Kaskus

News

nadaramadhan20Avatar border
TS
nadaramadhan20
Mengapa Vietnam Perketat Aturan Alkohol?
Mengapa Vietnam Perketat Aturan Alkohol?

Majelis Nasional Vietnam bulan lalu menyetujui rencana kenaikan pajak alkohol dari 65% menjadi 90% pada 2031. Langkah besar ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk membatasi tingkat konsumsi yang membahayakan kesehatan.

Kenaikan pajak alkohol diputuskan menyusul kekhawatiran Partai Komunis Vietnam mengenai tingginya angka konsumsi alkohol di Vietnam. Sementara itu, kepolisian masih berjibaku menegakkan aturan nol toleransi terhadap mengemudi dalam pengaruh alkohol yang diberlakukan pada 2019.

Sontak, kenaikan pajak menghadapi penolakan dari industri alkohol. Meski Vietnam adalah pasar bir terbesar kedua di Asia Tenggara, menurut laporan dari grup konsultan KPMG, industri alkohol dalam negeri telah mengalami penurunan penjualan dalam beberapa tahun terakhir.

Kenaikan pajak untuk meningkatkan kesehatan publik

Awalnya pajak akan dinaikkan menjadi 80% pada 2026 dan 100% pada 2030. Namun, pemerintah diduga mereduksi besaran pajak setelah lobi dari industri alkohol.

Pajak Konsumsi Khusus (Special Consumption Tax / SCT) untuk alkohol dan bir kini akan naik dari 65% saat ini menjadi 70% pada 2027 dan akhirnya 90% pada 2031. Legislator juga menyetujui pajak baru sebesar 8% atas minuman manis yang melebihi 5g/100ml gula yang akan berlaku pada 2027 dan naik menjadi 10% pada 2028.

Tahun lalu, pelaku industri alkohol memperingatkan bahwa kenaikan bertahap ini dapat menaikkan harga eceran minimal 10% per tahun.

Wakil Perdana Menteri Le Thanh Long, yang memimpin pengesahan undang‑undang di parlemen, mengatakan bahwa kenaikan pajak penting untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Tingkat konsumsi alkohol meningkat secara bertahap, dari 2,9 liter per orang pada 2005 menjadi 7,9 liter pada 2019, menurut laporan tahun lalu dari Departemen Kedokteran Preventif di bawah Kementerian Kesehatan.

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa alkohol adalah penyebab kematian tertinggi kedua di Vietnam.

Angela Pratt, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Vietnam, mengatakan bahwa WHO "sangat senang" bahwa legislator Vietnam mengikuti kebijakan "win‑win" dengan "mengurangi konsumsi tembakau, alkohol, dan minuman manis — sehingga mengurangi dampak buruk dan biaya kesehatan selama puluhan tahun ke depan — sekaligus menghasilkan pendapatan tambahan untuk prioritas utama pemerintah."

"Mengurangi konsumsi produk tidak sehat ini akan meningkatkan kesehatan masyarakat, dan dengan demikian, partisipasi tenaga kerja dan produktivitas juga meningkat," tambahnya.

Anggaran negara tertekan

Pada 2019, pemerintah memperkenalkan kebijakan nol toleransi terhadap praktik mengemudi di bawah pengaruh alkohol, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesehatan publik secara signifikan. Kini, Vietnam tengah mempersiapkan perubahan demografis yang akan menuntut pengeluaran lebih besar dari negara untuk layanan kesehatan.

Bulan lalu, To Lam, kepala Partai Komunis, mengumumkan bahwa pemerintah sedang memajukan kebijakan untuk memberikan perawatan rumah sakit gratis kepada setiap warga negara. Mereka menargetkan cakupan gratis hingga 90% populasi pada 2030.

Dalam RUU Jaminan Kesehatan yang rencananya akan disahkan bulan ini, pemerintah akan memperkenalkan cakupan asuransi kesehatan universal dan menurunkan pengeluaran pribadi menjadi sekitar 20% dari total biaya perawatan kesehatan dalam 10 tahun ke depan.

Saat ini, pengeluaran pribadi mencapai 45% dari keseluruhan pengeluaran kesehatan. Tidak jarang rumah tangga berutang untuk menutupi biaya pengobatan anggota keluarga.

Namun ambisi jaminan kesehatan Partai Komunis tidak murah, terlebih mengingat perubahan demografis besar yang akan dialami negara ini dalam beberapa dekade mendatang.

Populasi Vietnam kini tengah menua dengan cepat, dan negara khawatir bahwa jumlah penduduk usia kerja akan menyusut seiring meningkatnya proporsi pensiunan, yang akan memberikan tekanan besar terhadap anggaran pemerintah.

"Alkohol di Vietnam masih termasuk salah satu yang termurah di kawasan ini, jadi pemerintah melihat kenaikan pajak sebagai langkah logis berikutnya setelah undang‑undang nol toleransi drink‑driving," kata Khac Giang Nguyen, visiting fellow di ISEAS – Yusof Ishak Institute, Singapura kepada DW.

Bulan lalu, Kementerian Kesehatan juga mengusulkan pembentukan Dana Pencegahan Penyakit dalam RUU Pencegahan Penyakit yang dirancang. Keduanya akan didukung dana negara serta kemungkinan pungutan tambahan atas makanan dan minuman tidak sehat, yang berujung kekhawatiran di sektor industri alkohol.

Industri alkohol mulai khawatir

"Kami kecewa dengan kenaikan terbaru pada Special Consumption Tax dan sama-sama khawatir terhadap dampak kumulatif dari kenaikan pajak selanjutnya, terutama terkait pungutan kesehatan baru di bawah RUU Pencegahan Penyakit," kata Tim Wallwork, ketua Asia Pacific International Spirits and Wines Alliance, kepada DW.

"Kami menyerukan pemerintah untuk tidak menumpuk beban pajak tambahan di atas SCT, agar bisnis yang taat, termasuk yang memiliki pabrik lokal dan investasi jangka panjang, memiliki ruang untuk beradaptasi, pulih, dan tumbuh di tengah tantangan ekonomi dan ketidakpastian yang berjalan," tambah Wallwork.

Menurut Vietnam Beer Alcohol Beverage Association, penjualan antar tahun turun sebesar 23% pada 2023. Tahun sebelumnya turun sebesar 7%.

Penurunan penjualan itulah salah satu alasan Heineken menutup pabrik operasionalnya di Quang Nam, salah satu dari enam pabriknya di negara itu, pada Juni 2024.

Wallwork mengatakan sekitar 70% konsumsi alkohol di Vietnam tidak tercatat, karena banyak orang masih meminum alkohol tidak berlisensi dan berpotensi mematikan.

Sektor alkohol yang tidak diregulasi di Asia Tenggara pernah menjadi sorotan internasional tahun lalu setelah enam backpacker meninggal dunia usai mengonsumsi minuman alkohol beracundi kawasan wisata Vang Vieng, Laos.

"Kenaikan pajak lebih lanjut berisiko mendorong konsumen beralih ke produk tidak berlisensi dan berpotensi berbahaya, yang melemahkan upaya kesehatan publik dan penegakan hukum," kata Wallwork.

Meski begitu, pemerintah jelas memutuskan bahwa kesehatan masyarakat lebih penting daripada kesehatan industri alkohol, dan menyadari bahwa penerapan langkah-langkah pencegahan akan lebih murah dalam jangka panjang.

"Banyak produsen alkohol besar di Vietnam telah diprivatisasi, jadi negara tidak lagi mendapatkan keuntungan langsung dari penjualan yang lebih tinggi. Hal itu mempermudah pemerintah untuk segera bertindak tanpa khawatir akan kehilangan pendapatan," kata Giang dari ISEAS – Yusof Ishak Institute.

Meski penjualan bir menurun, "pajak yang lebih tinggi bisa menutupi kekurangan volume. Jadi, langkah ini tidak selalu merugikan anggaran, tetapi memberikan sinyal politik yang jelas tentang posisi Partai Komunis," tambahnya.

Sumber DW

Gak cuma miras minuman manis juga kena pajak emoticon-Wow
Diubah oleh nadaramadhan20 11-07-2025 15:18
bukatelapakAvatar border
tepsuzotAvatar border
tepsuzot dan bukatelapak memberi reputasi
2
354
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan