andri.kurnia928Avatar border
TS
andri.kurnia928
Cerita Fiksi Terbaru Dari Aku Bulan Terakhir Di Kalender Maya!.
Bulan Terakhir di Kalender Maya

Cerita Fiksi Terbaru Dari Aku Bulan Terakhir Di Kalender Maya!.

PENEMUAN & PENGINGKARAN
Kota kecil seperti ini nggak pernah punya kejutan. Tapi hari itu, hidup gue berubah Cuma karena satu buku berdebu.
Nama gue Maya. Umur 27. Pegawai toko buku “Bintang Pagi” di pinggir kota yang bahkan Google Maps pun malas nge-tag. Toko buku ini lebih mirip museum ketimbang tempat jualan. Setiap pagi, aroma kertas tua dan jamur kayu menyambut gue, lebih setia dari mantan mana pun.
Hidup gue biasa aja. Terlalu biasa. Sejak kecil ditinggal nyokap,Bu Luna,yang katanya hilang, kabur, atau mungkin ya, mati. Nggak ada yang tahu pasti. Bokap juga udah lama nikah lagi, dan komunikasi kita tinggal sebatas ucapan Idul Fitri pakai template.
Tapi akhir-akhir ini, gue mulai mimpi aneh. Mimpi tentang wanita yang bisik-bisik sambil nulis sesuatu di kertas, lalu bakar tulisannya sendiri. Kadang, dia berdiri di depan toko ini, tatapannya kosong. Kayak kenal, tapi juga asing.
Hari itu, gue lagi beresin tumpukan donasi buku dari gudang. Kardusnya bau tanah dan bekas tikus. Kebanyakan buku pelajaran era 90-an dan novel yang udah dimakan rayap. Tapi di sela-selanya, gue nemu satu buku catatan kulit coklat. Tua. Kusam. Ada bekas terbakar sedikit di pinggirannya. Yang bikin gue ngerasa aneh: tulisan tangannya familiar.
Gue buka halaman pertama. Nama itu langsung nyundul kepala gue:
●“Luna.”
Gue diem. Jantung langsung ngegas. Perlahan, gue bolak-balik halaman lain. Isinya,bukan curhatan biasa.
17 Februari – lelaki bermata dua. Darah di stasiun.
29 Maret – seekor anjing bisu membawa pesan terakhir.
5 April penumpang keempat tak pernah tiba.
Tanggal-tanggal itu ditulis seperti catatan ramalan. Tapi semua masa depan.Gue sempat ketawa kecil. Mungkin ini buku cerita fiksi. Tapi entah kenapa, tanganku gemeter waktu nutup buku itu.
Sore harinya, gue cerita ke Tristan,teman lama yang sekarang jadi partner ngeteh sore gue. Dia skeptis, kayak biasa.
●“Buku harian? Ramalan? Bisa aja itu diary emak lo pas depresi. Lo masih kecil pas dia ilang, kan? Otak lo bisa aja ngisi celah yang hilang sama hal-hal begini, May.”
●“Tapi tulisannya sama, Tris. Dan lo tahu siapa pelanggan kita yang selalu bawa termos hitam tiap Rabu?”
●“Siapa?,Pak Heru. Dia,”
Gue berhenti. Merinding. “Dia meninggal di stasiun tadi pagi. Kecelakaan. Tepat tanggal 17 Februari.”
Tristan diem. Lama.
●“Kebetulan. Jangan terlalu dalamin hal beginian. Lo tahu batas antara mikir logis sama mulai, ya, kehilangan arah.”
Tapi bagi gue, itu bukan kebetulan. Tulisannya terlalu akurat. Terlalu dingin.Malamnya, gue bolak-balik lihat buku itu. Gue tandai semua tanggal yang belum lewat.
Lalu, gue nemu ini:
●27 Mei – lilin terakhir padam. Darah mengalir di tangan yang mencoba menyelamatkan.
Gue terdiam. Itu,hari ulang tahun gue sendiri.

KETIDAKWARASAN & KEBENARAN TERPILIH

“Kalau lo bisa tahu masa depan, tapi nggak bisa ngubah apa-apa,lo masih waras?”
Hari ulang tahun gue datang, tapi nggak ada lilin. Yang ada Cuma hujan deras, listrik padam, dan suara sirine ambulan di kejauhan.
Gue nggak mati malam itu. Tapi orang lain iya.
● Namanya Tika. Tetangga toko, ibu dua anak. Meninggal tersetrum pas lagi bantu perbaiki kabel di dapur warungnya yang becek. Persis jam 7 malam. Persis saat listrik di toko gue mati.
Persis saat tangan gue, yang pegang buku harian itu, penuh darah karena gue gak sengaja mecahin pirirng dan pecahannya ngenain gue karena panik, dan juga kebakar ketika mau nyambung lilin.Catatan di buku itu bukan omong kosong.Gue mulai coba mencegah.Tanggal 5 April“penumpang keempat tak pernah tiba.” Gue nekat naik ke bus antarkota rute Timur, tempat biasanya empat orang duduk satu baris. Gue tunggu. Nggak ada yang duduk di kursi keempat. Gue lega.Lalu pas gue turun dari bus,bus itu tabrakan di tanjakan.
Empat orang tewas. Termasuk supir. Penumpang keempat ternyata, supir cadangan yang tidur di bagasi.
Takdir selalu nyari cara.
Maya 0, Dunia 3.Tristan makin nggak sabar.
● “Lo serius percaya ini semua bisa dicegah?! Lo pikir ini Final Destination?! Udah, May. Gue capek. Tiap hari lo makin kayak orang kerasukan.”
Akhirnya dia ambil buku itu dari gue. Sembunyiin entah di mana. Katanya buat kebaikan gue. Tapi gue tahu dari cara dia ngelirik, dia juga takut.
Takut karena dia percaya, tapi nggak berani ngaku.
Gue mulai mimpi aneh lagi. Tapi kali ini,beda.
Gue mimpi diri gue sendiri nulis buku itu. Tanganku, tulisan gue, tinta merah di kertas kuning kecoklatan. Kadang gue duduk di kuburan. Bukan meratap. Tapi nunggu.
Nama-nama yang gue lihat di batu nisan adalah nama-nama yang belum mati.
Apa gue gila? Atau waktu yang gila?.
Gue curi kembali buku itu saat Tristan nggak sadar.
Di bagian belakang, gue nemu sesuatu yang sebelumnya gue anggap coretan tak penting: pola aneh, kayak kode QR. Gue scan pakai kamera lama yang masih ada aplikasinya.
Anehnya, kamera nggak freeze. Justru muncul link video.Gue pencet.
Dan yang muncul adalah,Gue sendiri.
Tapi dengan wajah yang lebih tua, lebih lelah, lebih rusak.
●“Jika kau membaca ini, berarti aku gagal mencegah kematian mereka.”
“Kita udah coba 19 kali. Semua versi gagal.”
“Tolong ulangi dari awal. Kali ini, jangan beri tahu Tristan.”
Gue muntah. Jantung gue kayak diperas.
Siapa lo? Gue? Masa depan gue? Atau mimpi busuk yang udah kejauhan?.
Tristan? Kenapa nggak boleh dikasih tahu? Apa dia penyebab? Atau dia mati karena gue terus cerita?.
Di video itu, versi gue yang lebih tua menutup dengan satu kalimat:
●“Semakin kita coba menghindari, semakin kita jadi penyebabnya.”
Di balik halaman terakhir buku, ada goresan samar yang baru gue sadari setelah disenter dari sudut tertentu:
●“Bukan ramalan. Ini pengingat. Kita lupa karena kita pernah gagal.”
“Kematian besar berikutnya: 14 Juni – Pusat kota. Terlalu banyak untuk diselamatkan.”
Dan dari sini gue tahu satu hal pasti:
Buku itu bukan dari nyokap gue. Buku itu dari gue sendiri.Tapi kenapa ingatan gue kosong?.Kenapa gue kayak Cuma “baru mulai” sekarang?.

PENYELAMAT ATAU PEMBUNUH?

“Mungkin bukan soal menyelamatkan,tapi soal memilih siapa yang harus mati.”
Gue nggak tahu mulai dari kapan, tapi ingatan itu datang seperti pecahan kaca,tajam, acak, dan menyakitkan.
Dalam satu mimpi, Tristan mati ditabrak bus pas lagi nyari buku harian gue yang gue buang ke sungai.
Di versi lain, gue yang mati,kepala pecah kena tiang saat lari ngejar anak kecil yang ambil buku itu dari meja kasir.
Dan yang paling jelas,Festival Buku Nasional, 14 Juni. Kota kecil ini berubah jadi neraka.
Stand meledak, gas bocor, api nyambar ke tenda-tenda, teriakan anak-anak, tumpukan tubuh.Ratusan korban.
Tristan di antara mereka,di versi tertentu dia selamat, di versi lain dia malah jadi tersangka.
Dan yang paling bikin gue sesak, di tengah semua itu, gue selalu ada di sana.
Entah jadi relawan, pengunjung, atau,satu-satunya orang yang tahu ledakan itu bakal terjadi.
Karena semuanya,bermula dari buku harian itu.
Gue coba putar ulang semua jejak.
Kalau benar gue ini adalah versi dari Maya yang udah mencoba berulang kali,maka artinya gue adalah penyebab semua ini. Karena gue-lah yang terus bikin siklus ini nggak selesai.
Semakin gue lawan takdir, semakin gue bikin efek kupu-kupu yang brutal.
Waktu bukan garis lurus.
Buat gue, waktu udah kayak benang kusut yang terus digulung pakai tangan yang basah dan berdarah.
●“Kenapa nggak biarin semua ini terjadi? Kalau itu harga untuk ngehentikan siklusnya?”
Kalimat itu terngiang. Suara gue sendiri, dari versi video masa depan yang lain.
Dan sekarang,gue ngerti maksudnya.
14 Juni. Hari Festival.Semua berjalan seperti deja vu.Orang-orang tertawa. Booth buku penuh. Anak-anak minta tanda tangan penulis favorit.
Dan gue, Maya versi ke-berapa pun ini, berdiri di tengah lapangan parkir sambil megang korek api yang udah retak.
●“Ledakan itu bukan kecelakaan. Itu ulah lo.”
Tristan berdiri beberapa meter dari gue. Dia pegang buku harian itu, wajahnya penuh luka, mata merah.
● “Gue udah lihat semuanya. Video lo. Semua putaran waktu yang lo simpan. Lo ngebunuh mereka semua, May.”
Gue nggak jawab. Gue Cuma bilang pelan:
●“Gue Cuma pengen nyelamatin satu orang, tapi ternyata itu malah ngebunuh seratus orang lainnya.”
● “Kali ini, gue nggak ulangi lagi.”Dia nyoba maju, tapi udah terlambat.
BOOM.
Api menyambar panggung utama. Tabung gas di dapur tenda meledak beruntun. Panik. Teriakan. Sirine.
Dan gue, Maya, untuk pertama kalinya,Nggak bangun lagi.Nggak nge-reset waktu.Nggak nulis ulang buku harian.Nggak jadi penyelamat.Nggak jadi pembunuh.Cuma,mati.

EPILOG
Beberapa bulan kemudian.
Toko buku tua itu tutup sebentar, lalu buka kembali di bawah manajemen baru.
Seorang gadis muda, pegawai magang, lagi bongkar dus donasi buku bekas. Di antara novel romansa dan kamus usang, dia nemu satu buku lusuh.
●Warna kertasnya kekuningan. Tinta merah. Tulisan tangan cewek.
Di halaman pertama tertulis:
“Jangan baca ini kalau kamu pengen hidup tenang.”

TAMAT


Kalau lo suka cerita kayak gini dan pengen dukung penulis biar bisa terus update kisah horor dan misteri lain atau bahkan update cerita genre lain, bisa trakteer kopi atau cendol instan virtual ke sini:
👉 Scan Kode Qr pada gambar!

Setiap dukungan bikin penulis makin semangat terusin cerita ini sampai akhir yang mindblowing 💀



0
12
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan