- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KUMISKINKAN DULU KAMU, MAS!


TS
mangdana1984
KUMISKINKAN DULU KAMU, MAS!
[Kak, bisa ngerjain henna tangan buat tanggal 20 Agustus ini?]
Sebuah chat masuk pagi itu, saat aku baru selesai menyuapi Rangga, putraku yang berusia empat tahun di teras depan rumah.
[Insyaallah bisa Kak, mau buat acara pernikahan atau pertunangan?]
Langsung kubalas chat tersebut, rejeki tak boleh di tolak, dan saat kuingat-ingat pada tanggal itu aku tak ada pesanan.
[Pernikahan Kak. Aku mau yang henna putih sama nail art-nya sekalian, bisa minta list harga?]
[Bisa Kak. Untuk henna putih untuk sepasang tangan mulai tiga ratus ribu hingga tujuh ratus ribu rupiah, dan untuk henna maroon mulai dua ratus hingga lima ratus ribu rupiah. Untuk nail art mulai harga seratus hingga dua ratus lima puluh ribu Kak, semua tergantung model yang dipilih ya.]
[Itu sudah nggak nambah uang buat transport Kakak ke rumahku 'kan?]
[Benar Kak, itu sudah all in, tak ada biaya tambahan lagi.]
[Oke kalau begitu nanti kirim foto-fotonya ya Kak. Aku pinginya yang kelihatan eksclusive gitu, meski mahal nggak jaddi masalah deh. Nanti rekomendasikan pula yang menurut Kakak paling bagus.]
[Siap Kak. Ini dengan Kakak siapa ya?]
[Aku Karenina Kak, tadi aku sudah kirim pertemanan ke fb Kak Rury, tapi belum diterima.]
[Oh maaf ya Kak, soalnya kalau pagi masih ribet ngurus anak nih, setelah ini ku konfirmasi dan ku kirim foto-fotonya di sini ya. Aku simpan kontaknya ya Kak.]
[Oke Kak, ditunggu. Iya nomer Kak Rury juga sudah aku simpan kok.]
[Terima kasih Kak]
Setelah menyimpan kontaknya dengan nama Costumer Karen, aku langsung mengirim beberapa foto-foto yang tadi di mintanya.
"Mama, Rangga mau maem buah," ucap putraku yang bicaranya sudah tak cadel lagi.
"Mau maem buah apa Sayang?" jawabku sambil mengelap pucuk bibirnya yang sedikit belepotan karena makan tadi.
"Mau apel sama semangka," jawabnya sambil tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang mulai sedikit gigis.
"Iya Sayang, sebentar ya, biar dikupasin sama Bik Nurma dulu ya..."
Rangga mengangguk dan kembali bermain dengan mobil-mobilannya.
"Bik, tolong kupasin apel sama semangka sebentar ya," kataku pada asisten rumah tangga yang saat itu sedang menyapu.
"Baik, Bu," jawabnya sambil masuk ke dalam rumah.
Aku masih menunggu balasan dari pemesan baruku itu, sudah centang dua biru semua, mungkin dia sedang memilih-milih dan bingung dengan banyaknya pilihan yang kukirimkan.
"Ma, Papa kapan pulang, Rangga kangen nih..." celetuk Rangga sambil bermain.
"Nanti malam atau besok pagi gitu Sayang, kata Papa. Masak sih baru di tinggal Papa dua hari saja sudah kangen?"
"Iya kangen banget, Ma. Kan kalau pulang Papa selalu beliin Rangga mainan, jadi Rangga selalu kangen dengan kepulangan Papa, hehehe," jawab Rangga sambil tersenyum.
"Berarti kangen sama mainannya aja dong Sayang, nggak kangen sama Papa?" tanyaku mencoba menggodannya.
"Emmm...dua-duanya sih Ma. Mama teleponin video Papa dong, Rangga mau pesen mainan," ucap Rangga yang kini telah berdiri di samping tempat dudukku.
"Iya...iya ayok."
Aku pun langsung mencoba mem-video call, Mas Satria-suamiku. Kebiasaan Rangga jika sudah kangen sama Papanya pasti langsung minta video call. Dia langsung girang saat tahu aku sedang menelepon Papanya. Namun tiga kali panggilanku tak mendapat respon dari Mas Satria.
"Sepertinya Papa sedang sibuk Sayang atau malah masih bobok, nanti siangan saja ya kita telepon lagi," bujukku pada Rangga yang teihat kecewa.
"Ngga mau! Pokoknya Rangga maunya sekarang, kangen banget nih sama Papa, Ma!" Rangga mulai merajuk.
Aku kemudian mencoba menelepon Mas Satria lagi, meski berdering, namun tak dihiraukannya panggilanku ini. Aku kemudian mengirim pesan padanya.
[Pa, lagi repot atau lagi ngapain sih? Nih Rangga kangen katanya minta vc, angkat sebentar dong!]
Tak lama chat yang kukirim berubah menjadi centang biru, berarti sudah dibuka, dan terlihat Mas Satria sedang mengetik.
[Aku lagi sama orang-orang kantor nih, Ma. Nggak enaklah,]
[Bentar aja, Pa. Tau sendirikan Rangga bisa nangis seharian kalau sedang kangen kamu.]
[Ya sudah bentar saja ya. Biar aku yang telepon saja.]
"Sayang sini dipangku mama, Papa mau vc nih. Tapi sebentar saja ya, soalnya Papa kan lagi sibuk," ucapku sambil mengangkat Rangga yang terlihat amat bahagia.
"Assalamualaikum anak ganteng papa," ucap Mas Satrio saat vc itu di mulai.
"Waalaikumsalam, Pa. Kapan pulang Rangga kangen!" teriak anakku saking girangnya.
"Besok pagi Sayang, mau dibawain mainan apa nih?" tanya Mas Satrio.
Kubiarkan anak dan suamiku itu mengobrol lewat vc, pikiranku justru tertuju pada backgroud tempat duduk Mas Satrio. Terdapat korden dan tivi Lcd yang menggantung di tembok dibawah sebuah AC, mirip sekali seperti di sebuah kamar, tepatnya seperti kamar hotel.
Bukankah tadi dia bilang sedang bersama orang-orang kantor, tapi kok kayak di kamar sih? Jangan-jangan? Aku kemudian mencoba menepis pikiran buruk itu, siapa tahu itu memang ada di ruangan kantor, bisa jadi 'kan? Hingga kemudian kudengar suara seorang perempuan tertawa lirih dan berkata, "ihhh nakal deh!" . Aku sangat yakin suara itu berasal dari sekitar Mas Satrio, suara manja seorang wanita yang sedang di goda.
"Asyik buahnya datang!" Rangga beralih menuju meja kecil yang berada di sampingku, saat pesananya dibawakan oleh Bik Nurma.
Aku kemudian berdiri dan berjalan sedikit menjauh dari Rangga, dengan video call yang masih tersambung. Aku ingin menanyakan kejanggalan tadi pada Mas Satrio.
"Pa baru saja aku mendengar suara manja seorang perempuan di sana, kamu sedang berada di mana sebenarnya?"
Mas Satrio terlihat kikuk, mendengar pertanyaanku barusan. Tentu saja hal itu membuatku makin curiga.
"Oh...oh...ini orang kantor kan ada juga yang cewek, Ma. Lagi bercanda saja tadi," jawabnya sambil tersenyum, namun hal itu tak bisa kupercaya, karena suara wanita tadi terkesan sangat manja sekali.
"Hemmm benarkah, coba dong kamu arahin kameranya ke orang-orang kantor itu!" titahku spontan.
"Aduh kamu ini ada-ada saja. Malulah aku sama mereka, dikira apaan nanti. Sudah dulu, Ma, nanti malam aku telepon lagi. Assamualaikum."
Tanpa persetujuan dariku, Mas Satrio langsung mematikan panggilan itu, kebiasaan banget.
Aku kembali duduk di samping Rangga yang sedang makan buah, sambil terus memikirkan suara wanita tadi. Dan tentu saja hal itu membuatku berpikir kemana-mana. Hingga kemudian ada chat masuk, dan aku pun langsung membukanya.
[Kak, aku pilih henna putihnya dan nail artnya yang ini aja ya. Ini tadi pilihan calon suamiku loh, katanya pas banget buat aku, cantik. Berapa semuanya Kak?]
Ternyata itu chat dari Karen, yang disertai dua buah foto henna putih dan nail art pilihannya. Bagus memang dan ini menjadi yang paling mahal di koleksiku.
[Wah pilihan yang tepat itu Kak, pintar sekali calon suaminya milih. Semuanya sembilan ratus ribu rupiah Kak, all in.]
[Oke Kak kalau begitu aku mau. Nanti ku-sharelok lokasi rumahku ya Kak, soalnya ini masih di hotel, hehehe.]
[Siap Kak, ditunggu segera ya, biar aku pelajari lokasinya dan nggak bingung saat hari H. Kan tinggal tujuh hari saja nih, Kak. Terima kasih banyak ya.]
[Sama-sama Kak. Pasti setelah sampai rumah, akan segera ku kirim shareloknya. Maaf ya Kak mendadak, soalnya rencana nikahnya juga mendadak banget sih, hehehe.]
[Iya nggak apa-apa Kak, semoga semuanya lancar hingga hari H ya.]
Pikiran burukku pada Mas Satrio seketika menghilang, karena terkalahkan dengan bahagianya mendapat orderan kali ini, karena sudah sekitar sebulan tak ada pesanan sama sekali, karena memang sebenarnya sedang tak musim nikahan sih.
Aku membuka jasa henna ini memang masih dua bulanan, sebenarnya bukan karena ingin dapat uang, namun karena aku suka sekali menggambar cantik, hingga ada suatu kepuasan tersendiri, jika melihat tangan cantik para pengantin wanita hasil karyaku itu.
Aku mencoba berbaik sangka lagi pada suamiku, mungkin saja yang dikatakannya tadi ada benarnya, bukankah di kantor ada juga pegawai wanita? Mungkin aku saja yang terlalu parno karena seringnya mendengar perselingkuhan dari suami teman-temanku.
Iseng kemudian aku melihat status wa teman-temanku, hal yang biasa dilakukan emak-emak untuk menghilangkan kegabutannya. Nampak di deret paling atas ada nama 'Costumer Karen', dan tentu saja aku langsung membuka status dari pelanggan baruku itu.
INDAHNYA DUNIA BILA BERSAMAMU SAYANG
Begitu status itu ditulis dengan disertai sebuah foto seorang wanita cantik berambut pirang sedang memeluk mesra seorang lelaki berambut gondrong yang dikuncir keatas. Dan laki-laki itu tak lain adalah Mas Satrio-suamiku, yang tadi baru saja vc denganku dan Rangga dengan memakain kaos warna putih yang sama.
***
Begitu status itu ditulis dengan disertai sebuah foto seorang wanita cantik berambut pirang sedang memeluk mesra seorang lelaki berambut gondrong yang dikuncir keatas. Dan laki-laki itu tak lain adalah Mas Satrio-suamiku, yang tadi baru saja vc denganku dan Rangga dengan memakain kaos warna putih yang sama.
Seketika hatiku langsung hancur berkeping-keping, dunia seakan runtuh. Mas Satria, suami yang telah kutemani dari nol dan kini sukses, malah tega menduakanku. Sifatnya yang Family Man, membuatku tak pernah curiga selama ini, ketika dia pamit keluar kota.
Kupandangi wajah Karen yang memang cantik dengan make up paripurnanya, jauh...jauh berbeda denganku yang memang selalu tampil sederhana dan apa adanya. Jika dilihat usia Karen pun memang lebih muda dariku, apakah ini alasan Mas Satria menduakanku? Atau apa?
Air mata berebut mencoba lolos dari pelupuk mataku, namun kutahan, tak benar rasanya jika aku menangisi orang jahat seperti Mas Satrio itu. Sebenarnya hatiku ingin sekali langsung menelepon dan memarahi keduanya, namun kurasa ini adalah hal yang salah, rasanya terlalu ringan hukuman yang kuberikan. Lebih baik kini aku pura-pura diam dan mencari keterangan lebih lanjut.
Dari cerita teman-temanku, alangkah baiknya saat diselingkuhi suami seperti ini, kita tak boleh langsung mengamuk seperti kerasukan setan, lebih baik tetap tenang dah mengamankan semua aset yang ada. Yah, cara itu yang akan coba kulakukan saat ini, meski hati rasanya bak tertusuk duri. Kuat, aku harus jadi wanita kuat, demi Rangga juga.
Aku pun kemudian mengirim chat kembali pada Karen, dengan menyertakan foto statusnya barusan.
[Ini calon suaminya ya, Kak?]
Chatku itu ternyata langsung dibaca dan dibalas olehnya.
[Iya Kak, cocok nggak sih?]
Seperti tersengat listrik, kembali hatiku sakit saat membaca balasan dari Karen tersebut. Airmata yang dari tadi kutahan, ternyata akhirnya luruh juga, kenapa semua bisa serba kebetulan seperti ini? Apa memang ini petunjuk dari Allah yang memberitahuku seperti apa kelakuan suamiku di luar sana? Agar aku tak terus-terusan menjadi budak cintanya.
"Mama kenapa nangis?!" celoteh Rangga membuyarkan lamunanku.
Segera ku hapus airmata ini, aku tak sadar ternyata anakku itu tengah mengawasiku.
"Ah, nggak kok sayang, mata mama cuma kelilipan saja, tuh sudah nggak 'kan?" jawabku sambil mencoba tersenyum.
"Oo...Papa jadi pulang kapan Ma? Nanti atau besok?" tanya Rangga lagi dengan polosnya.
Mendengar perranyaanya itu, seketika langsung kupeluk buah hatiku itu. Kasihan sekali, di sini dia sedang merindukan Papanya , tapi di sana Mas Satrio malah main gila dan berencana akan segera menikah dengan selingkuhannya itu.
"Kok Mama tiba-tiba meluk sih? Terus kok nangis lagi?" tanya Rangga lagi sambil mengurai pelukanku.
"Nggak kenapa-kenapa, cuma pingin meluk saja, dan mama nangis karena sayang banget sama Rangga, Nak," ucapku kembali berbohong.
"Sudah...sudah Ma, jangan nangis lagi , Rangga juga sayang kok sama Mama dan Papa, sayang banget deh," ucap Rangga sambil menghapus airmataku.
Mendengar ucapan Rangga itu, membuatku sedikit dilema, haruskah aku memisahkannya dengan Mas Satrio? Sedangkan dia sangat menyayangi Papanya itu, ditinggal sebentar saja sudah bingung mencari, apalagi kalau misalnya kita jadi pisah nanti? Apa iya aku harus mengorbankannya demi perasanku ini?
"Terima kasih Sayang..."ucapku sambil menciumi wajahnya, "ya sudah, sekarang Rangga lanjutin mainnya ya Sayang," kataku yang di jawab oleh anggukannya.
Ini masih awal, berbagai kemungkinan bisa terjadi nantinya. Yang penting sekarang aku harus cari informasi dan mengamankan apa yang bisa kubawa dari sini, jika saja nanti kemungkinan terburuk akan terjadi, dan tetap aku kuat dan tak boleh lemah. Kulanjutkan kembali berkirim pesan dengan selingkuhan suamiku itu.
[Wah, serasi sekali Kak. Kok kayaknya wajahnya nggak asing gitu ya Kak, orang mana sih calon suaminya? Jangan-jangan malah tetanggaku, hehehe.]
[Kayaknya bukan deh Kak, dia ini berasal dari Surabaya kok, lumayan jauh dari kota kita. Ooo...mungkin wajahnya memanfamiliar, karena kulihat Kakak dan calon suamiku ini berteman di fb kok. Itu, yang namanya Satrio Bimo. Itu loh yang sering upload foto-foto sambil memamerkan tubuhnya yang atletis. Memang banyak sih wanita yang mengidamkannya, pasti Kakak juga, iya kan?!]
Berarti Karen ini sudah mengubek-ubek fbku, nyatanya dia sampai tahu pertemananku. Aku memang berteman dengan Mas Satrio di fb, tapi mungkin karena tak pernah saling like dan komen di tiap status, mangkanya kami seperti tak kenal. Dan di fb, aku sama sekali tak upload fotoku atau keluargaku, yang ada hanya status meneruskan postingan orang lain yang kurasa bermanfaat. Untuk promo jasa henna pun hanya kulakukan di grup-grup promosi daerah saja.
Tunggu, di akun fb itu, Mas Satrio kayaknya beberapa kali mengupload foto Rangga, namun memang tak pernah upload foto bersamaku. Apa itu berarti si Karen tahu jika dia laki-laki yang sudah menikah? Aku harus menanyakan hal itu.
[Oh iya, Kak. Aku baru ingat, tampan sih, mangaknya banyak cewek yang nge-fans. Tapi kok kulihat dia beberapa kali posting foto bersama anak kecil sih, itu anaknya? Atau keponakannya Kak?]
Tanyaku langsung menjurus, tak sabar aku menanti jawaban apa yang akan diberikan oleh si Karen ini.
[Cowok kecil ganteng itu, anaknya Kak. Dia memang duda, sudah bercerai selama setahun, karena istrinya ketahuan selingkuh. Tragis Kan? Bodoh banget kurasa mantan istrinya itu, lelaki sebaik dan setampan Mas Bimo kok masih diselingkuhin. Bener nggak Kak?]
Keterlaluan sekali Mas Satrio mengaku duda dan malah mengatakan hal buruk tentangku. Ini berarti si Karen hanya terpedaya oleh bujuk rayunya saja. Hemmm...tak akan aku biarkan pernikahanmu itu sukses Mas, lihat saja apa yang akan kulakukan. Istri yang selalu nurut padamu ini, akan berubah menjadi musuh dalam selimut untukmu.
Terusan ceritanya bisa dibaca di PlayStore, cari saja novel judul: KUMISKINKAN DULU KAMU, MAS!
Sebuah chat masuk pagi itu, saat aku baru selesai menyuapi Rangga, putraku yang berusia empat tahun di teras depan rumah.
[Insyaallah bisa Kak, mau buat acara pernikahan atau pertunangan?]
Langsung kubalas chat tersebut, rejeki tak boleh di tolak, dan saat kuingat-ingat pada tanggal itu aku tak ada pesanan.
[Pernikahan Kak. Aku mau yang henna putih sama nail art-nya sekalian, bisa minta list harga?]
[Bisa Kak. Untuk henna putih untuk sepasang tangan mulai tiga ratus ribu hingga tujuh ratus ribu rupiah, dan untuk henna maroon mulai dua ratus hingga lima ratus ribu rupiah. Untuk nail art mulai harga seratus hingga dua ratus lima puluh ribu Kak, semua tergantung model yang dipilih ya.]
[Itu sudah nggak nambah uang buat transport Kakak ke rumahku 'kan?]
[Benar Kak, itu sudah all in, tak ada biaya tambahan lagi.]
[Oke kalau begitu nanti kirim foto-fotonya ya Kak. Aku pinginya yang kelihatan eksclusive gitu, meski mahal nggak jaddi masalah deh. Nanti rekomendasikan pula yang menurut Kakak paling bagus.]
[Siap Kak. Ini dengan Kakak siapa ya?]
[Aku Karenina Kak, tadi aku sudah kirim pertemanan ke fb Kak Rury, tapi belum diterima.]
[Oh maaf ya Kak, soalnya kalau pagi masih ribet ngurus anak nih, setelah ini ku konfirmasi dan ku kirim foto-fotonya di sini ya. Aku simpan kontaknya ya Kak.]
[Oke Kak, ditunggu. Iya nomer Kak Rury juga sudah aku simpan kok.]
[Terima kasih Kak]
Setelah menyimpan kontaknya dengan nama Costumer Karen, aku langsung mengirim beberapa foto-foto yang tadi di mintanya.
"Mama, Rangga mau maem buah," ucap putraku yang bicaranya sudah tak cadel lagi.
"Mau maem buah apa Sayang?" jawabku sambil mengelap pucuk bibirnya yang sedikit belepotan karena makan tadi.
"Mau apel sama semangka," jawabnya sambil tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang mulai sedikit gigis.
"Iya Sayang, sebentar ya, biar dikupasin sama Bik Nurma dulu ya..."
Rangga mengangguk dan kembali bermain dengan mobil-mobilannya.
"Bik, tolong kupasin apel sama semangka sebentar ya," kataku pada asisten rumah tangga yang saat itu sedang menyapu.
"Baik, Bu," jawabnya sambil masuk ke dalam rumah.
Aku masih menunggu balasan dari pemesan baruku itu, sudah centang dua biru semua, mungkin dia sedang memilih-milih dan bingung dengan banyaknya pilihan yang kukirimkan.
"Ma, Papa kapan pulang, Rangga kangen nih..." celetuk Rangga sambil bermain.
"Nanti malam atau besok pagi gitu Sayang, kata Papa. Masak sih baru di tinggal Papa dua hari saja sudah kangen?"
"Iya kangen banget, Ma. Kan kalau pulang Papa selalu beliin Rangga mainan, jadi Rangga selalu kangen dengan kepulangan Papa, hehehe," jawab Rangga sambil tersenyum.
"Berarti kangen sama mainannya aja dong Sayang, nggak kangen sama Papa?" tanyaku mencoba menggodannya.
"Emmm...dua-duanya sih Ma. Mama teleponin video Papa dong, Rangga mau pesen mainan," ucap Rangga yang kini telah berdiri di samping tempat dudukku.
"Iya...iya ayok."
Aku pun langsung mencoba mem-video call, Mas Satria-suamiku. Kebiasaan Rangga jika sudah kangen sama Papanya pasti langsung minta video call. Dia langsung girang saat tahu aku sedang menelepon Papanya. Namun tiga kali panggilanku tak mendapat respon dari Mas Satria.
"Sepertinya Papa sedang sibuk Sayang atau malah masih bobok, nanti siangan saja ya kita telepon lagi," bujukku pada Rangga yang teihat kecewa.
"Ngga mau! Pokoknya Rangga maunya sekarang, kangen banget nih sama Papa, Ma!" Rangga mulai merajuk.
Aku kemudian mencoba menelepon Mas Satria lagi, meski berdering, namun tak dihiraukannya panggilanku ini. Aku kemudian mengirim pesan padanya.
[Pa, lagi repot atau lagi ngapain sih? Nih Rangga kangen katanya minta vc, angkat sebentar dong!]
Tak lama chat yang kukirim berubah menjadi centang biru, berarti sudah dibuka, dan terlihat Mas Satria sedang mengetik.
[Aku lagi sama orang-orang kantor nih, Ma. Nggak enaklah,]
[Bentar aja, Pa. Tau sendirikan Rangga bisa nangis seharian kalau sedang kangen kamu.]
[Ya sudah bentar saja ya. Biar aku yang telepon saja.]
"Sayang sini dipangku mama, Papa mau vc nih. Tapi sebentar saja ya, soalnya Papa kan lagi sibuk," ucapku sambil mengangkat Rangga yang terlihat amat bahagia.
"Assalamualaikum anak ganteng papa," ucap Mas Satrio saat vc itu di mulai.
"Waalaikumsalam, Pa. Kapan pulang Rangga kangen!" teriak anakku saking girangnya.
"Besok pagi Sayang, mau dibawain mainan apa nih?" tanya Mas Satrio.
Kubiarkan anak dan suamiku itu mengobrol lewat vc, pikiranku justru tertuju pada backgroud tempat duduk Mas Satrio. Terdapat korden dan tivi Lcd yang menggantung di tembok dibawah sebuah AC, mirip sekali seperti di sebuah kamar, tepatnya seperti kamar hotel.
Bukankah tadi dia bilang sedang bersama orang-orang kantor, tapi kok kayak di kamar sih? Jangan-jangan? Aku kemudian mencoba menepis pikiran buruk itu, siapa tahu itu memang ada di ruangan kantor, bisa jadi 'kan? Hingga kemudian kudengar suara seorang perempuan tertawa lirih dan berkata, "ihhh nakal deh!" . Aku sangat yakin suara itu berasal dari sekitar Mas Satrio, suara manja seorang wanita yang sedang di goda.
"Asyik buahnya datang!" Rangga beralih menuju meja kecil yang berada di sampingku, saat pesananya dibawakan oleh Bik Nurma.
Aku kemudian berdiri dan berjalan sedikit menjauh dari Rangga, dengan video call yang masih tersambung. Aku ingin menanyakan kejanggalan tadi pada Mas Satrio.
"Pa baru saja aku mendengar suara manja seorang perempuan di sana, kamu sedang berada di mana sebenarnya?"
Mas Satrio terlihat kikuk, mendengar pertanyaanku barusan. Tentu saja hal itu membuatku makin curiga.
"Oh...oh...ini orang kantor kan ada juga yang cewek, Ma. Lagi bercanda saja tadi," jawabnya sambil tersenyum, namun hal itu tak bisa kupercaya, karena suara wanita tadi terkesan sangat manja sekali.
"Hemmm benarkah, coba dong kamu arahin kameranya ke orang-orang kantor itu!" titahku spontan.
"Aduh kamu ini ada-ada saja. Malulah aku sama mereka, dikira apaan nanti. Sudah dulu, Ma, nanti malam aku telepon lagi. Assamualaikum."
Tanpa persetujuan dariku, Mas Satrio langsung mematikan panggilan itu, kebiasaan banget.
Aku kembali duduk di samping Rangga yang sedang makan buah, sambil terus memikirkan suara wanita tadi. Dan tentu saja hal itu membuatku berpikir kemana-mana. Hingga kemudian ada chat masuk, dan aku pun langsung membukanya.
[Kak, aku pilih henna putihnya dan nail artnya yang ini aja ya. Ini tadi pilihan calon suamiku loh, katanya pas banget buat aku, cantik. Berapa semuanya Kak?]
Ternyata itu chat dari Karen, yang disertai dua buah foto henna putih dan nail art pilihannya. Bagus memang dan ini menjadi yang paling mahal di koleksiku.
[Wah pilihan yang tepat itu Kak, pintar sekali calon suaminya milih. Semuanya sembilan ratus ribu rupiah Kak, all in.]
[Oke Kak kalau begitu aku mau. Nanti ku-sharelok lokasi rumahku ya Kak, soalnya ini masih di hotel, hehehe.]
[Siap Kak, ditunggu segera ya, biar aku pelajari lokasinya dan nggak bingung saat hari H. Kan tinggal tujuh hari saja nih, Kak. Terima kasih banyak ya.]
[Sama-sama Kak. Pasti setelah sampai rumah, akan segera ku kirim shareloknya. Maaf ya Kak mendadak, soalnya rencana nikahnya juga mendadak banget sih, hehehe.]
[Iya nggak apa-apa Kak, semoga semuanya lancar hingga hari H ya.]
Pikiran burukku pada Mas Satrio seketika menghilang, karena terkalahkan dengan bahagianya mendapat orderan kali ini, karena sudah sekitar sebulan tak ada pesanan sama sekali, karena memang sebenarnya sedang tak musim nikahan sih.
Aku membuka jasa henna ini memang masih dua bulanan, sebenarnya bukan karena ingin dapat uang, namun karena aku suka sekali menggambar cantik, hingga ada suatu kepuasan tersendiri, jika melihat tangan cantik para pengantin wanita hasil karyaku itu.
Aku mencoba berbaik sangka lagi pada suamiku, mungkin saja yang dikatakannya tadi ada benarnya, bukankah di kantor ada juga pegawai wanita? Mungkin aku saja yang terlalu parno karena seringnya mendengar perselingkuhan dari suami teman-temanku.
Iseng kemudian aku melihat status wa teman-temanku, hal yang biasa dilakukan emak-emak untuk menghilangkan kegabutannya. Nampak di deret paling atas ada nama 'Costumer Karen', dan tentu saja aku langsung membuka status dari pelanggan baruku itu.
INDAHNYA DUNIA BILA BERSAMAMU SAYANG
Begitu status itu ditulis dengan disertai sebuah foto seorang wanita cantik berambut pirang sedang memeluk mesra seorang lelaki berambut gondrong yang dikuncir keatas. Dan laki-laki itu tak lain adalah Mas Satrio-suamiku, yang tadi baru saja vc denganku dan Rangga dengan memakain kaos warna putih yang sama.
***
Begitu status itu ditulis dengan disertai sebuah foto seorang wanita cantik berambut pirang sedang memeluk mesra seorang lelaki berambut gondrong yang dikuncir keatas. Dan laki-laki itu tak lain adalah Mas Satrio-suamiku, yang tadi baru saja vc denganku dan Rangga dengan memakain kaos warna putih yang sama.
Seketika hatiku langsung hancur berkeping-keping, dunia seakan runtuh. Mas Satria, suami yang telah kutemani dari nol dan kini sukses, malah tega menduakanku. Sifatnya yang Family Man, membuatku tak pernah curiga selama ini, ketika dia pamit keluar kota.
Kupandangi wajah Karen yang memang cantik dengan make up paripurnanya, jauh...jauh berbeda denganku yang memang selalu tampil sederhana dan apa adanya. Jika dilihat usia Karen pun memang lebih muda dariku, apakah ini alasan Mas Satria menduakanku? Atau apa?
Air mata berebut mencoba lolos dari pelupuk mataku, namun kutahan, tak benar rasanya jika aku menangisi orang jahat seperti Mas Satrio itu. Sebenarnya hatiku ingin sekali langsung menelepon dan memarahi keduanya, namun kurasa ini adalah hal yang salah, rasanya terlalu ringan hukuman yang kuberikan. Lebih baik kini aku pura-pura diam dan mencari keterangan lebih lanjut.
Dari cerita teman-temanku, alangkah baiknya saat diselingkuhi suami seperti ini, kita tak boleh langsung mengamuk seperti kerasukan setan, lebih baik tetap tenang dah mengamankan semua aset yang ada. Yah, cara itu yang akan coba kulakukan saat ini, meski hati rasanya bak tertusuk duri. Kuat, aku harus jadi wanita kuat, demi Rangga juga.
Aku pun kemudian mengirim chat kembali pada Karen, dengan menyertakan foto statusnya barusan.
[Ini calon suaminya ya, Kak?]
Chatku itu ternyata langsung dibaca dan dibalas olehnya.
[Iya Kak, cocok nggak sih?]
Seperti tersengat listrik, kembali hatiku sakit saat membaca balasan dari Karen tersebut. Airmata yang dari tadi kutahan, ternyata akhirnya luruh juga, kenapa semua bisa serba kebetulan seperti ini? Apa memang ini petunjuk dari Allah yang memberitahuku seperti apa kelakuan suamiku di luar sana? Agar aku tak terus-terusan menjadi budak cintanya.
"Mama kenapa nangis?!" celoteh Rangga membuyarkan lamunanku.
Segera ku hapus airmata ini, aku tak sadar ternyata anakku itu tengah mengawasiku.
"Ah, nggak kok sayang, mata mama cuma kelilipan saja, tuh sudah nggak 'kan?" jawabku sambil mencoba tersenyum.
"Oo...Papa jadi pulang kapan Ma? Nanti atau besok?" tanya Rangga lagi dengan polosnya.
Mendengar perranyaanya itu, seketika langsung kupeluk buah hatiku itu. Kasihan sekali, di sini dia sedang merindukan Papanya , tapi di sana Mas Satrio malah main gila dan berencana akan segera menikah dengan selingkuhannya itu.
"Kok Mama tiba-tiba meluk sih? Terus kok nangis lagi?" tanya Rangga lagi sambil mengurai pelukanku.
"Nggak kenapa-kenapa, cuma pingin meluk saja, dan mama nangis karena sayang banget sama Rangga, Nak," ucapku kembali berbohong.
"Sudah...sudah Ma, jangan nangis lagi , Rangga juga sayang kok sama Mama dan Papa, sayang banget deh," ucap Rangga sambil menghapus airmataku.
Mendengar ucapan Rangga itu, membuatku sedikit dilema, haruskah aku memisahkannya dengan Mas Satrio? Sedangkan dia sangat menyayangi Papanya itu, ditinggal sebentar saja sudah bingung mencari, apalagi kalau misalnya kita jadi pisah nanti? Apa iya aku harus mengorbankannya demi perasanku ini?
"Terima kasih Sayang..."ucapku sambil menciumi wajahnya, "ya sudah, sekarang Rangga lanjutin mainnya ya Sayang," kataku yang di jawab oleh anggukannya.
Ini masih awal, berbagai kemungkinan bisa terjadi nantinya. Yang penting sekarang aku harus cari informasi dan mengamankan apa yang bisa kubawa dari sini, jika saja nanti kemungkinan terburuk akan terjadi, dan tetap aku kuat dan tak boleh lemah. Kulanjutkan kembali berkirim pesan dengan selingkuhan suamiku itu.
[Wah, serasi sekali Kak. Kok kayaknya wajahnya nggak asing gitu ya Kak, orang mana sih calon suaminya? Jangan-jangan malah tetanggaku, hehehe.]
[Kayaknya bukan deh Kak, dia ini berasal dari Surabaya kok, lumayan jauh dari kota kita. Ooo...mungkin wajahnya memanfamiliar, karena kulihat Kakak dan calon suamiku ini berteman di fb kok. Itu, yang namanya Satrio Bimo. Itu loh yang sering upload foto-foto sambil memamerkan tubuhnya yang atletis. Memang banyak sih wanita yang mengidamkannya, pasti Kakak juga, iya kan?!]
Berarti Karen ini sudah mengubek-ubek fbku, nyatanya dia sampai tahu pertemananku. Aku memang berteman dengan Mas Satrio di fb, tapi mungkin karena tak pernah saling like dan komen di tiap status, mangkanya kami seperti tak kenal. Dan di fb, aku sama sekali tak upload fotoku atau keluargaku, yang ada hanya status meneruskan postingan orang lain yang kurasa bermanfaat. Untuk promo jasa henna pun hanya kulakukan di grup-grup promosi daerah saja.
Tunggu, di akun fb itu, Mas Satrio kayaknya beberapa kali mengupload foto Rangga, namun memang tak pernah upload foto bersamaku. Apa itu berarti si Karen tahu jika dia laki-laki yang sudah menikah? Aku harus menanyakan hal itu.
[Oh iya, Kak. Aku baru ingat, tampan sih, mangaknya banyak cewek yang nge-fans. Tapi kok kulihat dia beberapa kali posting foto bersama anak kecil sih, itu anaknya? Atau keponakannya Kak?]
Tanyaku langsung menjurus, tak sabar aku menanti jawaban apa yang akan diberikan oleh si Karen ini.
[Cowok kecil ganteng itu, anaknya Kak. Dia memang duda, sudah bercerai selama setahun, karena istrinya ketahuan selingkuh. Tragis Kan? Bodoh banget kurasa mantan istrinya itu, lelaki sebaik dan setampan Mas Bimo kok masih diselingkuhin. Bener nggak Kak?]
Keterlaluan sekali Mas Satrio mengaku duda dan malah mengatakan hal buruk tentangku. Ini berarti si Karen hanya terpedaya oleh bujuk rayunya saja. Hemmm...tak akan aku biarkan pernikahanmu itu sukses Mas, lihat saja apa yang akan kulakukan. Istri yang selalu nurut padamu ini, akan berubah menjadi musuh dalam selimut untukmu.
Terusan ceritanya bisa dibaca di PlayStore, cari saja novel judul: KUMISKINKAN DULU KAMU, MAS!
Diubah oleh mangdana1984 Hari ini 12:57
0
24
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan