- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Langkah dalam Diam


TS
yantosau
Langkah dalam Diam

Malam itu sunyi, langit seolah menahan napasnya. Hanya desiran angin dan gemerisik daun-daun yang jadi saksi saat Raka menjejakkan langkah kakinya di sebuah gang sempit menuju masjid kecil di pojok kota. Langkahnya tenang namun dalam hati berkecamuk. Ia baru saja menolak tawaran pekerjaan yang bisa membuat hidupnya lebih layak. Alasannya sederhana: pekerjaan itu mengharuskannya memalsukan data.
Raka, seorang pria berusia 28 tahun, hidup sederhana di kamar kos kecil yang hanya muat satu kasur, satu lemari, dan meja lipat. Ia bekerja serabutan, mulai dari menjadi penjaga toko hingga ojek online. Meski hidupnya penuh keterbatasan, ia punya satu prinsip: kejujuran.
Di sela kesibukan, Raka sering mengisi waktunya dengan mengajar anak-anak mengaji di masjid. Di situlah ia bertemu Aulia—seorang perempuan berhijab hitam, berkulit putih bersih, dengan sorot mata teduh yang tak pernah memandang rendah meski tahu latar belakang Raka.
Aulia adalah guru honorer di SD swasta yang letaknya tak jauh dari masjid. Ia sering membantu Raka ketika anak-anak mulai sulit diatur. Mereka sering berbagi teh hangat selepas mengajar, bercerita tentang mimpi, kehidupan, dan sesekali tertawa soal hal-hal sederhana.
Namun, Aulia menyimpan rahasia.
Suatu malam, saat bulan hampir purnama, Aulia datang lebih awal. Wajahnya tampak gelisah. Raka yang sedang membersihkan sajadah langsung menyadarinya.
“Kamu kenapa, Lia?” tanya Raka lembut.
Aulia menghela napas. “Aku akan pindah, Kak.”
Raka terdiam. Dunia seolah berhenti berputar.
“Pindah ke mana?”
“Ke luar kota. Ayah ingin aku menikah dengan pilihan keluarga. Aku nggak bisa menolak.”
Malam itu, masjid tak lagi terdengar hening. Ada desakan di dada Raka yang tak bisa ia tumpahkan. Ia hanya mengangguk, pura-pura kuat. Padahal hatinya runtuh.
Aulia pergi seminggu kemudian. Sejak itu, Raka kembali sendiri. Tak ada lagi teh hangat, tak ada lagi suara tawa lembut. Ia tetap mengajar, tetap jujur, tetap sederhana. Tapi ia tahu, sebagian hatinya tertinggal pada seseorang yang pergi membawa diam.
Tiga tahun berlalu.
Suatu siang, saat matahari menggantung tepat di atas kepala, Raka yang sedang duduk di teras masjid melihat sosok perempuan berpakaian gamis syar’i dan berhijab hitam turun dari mobil sederhana. Ia menggandeng anak kecil berusia sekitar dua tahun.
“A—Aulia?” gumamnya.
Perempuan itu menoleh dan tersenyum. “Assalamualaikum, Kak.”
Waktu seolah kembali.
“Aku bercerai,” ucap Aulia lirih saat mereka duduk di serambi masjid. “Suamiku ternyata ringan tangan. Aku tak kuat.”
Raka menggenggam gelas air putihnya. “Lalu… kamu kembali untuk?”
“Untuk mengajar lagi. Dan… kalau Allah izinkan, untuk memulai lagi.”
Raka tak menjawab. Tapi air matanya hampir jatuh. Bukan karena sedih, tapi karena harapan yang dulu ia kubur kini hidup kembali.
Dunia boleh runtuh berkali-kali. Tapi hati yang sabar, tak pernah benar-benar mati.




gevinparker dan intanasara memberi reputasi
2
260
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan