamu, Reno... adalah anak dari garis penjaga terakhir.”
---
Kembali ke Dunia
Aku terbangun dengan nafas memburu. Keringat membasahi leherku.
Jendela kamarku masih tertutup.
Tidak ada siapa-siapa di ruangan itu. Tapi ponselku yang semalam mati—sekarang menyala. Dan di layarnya muncul sesuatu yang tidak pernah kulihat sebelumnya:
📜 "Langit telah memilih. Kembali ke tempat kau melihatnya pertama kali."
Aku menatap layar itu lama. Kemudian, dari bawah bantal, aku menemukan sesuatu—selembar kertas tua yang berbau kayu bakar dan kabut. Kertas itu bergambar peta kabur dengan simbol gerbang.
Jantungku berdebar. Ini bukan hanya mimpi.
Aku tahu: liburan ini baru saja berubah jadi awal dari sesuatu yang besar.
---
🌀 Bersambung ke Part 2: Jejak Penjaga Langit
![[CERPEN] Pintu Langit — Part 1: Kabut Pertanda](https://s.kaskus.id/images/2025/07/18/1857_10160369_3463_20250718070220.png)
PART 2
Spoiler for Part 2:
0
22
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan