- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jam Dinding di Toko Antik


TS
yantosau
Jam Dinding di Toko Antik

Di tengah kota tua yang mulai ditinggalkan oleh hiruk pikuk zaman, berdiri sebuah toko antik bernama Waktu Lama. Toko itu kecil, tertutup debu, dan hanya buka saat pemiliknya—seorang pria tua bernama Pak Rauf—mau membukanya. Tidak ada jam buka tetap. Kadang buka pagi, kadang siang, kadang tak buka sama sekali selama berminggu-minggu. Tapi anehnya, toko itu selalu ada saja yang datang, seperti magnet bagi mereka yang mencari sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Di dalam toko itu, berjejerlah benda-benda dari masa lalu: mesin tik, radio tabung, telepon putar, dan yang paling mencolok—puluhan jam dinding tua menggantung di setiap sudut ruangan. Semuanya mati. Tidak ada yang berdetak.
Suatu sore, seorang pemuda bernama Ilham masuk ke toko itu. Ia sedang mencari barang unik untuk hiasan kafenya yang akan segera dibuka. Matanya tertuju pada sebuah jam dinding kayu berbingkai emas kusam, tergantung di pojok ruangan paling gelap. Jam itu besar, dengan angka romawi dan jarum panjang yang seolah menunjuk ke masa lampau.
“Apa ini masih bisa jalan?” tanya Ilham, menunjuk jam itu.
Pak Rauf tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis, lalu mengangguk perlahan.
“Jam itu... hanya berdetak untuk orang yang punya ‘kenangan yang hilang’,” katanya samar.
Ilham tertawa kecil, menganggap itu hanya bagian dari cara jualan orang tua aneh. Ia membayar jam itu dan membawanya pulang.
Malam harinya, Ilham menggantung jam itu di dinding kafe barunya yang masih kosong. Saat ia selesai memaku dan melangkah mundur, jam itu berdetik. Pelan. Nyaris tak terdengar.
Ilham terdiam. Ia menyentuh permukaan kaca jam itu. Saat jarinya menyentuh, bayangan samar muncul di kaca—seorang anak kecil yang berlari di taman, dikejar seorang wanita muda sambil tertawa.
Ilham terperanjat. Ia kenal wajah itu.
Itu dirinya. Dan itu ibunya.
Ilham tak pernah melihat ibunya sejak usia lima tahun. Ia hanya tahu bahwa ibunya meninggalkannya dan ayahnya tanpa penjelasan. Ayahnya selalu menutup cerita itu rapat-rapat.
Keesokan harinya, Ilham kembali ke toko Waktu Lama. Ia mencari Pak Rauf untuk menanyakan lebih lanjut soal jam itu. Tapi toko itu tertutup rapat. Di kaca pintu tergantung secarik kertas:
"Toko tutup sementara. Waktu sedang mengatur ulang dirinya."
Ilham pulang dan mencoba tidur, tapi malam itu mimpi-mimpinya dipenuhi oleh potongan kenangan: suara ibu membacakan dongeng, aroma bubur ayam buatan sendiri, suara langkah kecil di koridor rumah. Semua terasa nyata. Semua terasa seperti kembali.
Setiap kali jam itu berdetak, Ilham merasa ada bagian dirinya yang kembali disusun. Kenangan-kenangan kecil yang selama ini hilang seperti sedang dikembalikan, perlahan.
Tapi semakin sering jam itu berdetak, semakin aneh pula kejadian di sekitarnya. Lampu di kafe berkedip, tamu melihat sosok wanita yang duduk diam di pojokan, dan sekali waktu, seorang anak kecil masuk ke kafe dan berkata, “Bu Guru titip salam. Dia kangen kamu.”
Ilham tak pernah cerita soal Bu Guru kepada siapa pun. Itu panggilannya untuk ibunya yang juga mengajar di TK dulu.
Akhirnya, ia memutuskan untuk membuka bagian belakang jam itu. Di dalamnya, ia menemukan potongan surat yang ditulis tangan:
“Untuk Ilham kecilku, maaf jika aku harus pergi. Dunia orang dewasa tak selalu bisa menjelaskan keputusan mereka. Tapi ingat, Ibu selalu menyayangimu, setiap waktu, setiap detik.”
Air mata Ilham jatuh, dan jam itu berhenti berdetak. Tapi kini ia merasa lebih utuh.
Beberapa hari kemudian, Ilham kembali ke toko antik. Kali ini toko itu terbuka. Tapi Pak Rauf tak ada. Di balik meja hanya ada sebuah catatan:
“Jika waktu mengembalikan sesuatu untukmu, jagalah baik-baik. Tak semua orang beruntung bisa berdamai dengan masa lalu.”
Ilham menatap jam itu di dinding kafenya setiap hari. Jam itu tak lagi berdetak. Tapi ia tahu, waktu telah menyelesaikan tugasnya.






riodgarp dan 3 lainnya memberi reputasi
4
167
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan