- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Bayangan di Balik Jendela


TS
yantosau
Bayangan di Balik Jendela

Di sebuah desa kecil bernama Sumberjati, tinggal seorang pria paruh baya bernama Pak Wiryo. Ia tinggal sendirian di rumah kayu tua yang mulai dimakan usia. Di mata warga desa, Pak Wiryo adalah pria pendiam, nyaris tidak pernah bicara kecuali jika ditanya. Anak-anak menyebut rumahnya sebagai “rumah berhantu”, dan orang dewasa hanya mengangguk setuju tanpa pernah benar-benar tahu apa yang terjadi di balik tirai rumah tua itu.
Setiap malam, lampu rumah Pak Wiryo hanya menyala sebentar, lalu padam. Namun, warga sering melihat **bayangan seseorang** berdiri diam di balik jendela kamarnya, bahkan saat lampu sudah mati. Tak ada yang berani mendekat.
Suatu hari, Dini — seorang jurnalis muda dari kota — datang ke desa itu untuk menyusun liputan tentang kehidupan pedesaan. Ia menyewa rumah dekat ladang yang hanya berjarak dua rumah dari tempat tinggal Pak Wiryo. Sejak hari pertama, Dini sudah mendengar bisik-bisik soal “bayangan di balik jendela”.
"Kalau malam, jangan lihat rumah itu terlalu lama," kata Bu Lurah sambil tersenyum kecut. "Katanya kalau kamu terlalu lama menatap jendela itu, kamu akan melihat hal yang tidak kamu inginkan."
Tentu saja, sebagai jurnalis, Dini menganggap itu hanya mitos. Tapi rasa penasarannya tumbuh. Ia mulai memperhatikan rumah tua itu diam-diam. Dan benar, setiap malam sekitar pukul sembilan, bayangan hitam seperti sosok manusia berdiri diam di balik jendela. Tak bergerak. Tak menoleh.
Hingga suatu malam, Dini nekat mendekat. Ia menunggu sampai pukul setengah sepuluh, lalu diam-diam berjalan menuju sisi rumah Pak Wiryo. Langkahnya perlahan, napasnya ditahan. Ia ingin tahu siapa sebenarnya bayangan itu.
Saat ia menoleh ke jendela, **bayangan itu tidak ada**.
Tapi sebelum sempat merasa lega, Dini melihat **matanya sendiri di kaca jendela itu—padahal ia belum berdiri tepat di depan kaca.** Dan lebih aneh lagi, **pantulan itu tersenyum**, sementara wajah Dini sendiri tidak.
Ia mundur perlahan, lalu lari pulang.
Besok paginya, ia memutuskan memberanikan diri menemui Pak Wiryo. Pria itu membuka pintu dengan mata sembab dan suara yang pelan. Rumahnya berdebu, dan ada aroma dupa yang menyengat di dalamnya.
"Apa kamu melihatnya?" tanya Pak Wiryo tanpa basa-basi.
Dini mengangguk pelan. "Siapa... atau apa itu?"
Pak Wiryo menatap jendela rumahnya yang buram. "Itu adalah anak saya."
Dini terdiam.
"Dulu... saya punya seorang anak perempuan. Namanya Sekar. Ia meninggal di kamar itu, dua belas tahun lalu. Sakit... dan saya tak mampu membawanya ke kota karena hujan deras dan tanah longsor menutup jalan."
Ia menarik napas panjang. "Sejak malam itu... setiap jam sembilan malam, dia muncul di jendela. Berdiri diam. Seolah menunggu saya datang mengajaknya bermain, seperti dulu sebelum tidur."
Dini bergidik.
"Sudah banyak yang melihatnya, tapi hanya orang tertentu yang bisa melihat dia tersenyum," lanjut Pak Wiryo. "Dan jika kamu melihat senyumnya... berarti dia mengizinkan kamu bicara dengannya."
Dini merasa tubuhnya menggigil.
"Dan biasanya," kata Pak Wiryo pelan, "orang yang melihat senyumnya akan mimpi bertemu dengannya... malam ini."
---
Malam itu, Dini tidur dengan lampu menyala. Tapi tetap saja, ia bermimpi. Dalam mimpi itu, ia berada di sebuah taman kecil dengan ayunan kayu. Di sana, seorang anak perempuan kecil duduk, memakai baju putih dengan pita merah di rambutnya.
"Namaku Sekar," katanya dengan senyum lebar. "Kamu teman baru ayahku?"
Dini tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Kalau begitu, tolong sampaikan ke ayah... aku sudah tidak sendiri. Sudah ada banyak teman di sini. Aku senang sekarang. Jadi... tak usah bersedih lagi."
Ketika Dini terbangun, matahari sudah tinggi. Ia langsung menuju rumah Pak Wiryo dan mengetuk pintu. Lama tak dibuka. Sampai akhirnya tetangga datang memberitahu: **Pak Wiryo ditemukan meninggal dalam tidurnya. Tenang, seperti tersenyum.**
Dini diam terpaku di depan rumah itu. Lalu menatap jendela tempat bayangan itu biasa berdiri.
Hari itu... untuk pertama kalinya sejak dua belas tahun terakhir, **jendela itu benar-benar kosong.**
---


intanasara memberi reputasi
1
18
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan