- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Lelaki yang Menyimpan Hujan


TS
yantosau
Lelaki yang Menyimpan Hujan

Di sebuah kota kecil yang jarang dikunjungi orang, hiduplah seorang lelaki tua bernama Pak Darma. Ia tinggal sendirian di rumah kayu sederhana di pinggir hutan. Usianya sudah melewati tujuh dekade, rambutnya putih semua, dan matanya seperti menyimpan seribu cerita. Yang paling unik dari Pak Darma adalah kegiatannya yang aneh: ia mengumpulkan hujan.
Setiap kali hujan turun, Pak Darma akan keluar rumah membawa ember, baskom, dan botol kaca. Ia menaruh semua itu di halaman, lalu duduk di bawah payung sambil mengamati tetes demi tetes air yang turun dari langit. Setelah hujan reda, ia akan mengambil semua wadah itu dan menyimpan air hujan ke dalam botol kaca yang diberi label tanggal dan waktu.
Warga desa menganggap Pak Darma aneh. Anak-anak sering menirukan gayanya dengan mengejek, "Eh, tuh ada si kakek botol hujan!" Tapi Pak Darma tidak pernah marah. Ia hanya tersenyum dan kembali ke rumahnya.
Suatu hari, seorang wartawan muda dari kota bernama Dika datang ke desa itu. Ia mendengar kabar tentang lelaki tua yang menyimpan hujan dan merasa ini bisa menjadi cerita menarik. Dika mendatangi rumah Pak Darma dan memperkenalkan diri.
“Apa benar Bapak mengoleksi hujan?” tanya Dika sambil tertawa kecil.
Pak Darma mengangguk, lalu mengajak Dika masuk ke rumahnya. Di dalam rumah itu, terdapat ratusan botol kaca dari berbagai ukuran, tertata rapi di rak-rak kayu. Setiap botol berisi air bening dan dilabeli tulisan tangan: Hujan 12 Juni 1998, jam 3 sore – tangis kecil.
Hujan 21 Maret 2001 – angin tenang dan rindu.
Hujan 5 Oktober 2012 – istri pergi.
Dika terdiam.
"Setiap hujan punya cerita," kata Pak Darma pelan. "Kadang ia datang membawa kabar gembira, kadang membawa perpisahan."
Pak Darma kemudian bercerita bahwa ia mulai menyimpan hujan sejak istrinya, Bu Lestari, meninggal dunia. Mereka dulu sering duduk berdua di teras rumah saat hujan turun, menikmati suara rintik yang menenangkan. Setelah Bu Lestari tiada, Pak Darma merasa ada bagian dari kenangan yang ikut menghilang bersama setiap hujan. Maka ia mulai menyimpannya, satu demi satu, sebagai pengganti pelukan yang tak bisa lagi ia dapatkan.
"Air ini tak akan pernah bisa diminum. Tapi ia bisa membuatku mengingat," ucapnya.
Dika, yang awalnya ingin membuat berita lucu tentang pria aneh penyimpan hujan, malah duduk termenung. Ia merasa seperti baru saja membuka bab dalam hidup seseorang yang begitu dalam dan lembut, namun tak pernah dilihat orang.
Seminggu kemudian, artikel berjudul “Lelaki yang Menyimpan Hujan” terbit dan menjadi viral di media sosial. Banyak orang tersentuh oleh kisah Pak Darma. Beberapa bahkan datang jauh-jauh hanya untuk mendengar cerita tentang hujan yang ia simpan.
Namun tak lama setelah itu, Pak Darma meninggal dunia di usia 76 tahun, saat hujan rintik turun pelan di sore hari. Warga desa, yang selama ini menganggapnya aneh, kini berkumpul di rumahnya. Mereka membaca label-label botol dengan rasa haru, menyadari bahwa lelaki tua itu bukan sekadar penyimpan hujan, tapi juga penjaga kenangan, penjaga cinta.
Dika mewarisi sebagian botol hujan Pak Darma. Ia membawa botol-botol itu ke kota, lalu membuat pameran bertajuk “Kenangan yang Tak Pernah Menguap”. Setiap botol menceritakan bagian dari kehidupan yang sering kita anggap sepele—sebuah pelukan, sebuah tawa, atau perpisahan di bawah langit yang menangis.
Sejak hari itu, banyak orang mulai menyadari bahwa hujan bukan hanya air dari langit. Kadang ia adalah suara dari masa lalu yang ingin didengar kembali.
0
10
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan