- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Rumah Tua di Ujung Desa


TS
yantosau
Rumah Tua di Ujung Desa

Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi hutan lebat dan sawah menghampar, terdapat sebuah rumah tua yang dikenal oleh warga dengan sebutan "Rumah Sati". Tak ada yang tahu pasti siapa pemilik asli rumah itu. Yang jelas, rumah itu sudah berdiri lebih dari 70 tahun, terbuat dari kayu jati yang kini sudah menghitam dimakan usia, dengan atap genteng yang sebagian besar telah runtuh.
Warga desa percaya bahwa rumah itu berhantu. Anak-anak dilarang bermain di dekatnya, dan orang dewasa hanya berani melewatinya pada siang hari. Menurut cerita turun-temurun, dulu pernah ada seorang wanita muda bernama Sati yang tinggal di rumah itu sendirian setelah suaminya tewas dalam kecelakaan perahu. Sejak saat itu, Sati menjadi pendiam, sering terlihat duduk di beranda rumah menatap ke arah hutan.
Suatu malam, api besar melalap sebagian rumah itu. Tak ada yang tahu bagaimana kebakaran itu terjadi. Yang jelas, setelah malam itu, Sati menghilang. Tak pernah ditemukan jasadnya. Sejak saat itu, banyak yang mengaku melihat sosok perempuan berbaju putih berdiri di jendela rumah tersebut pada malam hari.
Tahun demi tahun berlalu. Desa itu mulai berkembang, listrik masuk, jalan diaspal, tapi rumah tua itu tetap dibiarkan kosong. Hingga pada suatu hari, seorang pemuda bernama Tio datang ke desa tersebut. Ia adalah mahasiswa jurusan arsitektur yang sedang mencari inspirasi untuk proyek tugas akhirnya. Ia mendengar kisah rumah Sati dari seorang warga tua, dan justru merasa tertarik. Baginya, rumah tua itu memiliki daya tarik estetik dan nilai sejarah yang tinggi.
Dengan izin kepala desa, Tio mulai membersihkan halaman rumah. Ia membuka paksa pintu yang sudah dipenuhi sarang laba-laba dan debu tebal. Di dalamnya, ia menemukan perabotan kayu tua, beberapa bingkai foto yang buram, serta sebuah buku harian lusuh di laci meja ruang tengah.
Buku itu milik Sati.
Dalam buku harian itu, Tio membaca banyak hal yang mengejutkan. Ternyata, suami Sati tidak benar-benar tewas karena kecelakaan. Ia dibunuh oleh salah satu warga desa yang mencintai Sati secara diam-diam. Sati mengetahui kebenaran itu bertahun-tahun kemudian, dan semenjak itu ia menyusun rencana balas dendam. Malam sebelum rumah terbakar, Sati menulis kalimat terakhir di buku harian itu:
"Jika tak ada keadilan di dunia ini, maka biarkan aku menjaganya dari balik kematian."
Malam pertama Tio tidur di rumah itu, ia merasa suhu udara sangat dingin, jauh berbeda dari siang hari. Ia bermimpi bertemu seorang wanita muda berpakaian putih yang terus menatapnya dari jauh. Wanita itu tak mengatakan sepatah kata pun, hanya menunjuk ke arah sumur tua di belakang rumah.
Keesokan paginya, Tio memutuskan untuk mengecek sumur itu. Dengan bantuan warga, ia menurunkan ember ke dasar sumur, dan sesuatu yang berat terasa menarik tali. Setelah beberapa kali percobaan, mereka akhirnya berhasil mengangkat sebuah kotak besi berkarat. Di dalamnya, terdapat sebilah pisau tua, kain berlumur darah, dan kalung milik suami Sati—barang bukti pembunuhan yang selama ini tersembunyi.
Tio membawa temuan itu ke kepala desa. Warga gempar. Seorang kakek tua yang tinggal di desa itu akhirnya mengaku bahwa ia mengetahui kejadian pembunuhan itu, tapi memilih bungkam karena pelakunya adalah saudaranya sendiri yang sudah lama meninggal.
Berita itu menyebar hingga ke media lokal. Rumah Sati kini menjadi situs sejarah. Warga tidak lagi takut untuk mendekatinya. Tio menyelesaikan proyek tugas akhirnya dengan menulis judul:
"Rumah yang Menyimpan Dendam, tapi Mencari Keadilan."
Setelah tugas akhirnya selesai dan Tio kembali ke kotanya, ia mengirim surat ke kepala desa:
"Terima kasih karena telah membiarkan saya masuk ke dunia yang begitu kelam namun penuh pelajaran. Kini saya percaya, tidak semua yang disebut ‘hantu’ adalah roh jahat. Kadang mereka hanya ingin didengar dan dikenang."
Sejak saat itu, setiap malam Jumat Kliwon, beberapa warga mengaku melihat sosok wanita berbaju putih berjalan pelan dari sumur ke beranda rumah, lalu menghilang di balik pintu. Namun kali ini, tak ada rasa takut. Hanya rasa hormat.
Dan rumah itu pun, perlahan, tak lagi disebut rumah berhantu.


intanasara memberi reputasi
1
18
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan