- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Rumah di Ujung Ladang


TS
yantosau
Rumah di Ujung Ladang

Di sebuah desa kecil bernama Selojati, tersembunyi di antara perbukitan dan ladang jagung yang menguning, berdiri sebuah rumah tua berwarna cokelat kusam. Rumah itu telah lama kosong, berdiri kaku di ujung ladang seperti penjaga bisu yang menanti sesuatu yang tak kunjung datang. Warga desa menyebutnya “Rumah Pak Maja”, meski sang pemilik telah menghilang lebih dari dua puluh tahun lalu, tak ada yang tahu ke mana perginya.
Suatu hari, datanglah seorang pemuda bernama Arman dari kota. Ia mewarisi rumah itu dari pamannya yang baru saja meninggal. Arman, seorang penulis cerita misteri, merasa ini adalah kesempatan sempurna: tempat yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota, dan penuh suasana yang mendukung kreativitas.
Namun sejak malam pertama tinggal di sana, Arman mulai merasa ada yang aneh.
Suara ketukan dari loteng terdengar setiap pukul dua dini hari. Bukan suara tikus atau angin, melainkan suara berat seperti seseorang berjalan pelan dengan sepatu kayu. Lampu yang sudah diganti tetap berkedip-kedip. Dan yang paling membuatnya gelisah, setiap pagi Arman menemukan segelas air yang sudah ditaruh rapi di depan pintu kamarnya, padahal ia tinggal sendirian.
Arman, bukannya takut, justru merasa tertarik. Ia mulai menulis catatan harian tentang kejadian-kejadian tersebut. Ia menuliskannya bukan dengan panik, tapi dengan semangat seorang detektif yang menemukan teka-teki baru.
Hari kelima, ia mencoba menunggu di depan pintu kamarnya hingga pukul dua pagi. Dan benar saja—dari ujung lorong yang remang, muncul sesosok bayangan wanita tua berjalan pelan sambil membawa nampan. Ia mengenakan kebaya putih lusuh, wajahnya samar, tapi senyumnya lembut.
“Siapa Anda?” tanya Arman.
Perempuan itu hanya meletakkan gelas air di lantai, lalu berbalik, menghilang begitu saja di tikungan menuju dapur.
Keesokan harinya, Arman menelusuri arsip desa dan menemukan sesuatu yang mengejutkan: Pak Maja memiliki seorang istri yang meninggal karena demam tinggi dua minggu sebelum ia menghilang. Dalam catatan medis desa, tercatat bahwa wanita itu bernama Ibu Raras. Ia dikenal sangat menyayangi suaminya, bahkan konon hingga napas terakhirnya ia masih memikirkan apakah Pak Maja sudah minum atau belum.
Arman mulai merasa ada hubungan antara kejadian yang ia alami dengan kisah lama itu. Ia pun menulis cerpen berjudul **"Segelas Air dari Raras"**, yang kemudian viral di media sosial dan membawa namanya dikenal sebagai penulis misteri muda berbakat.
Tapi kisahnya tak berhenti di situ.
Suatu malam, saat ia baru pulang dari toko kelontong di desa, Arman mendapati rumahnya terang benderang. Semua lampu menyala, aroma kembang setaman memenuhi udara. Ia berjalan perlahan masuk ke dalam. Di ruang tamu, duduk seorang pria tua berjanggut putih mengenakan baju koko dan sarung, menatapnya dengan mata merah.
“Apa kau yang tinggal di sini sekarang?” tanyanya lirih.
Arman mengangguk. “Saya pewarisnya. Keponakan Pak Maja.”
Lelaki itu menatapnya dalam. “Jangan tinggal di sini terlalu lama. Raras belum tenang. Ia menunggu suaminya, bukan orang lain.”
Begitu berkata demikian, sosok itu lenyap di udara. Hanya sarungnya yang tersisa, tergeletak di lantai seperti ditinggalkan begitu saja.
Setelah malam itu, tidak ada lagi suara langkah dari loteng. Tidak ada air di depan pintu. Tapi suasana rumah menjadi dingin, seperti ada sesuatu yang hilang—atau sedang bersiap untuk kembali.
Arman akhirnya memutuskan pindah. Ia merasa sudah cukup mendapat inspirasi. Tapi sebelum pergi, ia menaruh satu gelas air di depan kamar utama rumah itu, lalu berbisik pelan:
“Bu Raras, terima kasih. Semoga Ibu bisa segera bertemu Pak Maja.”
Ia menutup pintu, dan di kejauhan, dari arah loteng, terdengar suara halus seperti seorang wanita tertawa… pelan… lalu menghilang bersama angin ladang jagung yang bergoyang perlahan.
---


AldyShePHONXSky memberi reputasi
1
18
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan