- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Alarm Menyala, Sarjana Makin Susah Cari Kerja


TS
jaguarxj220
Alarm Menyala, Sarjana Makin Susah Cari Kerja
Bloomberg Technoz, Jakarta - Kelesuan ekonomi Indonesia terpampang nyata dan makin menggerus keyakinan masyarakat akan prospek ke depan. Aktivitas manufaktur yang lesu akibat penjualan tak bergairah buntut dari keterpurukan daya beli konsumen, ditengarai telah menyusutkan ketersediaan lapangan kerja di Indonesia saat ini.
Bak lingkaran setan, lapangan kerja yang sempit ketika kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terdengar, makin menambah suram gambaran perekonomian ke depan yang juga menghadapi perang dagang.
Mengacu laporan terbaru Survei Konsumen yang dilansir oleh Bank Indonesia pada awal pekan ini, mayoritas masyarakat menilai ketersediaan lapangan kerja sekarang makin sempit dibanding enam bulan lalu, terindikasi dari penurunan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini yang terpangkas lagi untuk dua bulan berturut-turut ke zona pesimistis 94,1, level terburuk sejak Maret 2022 silam.
Masyarakat tamatan sekolah dasar dan pascasarjana menjadi kalangan yang paling merasakan sempitnya lapangan kerja di Indonesia saat ini.
Lulusan SD, misalnya, indeksnya pada Juni berada di level pesimistis di bawah 100, tepatnya di posisi 88, terendah sejak Maret 2022 juga. Dua bulan beruntun, indeks pekerjaan kelompok ini berada di zona pesimistis.
Penurunan indeks juga dicatat oleh responden lulusan pascasarjana uang untuk pertama kalinya jatuh ke zona di bawah 100, anjlok hingga 11,5 ke level 94,3 pada Juni. Ini adalah persepsi terhadap ketersediaan lapangan kerja yang terendah dari lulusan pascasarjana di Indonesia sejak Juli 2022.
Bukan hanya lulusan SD dan pascasarjana saja yang indeksnya di bawah 100. Masyarakat lulusan SMP juga berada di zona pesimistis 99,7. Hanya lulusan sarjana saja yang masih di zona optimistis di 104,8 pada Juni lalu.
Ekspektasi ke Depan
Suramnya persepsi terhadap ketersediaan pekerjaan saat ini bagi mayoritas masyarakat Indonesia dari berbagai jenjang pendidikan, menjadi faktor yang paling mempengaruhi penurunan keyakinan kalangan ini.
Pada Juni, penduduk lulusan pascasarjana dan sekolah dasar keluar sebagai kelompok yang menurun keyakinannya terhadap situasi ekonomi ke depan.
Kelompok pascasarjana juga yang paling berkurang optimismenya terhadap kondisi kegiatan usaha di masa mendatang sehingga ekspektasi terhadap ekonomi ke depan juga melemah.
Namun, kalangan ini masih mempertahankan optimisme bahwa enam bulan ke depan ketersediaan lapangan kerja akan membaik yang diharapkan bisa mendukung perbaikan kondisi penghasilan ke depan.
Sinyal Krisis
Situasi ketenagakerjaan di Indonesia memang tidak sedang baik-baik saja. Pengangguran terus meningkat terutama di kalangan dengan jenjang pendidikan tinggi.
Mengacu laporan ketenagakerjaan terakhir yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik per Februari lalu, pengangguran di Indonesia saat ini didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Pada saat yang sama, terjadi kenaikan tren pengangguran pada lulusan perguruan tinggi.
Dua hal itu melontarkan sinyal yang mengkhawatirkan tentang makin sulitnya ketersediaan lapangan kerja yang mampu menyerap lulusan pendidikan tinggi, serta dugaan ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan industri sehingga lulusan menengah atas juga kesulitan terserap di pasar kerja.
Sampai akhir Februari, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 4,76%, rasio terendah setelah masa pandemi.
Namun, dari sisi jumlah, persentase itu setara dengan 7,28 juta orang pengangguran saat ini, lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Dari jumlah tersebut, lulusan SMA menyumbang porsi pengangguran terbesar yaitu hingga 28,01%, lalu tamatan SMK sebanyak 22,37%, disusul lulusan SD atau lebih rendah sebanyak 17,09%.
Lalu, pengangguran tamatan SMP menyumbang 16,20%. Disusul oleh pengangguran tamatan diploma IV hingga S-3 sebanyak 13,89%, juga lulusan diploma I-III mencapai 2,44%.
Apabila melihat tingkat pengangguran berdasarkan pendidikan tertinggi, tamatan SMA dan SMK mencatat angka terendah dalam tiga tahun terakhir, menjadi masing-masing sebesar 6,35% dan 8%, dibanding 2023 yang mencapai 7,69% dan 9,60%.
Hal itu berkebalikan dengan tren tingkat pengangguran lulusan universitas atau perguruan tinggi yang terus meningkat secara konsisten dalam empat tahun terakhir.
Per Februari 2025, tingkat pengangguran lulusan universitas menyentuh level tertinggi sejak 2021, di angka 6,23%.
Proporsi jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi (diploma IV, S1 hingga S3), juga terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada Februari 2023, 'sumbangan' terhadap jumlah penganggur mencapai 9,43%. Persentasenya meningkat pada Februari 2024 menjadi 12,21%, dan pada Februari 2025 makin tinggi mencapai 13,89%. Angka itu setara dengan 1,01 juta lulusan sarjana yang masih menganggur.
Tingkat pengangguran dari kalangan pendidikan tinggi yang terus meningkat adalah sinyal bahaya yang perlu diwaspadai.
Melansir kajian yang pernah dilakukan oleh LPEM Universitas Indonesia beberapa waktu lalu, didapati fenomena menarik. Ketika terjadi kemerosotan ekonomi, tingkat pengangguran individu dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi cenderung meningkat lebih tajam dibanding pengangguran dengan jenjang pendidikan lebih rendah.
Pada tahun 1998, misalnya, tingkat pengangguran lulusan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi masing-masing sebesar 10,95% dan 11,00%, sementara tingkat pengangguran untuk individu yang tidak memiliki pendidikan formal atau hanya berpendidikan dasar jauh lebih rendah, yaitu 1,04% dan 2,70%.
Pola yang sama muncul selama krisis 2008, dengan tingkat pengangguran untuk kelompok terdidik mencapai 11%-12%, sementara tingkat pengangguran untuk kelompok yang kurang terdidik tetap di bawah 6%.
Tingkat pengangguran yang lebih tinggi di antara kelompok berpendidikan menunjukkan peningkatan persaingan untuk pekerjaan bergaji tinggi di sektor modern.
Dalam konteks saat ini, demikian menurut kajian para ekonomi UI di antaranya Jehan Rezki, Teuku Riefky dan kolega, peningkatan pengangguran lulusan universitas yang signifikan, mencerminkan tren yang diamati pada krisis ekonomi di masa lalu. Yakni jadi salah satu indikator terjadinya kemerosotan ekonomi dan kerentanan pasar kerja.
"Pergeseran ini menunjukkan bahwa, seperti yang terlihat pada krisis-krisis sebelumnya, individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi menghadapi lebih banyak tantangan dalam mendapatkan pekerjaan," kata ekonom UI.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ah-cari-kerja/
Ini data yg coba disembunyikan sama Kemenaker..
Tapi kebongkar juga sama BI dan BPS..
Bak lingkaran setan, lapangan kerja yang sempit ketika kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terdengar, makin menambah suram gambaran perekonomian ke depan yang juga menghadapi perang dagang.
Mengacu laporan terbaru Survei Konsumen yang dilansir oleh Bank Indonesia pada awal pekan ini, mayoritas masyarakat menilai ketersediaan lapangan kerja sekarang makin sempit dibanding enam bulan lalu, terindikasi dari penurunan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini yang terpangkas lagi untuk dua bulan berturut-turut ke zona pesimistis 94,1, level terburuk sejak Maret 2022 silam.
Masyarakat tamatan sekolah dasar dan pascasarjana menjadi kalangan yang paling merasakan sempitnya lapangan kerja di Indonesia saat ini.
Lulusan SD, misalnya, indeksnya pada Juni berada di level pesimistis di bawah 100, tepatnya di posisi 88, terendah sejak Maret 2022 juga. Dua bulan beruntun, indeks pekerjaan kelompok ini berada di zona pesimistis.
Penurunan indeks juga dicatat oleh responden lulusan pascasarjana uang untuk pertama kalinya jatuh ke zona di bawah 100, anjlok hingga 11,5 ke level 94,3 pada Juni. Ini adalah persepsi terhadap ketersediaan lapangan kerja yang terendah dari lulusan pascasarjana di Indonesia sejak Juli 2022.
Bukan hanya lulusan SD dan pascasarjana saja yang indeksnya di bawah 100. Masyarakat lulusan SMP juga berada di zona pesimistis 99,7. Hanya lulusan sarjana saja yang masih di zona optimistis di 104,8 pada Juni lalu.
Ekspektasi ke Depan
Suramnya persepsi terhadap ketersediaan pekerjaan saat ini bagi mayoritas masyarakat Indonesia dari berbagai jenjang pendidikan, menjadi faktor yang paling mempengaruhi penurunan keyakinan kalangan ini.
Pada Juni, penduduk lulusan pascasarjana dan sekolah dasar keluar sebagai kelompok yang menurun keyakinannya terhadap situasi ekonomi ke depan.
Kelompok pascasarjana juga yang paling berkurang optimismenya terhadap kondisi kegiatan usaha di masa mendatang sehingga ekspektasi terhadap ekonomi ke depan juga melemah.
Namun, kalangan ini masih mempertahankan optimisme bahwa enam bulan ke depan ketersediaan lapangan kerja akan membaik yang diharapkan bisa mendukung perbaikan kondisi penghasilan ke depan.
Sinyal Krisis
Situasi ketenagakerjaan di Indonesia memang tidak sedang baik-baik saja. Pengangguran terus meningkat terutama di kalangan dengan jenjang pendidikan tinggi.
Mengacu laporan ketenagakerjaan terakhir yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik per Februari lalu, pengangguran di Indonesia saat ini didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Pada saat yang sama, terjadi kenaikan tren pengangguran pada lulusan perguruan tinggi.
Dua hal itu melontarkan sinyal yang mengkhawatirkan tentang makin sulitnya ketersediaan lapangan kerja yang mampu menyerap lulusan pendidikan tinggi, serta dugaan ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan industri sehingga lulusan menengah atas juga kesulitan terserap di pasar kerja.
Sampai akhir Februari, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 4,76%, rasio terendah setelah masa pandemi.
Namun, dari sisi jumlah, persentase itu setara dengan 7,28 juta orang pengangguran saat ini, lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Dari jumlah tersebut, lulusan SMA menyumbang porsi pengangguran terbesar yaitu hingga 28,01%, lalu tamatan SMK sebanyak 22,37%, disusul lulusan SD atau lebih rendah sebanyak 17,09%.
Lalu, pengangguran tamatan SMP menyumbang 16,20%. Disusul oleh pengangguran tamatan diploma IV hingga S-3 sebanyak 13,89%, juga lulusan diploma I-III mencapai 2,44%.
Apabila melihat tingkat pengangguran berdasarkan pendidikan tertinggi, tamatan SMA dan SMK mencatat angka terendah dalam tiga tahun terakhir, menjadi masing-masing sebesar 6,35% dan 8%, dibanding 2023 yang mencapai 7,69% dan 9,60%.
Hal itu berkebalikan dengan tren tingkat pengangguran lulusan universitas atau perguruan tinggi yang terus meningkat secara konsisten dalam empat tahun terakhir.
Per Februari 2025, tingkat pengangguran lulusan universitas menyentuh level tertinggi sejak 2021, di angka 6,23%.
Proporsi jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi (diploma IV, S1 hingga S3), juga terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada Februari 2023, 'sumbangan' terhadap jumlah penganggur mencapai 9,43%. Persentasenya meningkat pada Februari 2024 menjadi 12,21%, dan pada Februari 2025 makin tinggi mencapai 13,89%. Angka itu setara dengan 1,01 juta lulusan sarjana yang masih menganggur.
Tingkat pengangguran dari kalangan pendidikan tinggi yang terus meningkat adalah sinyal bahaya yang perlu diwaspadai.
Melansir kajian yang pernah dilakukan oleh LPEM Universitas Indonesia beberapa waktu lalu, didapati fenomena menarik. Ketika terjadi kemerosotan ekonomi, tingkat pengangguran individu dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi cenderung meningkat lebih tajam dibanding pengangguran dengan jenjang pendidikan lebih rendah.
Pada tahun 1998, misalnya, tingkat pengangguran lulusan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi masing-masing sebesar 10,95% dan 11,00%, sementara tingkat pengangguran untuk individu yang tidak memiliki pendidikan formal atau hanya berpendidikan dasar jauh lebih rendah, yaitu 1,04% dan 2,70%.
Pola yang sama muncul selama krisis 2008, dengan tingkat pengangguran untuk kelompok terdidik mencapai 11%-12%, sementara tingkat pengangguran untuk kelompok yang kurang terdidik tetap di bawah 6%.
Tingkat pengangguran yang lebih tinggi di antara kelompok berpendidikan menunjukkan peningkatan persaingan untuk pekerjaan bergaji tinggi di sektor modern.
Dalam konteks saat ini, demikian menurut kajian para ekonomi UI di antaranya Jehan Rezki, Teuku Riefky dan kolega, peningkatan pengangguran lulusan universitas yang signifikan, mencerminkan tren yang diamati pada krisis ekonomi di masa lalu. Yakni jadi salah satu indikator terjadinya kemerosotan ekonomi dan kerentanan pasar kerja.
"Pergeseran ini menunjukkan bahwa, seperti yang terlihat pada krisis-krisis sebelumnya, individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi menghadapi lebih banyak tantangan dalam mendapatkan pekerjaan," kata ekonom UI.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ah-cari-kerja/
Ini data yg coba disembunyikan sama Kemenaker..

Tapi kebongkar juga sama BI dan BPS..







dragonflyleg430 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
596
59


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan