- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kursi Kosong di Ujung Meja


TS
yantosau
Kursi Kosong di Ujung Meja

Setiap pagi, meja makan itu selalu rapi. Ada empat kursi di sana, tiga terisi, satu kosong—selalu kosong sejak tiga tahun lalu. Namanya **Alma**, seorang ibu rumah tangga berusia 45 tahun. Ia tinggal bersama suaminya, Damar, dan anak sulungnya, Rega. Tapi tak ada pagi yang benar-benar lengkap tanpa **Rani**, anak bungsunya yang menghilang sejak umur 17 tahun.
Tak ada surat. Tak ada pesan. Hanya jejak jejak sunyi yang ditinggalkan di kamar kecilnya—lukisan setengah jadi, novel yang belum selesai, dan kalimat terakhir yang tertinggal di dinding, ditulis dengan spidol hitam:
> “Aku harus pergi, karena aku tak bisa bernapas di sini.”
---
Alma menyalahkan dirinya sendiri. Setiap hari. Setiap jam. Setiap detik. Ia bertanya dalam hati, *"Apakah aku terlalu menekan dia? Apakah aku tak mendengar cukup baik? Apakah aku terlalu sibuk menuntut dia jadi anak yang ‘sempurna’ seperti kakaknya?"*
Rega, sang kakak, adalah anak kebanggaan. Rangking satu, kuliah kedokteran, berprestasi, bertanggung jawab. Tapi terlalu sempurna untuk Rani yang sensitif, penuh imajinasi, dan suka menyendiri. Rani lebih suka menggambar, mendengarkan musik, dan menulis puisi. Tapi Alma tak pernah menganggap itu sebagai "masa depan."
> “Mau jadi apa kamu kalau cuma bisa gambar dan nulis-nulis galau?”
> “Lihat Rega, dia tahu apa yang dia mau. Kamu harus kayak gitu.”
Kata-kata itu menghantui Alma. Mungkin itulah yang membuat Rani pergi.
---
Tiga tahun berlalu. Alma masih menyiapkan sarapan untuk empat orang. Ia masih meletakkan piring keempat di depan kursi kosong. Damar sudah lelah menasihati.
> “Sudahlah, Ma. Kita sudah cari ke mana-mana. Polisi pun tidak dapat petunjuk. Kita harus menerima...”
> “Bagaimana aku bisa menerima kalau hatiku bilang dia masih hidup?”
Damar terdiam. Dia ingin berkata bahwa Alma hanya berpegang pada harapan kosong, tapi ia tak tega. Sebab di dalam dirinya pun ada bagian kecil yang juga belum bisa melepaskan.
---
Suatu sore, saat Alma membuka email lamanya yang jarang dibuka, ia melihat satu pesan yang masuk, dikirim dua hari sebelumnya. Pengirimnya tak dikenal, tapi judulnya membuat dadanya sesak:
**“Untuk Mama, dari Rani.”**
Dengan tangan gemetar, ia membuka pesan itu.
> *Ma, aku butuh waktu untuk sembuh. Aku tidak pergi karena benci, tapi karena aku ingin menyelamatkan diriku. Aku merasa tenggelam di rumah. Semua orang menuntut aku jadi orang lain. Aku tahu Mama sayang aku, tapi cara Mama mencintai terlalu sempit buat aku bernafas. Tapi aku nggak hilang. Aku hidup. Aku melukis sekarang, aku ikut komunitas seni. Kadang aku jual hasil karyaku. Aku belajar mengasihi diriku. Mungkin suatu hari nanti aku akan pulang. Tapi bukan sekarang. Peluk Rega buat aku. Maaf karena aku masih belum sanggup bicara langsung. Tapi aku sedang menuju ke sana. Terima kasih sudah tetap menaruh piring keempat di meja. Aku tahu itu.*
> *- Rani*
Air mata Alma jatuh membasahi layar ponselnya. Untuk pertama kalinya setelah tiga tahun, ia menangis bukan karena kehilangan, tapi karena sebuah harapan.
---
Malam itu, Alma duduk di kursi kosong itu. Ia menatap piring yang masih kosong, lalu berkata lirih:
> “Terima kasih masih hidup, Nak... Mama akan belajar mencintaimu seperti kamu apa adanya.”
---
Sejak malam itu, meja makan itu tak lagi sunyi. Bukan karena Rani sudah pulang, tapi karena luka yang lama membeku mulai mencair perlahan. Alma belajar tersenyum lebih lembut, berbicara lebih pelan, dan mencintai dengan cara yang lebih luas.
Ia tahu, suatu hari nanti, kursi itu akan terisi kembali. Tapi sebelum itu terjadi, ia harus menyembuhkan rumah mereka lebih dulu.
---
### Pesan Cerita:
> Kadang yang kita butuhkan bukan rumah yang megah, bukan orang tua yang sempurna, tapi **tempat untuk bernapas dan didengar apa adanya**.
> Cinta tanpa pengertian bisa terasa seperti penjara. Tapi cinta yang tumbuh dari pengakuan luka, bisa menjadi jembatan untuk pulang.
---






riodgarp dan 2 lainnya memberi reputasi
3
145
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan