- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Suara dari Hutan Cengkeh


TS
yantosau
Suara dari Hutan Cengkeh

Di lereng Gunung Tondano, tersembunyi sebuah desa kecil bernama Pinaré. Hanya ada dua jalur masuk ke desa itu: jalan setapak berbatu yang menembus ladang cengkeh, dan sungai kecil yang membelah hutan rimbun. Penduduknya hidup tenang, menggantungkan hidup dari panen cengkeh dan kopi, hingga suatu malam, suara asing menggema dari dalam hutan.
Malam itu, langit tak berbintang. Langit kelam seperti arang basah. Angin kering membawa aroma tanah yang belum disentuh hujan. Di rumah panggung paling ujung, tinggal seorang pemuda bernama Tamang. Ia dikenal pendiam, tapi pekerja keras. Setiap pagi, ia berjalan jauh ke kebun warisan orang tuanya. Namun sejak kematian ayahnya tahun lalu, Tamang sering mendengar sesuatu dari balik pepohonan di dekat kebunnya—suara bisikan seperti wanita tua memanggil namanya.
Awalnya ia mengira hanya ilusi. Tapi bisikan itu semakin jelas, semakin sering, hingga ia merasa ada yang mengawasinya dari balik batang cengkeh yang rapat.
Pada malam Jumat yang sunyi, Tamang bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat seorang wanita tua berjubah putih, rambutnya panjang seperti akar pohon, dan matanya bersinar merah. Wanita itu berdiri di bawah pohon cengkeh tertua di kebunnya. Ia berkata, “Kamu sudah waktunya membuka jalan yang tertutup selama seratus tahun.”
Tamang terbangun dengan napas berat dan keringat dingin. Sejak malam itu, ia mulai mencari tahu sejarah kebun warisan keluarganya. Dari kakeknya yang pikun, ia hanya mendengar satu hal: “Jangan pernah menggali dekat pohon cengkeh yang paling besar. Itu kuburan orang zaman dulu…”
Namun Tamang merasa ada yang mengikat takdirnya dengan tempat itu. Ia pun nekat, membawa cangkul dan senter, berjalan ke kebun di tengah malam. Angin malam berdesir, daun-daun berbisik lirih seolah menegur.
Setibanya di pohon cengkeh tua itu, ia menggali. Tanah keras seperti batu, tapi setelah dua jam, ia menemukan kotak besi tua berkarat. Di dalamnya ada selembar kain tenun kuno dan kalung dengan batu hitam mengkilap. Saat ia menyentuh batu itu, bumi bergetar halus. Angin berhenti. Dan... suara itu muncul lagi, kali ini sangat dekat di telinganya.
“Terima kasih telah membebaskanku.”
Tamang berbalik, tapi tak ada siapa-siapa. Tiba-tiba langit seperti retak oleh kilat, dan sosok wanita tua dari mimpinya muncul, berdiri tepat di belakang pohon.
“Aku adalah penjaga tanah ini, dikutuk tidur oleh penguasa kolonial yang rakus. Kau keturunan terakhir yang bisa mematahkan kutukanku. Tapi ini bukan akhir, Tamang… ini awal.”
Wanita itu lenyap, menyisakan kalung dan kain tenun yang kini bersinar pelan. Sejak malam itu, kebun Tamang berubah. Cengkeh tumbuh lebih cepat, harum lebih kuat, dan kopi yang dihasilkan mengundang pembeli dari kota-kota besar.
Namun Tamang tahu, ada tanggung jawab besar menantinya. Ia tak lagi hanya petani. Ia kini penjaga warisan tua, yang telah membuka tabir antara dunia nyata dan dunia yang lama terkubur di balik akar cengkeh tua.
Dan setiap malam, angin dari hutan Pinaré membawa suara pelan…
“Jangan lupakan kami…”
---




intanasara dan hanzmorphick memberi reputasi
2
81
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan