- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Lemari Kayu Tua


TS
yantosau
Lemari Kayu Tua

Di sebuah desa kecil bernama Talunwetan, berdiri sebuah rumah tua peninggalan Belanda yang tak pernah dihuni lebih dari seminggu oleh siapa pun. Orang-orang percaya bahwa rumah itu dihuni oleh penunggu. Namun, ada seorang remaja bernama Alaric — anak pindahan dari kota — yang justru tertarik untuk menyelidikinya.
"Kalau kamu nekat ke sana, jangan sentuh lemari kayu di kamar utama," kata Pak Giman, penjaga kebun di sekitar rumah. "Itu bukan lemari biasa."
Alaric hanya tersenyum kecil. Bagi dia, cerita hantu adalah bumbu dari rasa bosan hidup di desa.
---
Suatu siang saat sekolah diliburkan, Alaric membawa kamera dan senter kecil. Ia menyelinap masuk ke rumah tua itu lewat jendela belakang. Aroma debu dan kayu lapuk langsung menyambutnya. Lantai kayu berderit setiap kali diinjak, dan tirai lusuh berkibar pelan tertiup angin.
Rumah itu sunyi. Terlalu sunyi.
Namun Alaric tak gentar. Ia menyusuri lorong panjang, memotret setiap sudut ruangan. Lalu ia sampai di kamar utama. Di sanalah lemari kayu tua itu berdiri — besar, menghitam oleh usia, dan penuh ukiran berbentuk daun anggur di sisi-sisinya.
Tanpa ragu, Alaric membuka pintu lemari itu.
Tak ada apa-apa.
Namun saat ia hendak menutupnya kembali, cahaya dari senter memantul aneh di dinding belakang lemari. Ia meraba-raba... dan menemukan celah kecil. Pintu rahasia. Ia mendorongnya pelan.
Di baliknya, lorong sempit terbuka, menurun seperti gua.
Degup jantungnya makin cepat, tapi rasa penasaran mengalahkan ketakutan.
Ia masuk.
Lorong itu gelap dan sempit, hanya cukup dilewati satu orang. Dindingnya dingin dan basah, seperti terowongan tua. Setelah berjalan sekitar lima menit, ia tiba di ruang kecil berbentuk bundar, dengan satu meja batu di tengahnya. Di atas meja itu, ada buku besar bersampul kulit — berdebu tapi utuh.
Alaric membukanya.
Tulisan di dalamnya bukan bahasa Indonesia, juga bukan Inggris. Tapi anehnya, ia bisa membacanya — seakan pikirannya menerjemahkan langsung.
> “Barang siapa membaca ini, bersiaplah menjadi penjaga waktu. Kau tak dipilih — kau datang sendiri.”
Tiba-tiba ruang itu berguncang. Lorong di belakangnya tertutup batu. Alaric panik. Tapi di dinding depan, lambang ukiran lemari kayu menyala samar, membuka celah baru.
Dengan jantung berdebar, Alaric melewatinya.
Ia keluar... di tempat yang sangat berbeda.
Langit berwarna ungu keperakan. Bangunan menjulang tinggi tapi penuh akar pohon. Udara terasa lebih ringan, waktu seperti berhenti.
Di hadapannya berdiri seorang wanita tua berjubah kelabu.
"Kau membangunkan lorong yang sudah tidur selama dua abad," katanya. "Kau manusia pertama yang masuk tanpa dipanggil."
"Apa tempat ini?" tanya Alaric.
"Inilah Simpanan Waktu. Semua sejarah, masa depan, dan kemungkinan berada di sini. Dan kau telah membuka pintunya. Sekarang kau punya dua pilihan: kembali ke duniamu dan melupakan semua... atau belajar menjaganya."
---
Tiga tahun berlalu di dunia nyata. Rumah tua itu tetap kosong. Tapi sesekali, beberapa orang mengaku melihat siluet anak muda berdiri di jendela kamar utama, memandang keluar — membawa cahaya redup dari dalam lemari kayu tua.
Pak Giman hanya mengangguk ketika ditanya soal kabar Alaric.
"Anak itu memilih jalan sendiri," gumamnya. "Dan kadang, dunia tak hanya sebesar desa ini."
---




riodgarp dan intanasara memberi reputasi
2
22
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan