Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Satu Hari di Rumah Tua
Satu Hari di Rumah Tua

Matahari belum sepenuhnya naik saat Fira berdiri di depan rumah tua peninggalan kakeknya. Cat putih yang mengelupas, jendela kayu yang berderit ditiup angin, dan pagar besi yang berkarat tak membuat rumah itu kehilangan wibawa. Ada semacam energi tua yang menggantung di udara, seperti sebuah cerita yang menunggu untuk diceritakan ulang.

Fira mewarisi rumah itu dua minggu lalu, setelah kematian kakeknya yang mendadak. Ia tak pernah benar-benar mengenal lelaki itu—ayahnya tidak pernah membicarakan masa kecilnya, dan ibunya pun hanya menyebut sang kakek sebagai “pria yang hidup dengan bayang-bayang.” Tapi surat warisan itu tiba-tiba muncul, dan kini Fira berdiri di ambang cerita yang belum pernah ia dengar.

Begitu membuka pintu, aroma kayu tua dan debu menyambutnya. Suasana di dalam rumah terasa seolah waktu membeku. Meja makan masih tertata, buku-buku berjajar rapi di rak, dan sebuah jam dinding besar masih berdetak pelan. Ia melangkah perlahan, membuka tirai jendela dan membiarkan sinar pagi menyapu ruang tamu.

Di sudut ruangan, ada sebuah peti kayu tua. Terkunci. Tapi kunci kecil tergantung di belakang jam dinding. Fira mengambilnya dan membuka peti itu dengan gemetar.

Di dalamnya, terdapat tumpukan surat, buku harian usang, dan beberapa foto hitam putih. Ia membaca sepucuk surat teratas. Tertulis tanggal 1964. Surat itu ditulis oleh seorang perempuan bernama Laras, ditujukan kepada “Adimas.” Nama itu menggetarkan dadanya—itu adalah nama kakeknya.

> *"Adimas, aku tak tahu kapan kau membaca ini. Tapi jika kau masih menyimpan rumah kita, mungkin suatu hari cucumu akan datang dan menemukan semua ini. Jangan benci ayahmu, dan jangan wariskan luka itu. Aku akan selalu mencintaimu, meski dari jauh."*

Air mata menggenang di mata Fira. Ia tak tahu siapa Laras, tapi isi surat itu terasa seperti suara lembut dari masa lalu yang ingin berdamai.

Hari itu, Fira menghabiskan waktu membaca puluhan surat dan catatan harian. Kakeknya rupanya seorang penulis puisi yang patah hati. Laras adalah tunangannya, tapi mereka dipisahkan oleh restu keluarga dan keadaan politik yang panas di masa itu. Kakeknya memutuskan hidup menyendiri, menolak menikah, dan tinggal di rumah tua itu sampai akhir hayatnya.

Saat senja tiba, Fira menutup peti itu dengan hati yang hangat. Ia merasa baru saja berbincang dengan masa lalu. Rumah tua itu tak lagi terasa asing—ia mengerti kenapa ia dipilih untuk mewarisinya. Ada sesuatu yang harus diselamatkan: kisah yang tak selesai.

Di halaman belakang, Fira berdiri di bawah pohon jambu biji besar sambil memandang langit yang mulai gelap. Angin sepoi-sepoi menyapu rambutnya. Ia mengeluarkan ponsel dan membuka aplikasi catatan.

> “Judul: Rumah Tua dan Surat yang Tak Pernah Sampai. Bab 1: Warisan…”

Ia menulis dengan cepat. Di rumah itu, Fira tak hanya menemukan warisan harta, tapi juga warisan cerita—dan ia akan menjadi suara baru yang meneruskannya.

---
intanasaraAvatar border
intanasara memberi reputasi
1
61
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan