- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
BAHLIL DAN KILOMETER KEBOHONGAN: MENABUR TAMBANG DI SURGA, DITERIAKI RAKYAT YANG MUAK


TS
jihadabdul28
BAHLIL DAN KILOMETER KEBOHONGAN: MENABUR TAMBANG DI SURGA, DITERIAKI RAKYAT YANG MUAK

Bahlil
Oke, mari kita mulai dari absurditas tingkat dewa ini. Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi, berdiri di depan mikrofon dan dengan wajah tanpa dosa berkata:
> “Pulau Piaynemo dengan Pulau Gag itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km...”
Seolah-olah dengan jarak 40 kilometer, bom ekologis bernama tambang nikel itu akan berubah menjadi kucing lucu yang tak berbahaya. Seolah-olah laut dan udara bisa diberi pagar tak terlihat, agar pencemaran tak bisa menyeberang. Ini bukan dongeng anak-anak, Pak Menteri. Ini Raja Ampat—bukan ruang rapat BUMN!
Ketika Bahlil bilang tambang tidak akan mengganggu pariwisata karena “jauh”, itu seperti bilang kanker paru-paru tak berbahaya karena berada di sisi kiri tubuh. Raja Ampat adalah ekosistem utuh, satu tubuh hidup—hancurkan satu bagian, yang lain ikut sakit. Ini bukan soal kilometer, ini soal kehidupan.
Dan jangan lupakan ini: saat Bahlil hendak meninjau tambang di Pulau Gag, rakyat Sorong menyambutnya dengan teriakan protes. Mereka datang bukan dengan karpet merah, tapi dengan spanduk perlawanan. Tokoh adat, aktivis, masyarakat, semua turun tangan. Mereka muak. Mereka muak dengan politisi Jakarta yang datang membawa senyum dan investasi, tapi pulang meninggalkan lumpur dan lubang tambang.
> “Kita jangan disesatkan dengan apa kata Bahlil,” ujar Rio Rompas dari Greenpeace Indonesia.
“Biodiversitas Raja Ampat itu satu kesatuan. Kerusakan satu titik bisa merusak seluruh ekosistem.”
Tapi siapa peduli dengan ekosistem jika sudah ada kontrak tambang yang diteken sejak 2017? Bahlil bahkan berkata,
> “Saya belum masuk kabinet waktu izin itu keluar.”
Ah, klasik. Cuci tangan sambil menari di atas nisan ekologi.
Ini bukan soal siapa yang teken duluan. Ini soal siapa yang berani menghentikan. Tapi sayangnya, lebih mudah menyalahkan masa lalu daripada melawan kepentingan hari ini.
Dan kini, Raja Ampat digerogoti dari pinggir. Air mulai berubah, tanah mulai digusur, dan turis perlahan pergi. Tapi bagi para elit, semua baik-baik saja. Selama bisa diklaim “jauh dari wisata”, maka tambang boleh terus menari di surga.
Kami katakan cukup! Jangan bungkam rakyat dengan narasi pembangunan palsu. Jangan bodohi bangsa ini dengan kilometer kebohongan.
Karena tambang di Raja Ampat bukan pembangunan — itu perampokan!
Oke, mari kita mulai dari absurditas tingkat dewa ini. Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi, berdiri di depan mikrofon dan dengan wajah tanpa dosa berkata:
> “Pulau Piaynemo dengan Pulau Gag itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km...”
Seolah-olah dengan jarak 40 kilometer, bom ekologis bernama tambang nikel itu akan berubah menjadi kucing lucu yang tak berbahaya. Seolah-olah laut dan udara bisa diberi pagar tak terlihat, agar pencemaran tak bisa menyeberang. Ini bukan dongeng anak-anak, Pak Menteri. Ini Raja Ampat—bukan ruang rapat BUMN!
Ketika Bahlil bilang tambang tidak akan mengganggu pariwisata karena “jauh”, itu seperti bilang kanker paru-paru tak berbahaya karena berada di sisi kiri tubuh. Raja Ampat adalah ekosistem utuh, satu tubuh hidup—hancurkan satu bagian, yang lain ikut sakit. Ini bukan soal kilometer, ini soal kehidupan.
Dan jangan lupakan ini: saat Bahlil hendak meninjau tambang di Pulau Gag, rakyat Sorong menyambutnya dengan teriakan protes. Mereka datang bukan dengan karpet merah, tapi dengan spanduk perlawanan. Tokoh adat, aktivis, masyarakat, semua turun tangan. Mereka muak. Mereka muak dengan politisi Jakarta yang datang membawa senyum dan investasi, tapi pulang meninggalkan lumpur dan lubang tambang.
> “Kita jangan disesatkan dengan apa kata Bahlil,” ujar Rio Rompas dari Greenpeace Indonesia.
“Biodiversitas Raja Ampat itu satu kesatuan. Kerusakan satu titik bisa merusak seluruh ekosistem.”
Tapi siapa peduli dengan ekosistem jika sudah ada kontrak tambang yang diteken sejak 2017? Bahlil bahkan berkata,
> “Saya belum masuk kabinet waktu izin itu keluar.”
Ah, klasik. Cuci tangan sambil menari di atas nisan ekologi.
Ini bukan soal siapa yang teken duluan. Ini soal siapa yang berani menghentikan. Tapi sayangnya, lebih mudah menyalahkan masa lalu daripada melawan kepentingan hari ini.
Dan kini, Raja Ampat digerogoti dari pinggir. Air mulai berubah, tanah mulai digusur, dan turis perlahan pergi. Tapi bagi para elit, semua baik-baik saja. Selama bisa diklaim “jauh dari wisata”, maka tambang boleh terus menari di surga.
Kami katakan cukup! Jangan bungkam rakyat dengan narasi pembangunan palsu. Jangan bodohi bangsa ini dengan kilometer kebohongan.
Karena tambang di Raja Ampat bukan pembangunan — itu perampokan!
0
43
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan