- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kompol Satria Nanda sampaikan pledoi minta keringanan hukuman


TS
kushkoos
Kompol Satria Nanda sampaikan pledoi minta keringanan hukuman

Batam (ANTARA) - Mantan Kasatresnarkoba Polresta Barelang Kompol Satria Nanda menyampaikan nota pembelaannya (pledoi) terhadap tuntutan mati dari jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, Senin.
Nanda jadi satu-satunya terdakwa yang menyampaikan pledoinya di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum setelah penasihat hukumnya membacakan nota pembelaannya. Surat pembelaan itu ditulisnya dalam tiga lembar kertas.
"Pada kesempatan ini saya sangat memohon pertimbangan dan kebijaksanaan majelis hakim dengan lebih objektif mengacu pada fakta persidangan dan ketentuan disertai rasa kemanusiaan agar saya dapat dibebaskan dari segala dakwa dan tuntutan jaksa penuntut umum," kata Nanda membacakan pembelaannya.
Nanda juga menyampaikan jika majelis hakim kemudian memiliki keyakinan terdapat kesalahan atau kekhilafan yang dilakukannya terkait dengan perkara tersebut, hendaknya majelis hakim dapat memberikan keringanan hukuman.
"Saya memohon agar saya diberikan keringanan hukuman dengan pertimbangan saya belum pernah dihukum atau saya tidak pernah terlibat kejahatan. Selama dalam persidangan saya tidak pernah, saya juga selalu bersikap sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan," ujar Nanda sembari menahan tangis.
Dalam membacakan pembelaannya, alumni Akpol 2008 itu berkali-kali terisak dan menahan tangisnya. Dia menyampaikan rasa hormatnya kepada majelis hakim yang telah menyidangkan perkara sejak Februari 2025 sampai saat ini.
Nanda mengatakan perkara pidana yang dihadapinya membuat mentalnya hancur karena tekanan dan pemberitaan negatif dialamatkan kepadanya. Padahal dia baru 1,5 bulan bertugas sebagai Kasatresnarkoba Polresta Barelang.
Selama 16 tahun bertugas di kepolisian, kata Nanda, dirinya lama bertugas di Polairud, dan Mei 2024 ditugaskan sebagai Kepala Satresnarkoba Polresta Barelang.
"Saya terus merenung dalam keputusasaan, bertanya terhadap segala perbuatan yang diarahkan kepada saya, tuduhannya membuat karir saya hancur, nama baik saya tercoreng, serta hilangnya kebebasan dan membuat saya harus terpisah dengan keluarga saya, istri dan anak-anak saya selama saya menjalani proses hukum dalam perkara ini," katanya menahan tangis.
Nanda juga menyampaikan bahwa dirinya merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang berasal dari keluarga sederhana. Memiliki cita-cita dan impian menjadi anggota Polri.
Hingga akhirnya diterima sebagai polisi menjadi mukjizat bagi dirinya, selama bertugas selalu menjaga mimpi dan cita-citanya selama 16 tahun berkarir tidak pernah melakukan tindakan yang mencoreng nama baik Polri dan tidak pernah melanggar kode etik maupun disiplin, apalagi tindak pidana kejahatan lain.
"Selama 16 tahun saya lebih banyak bertugas di polair, dan sejak Mei 2024 saya dapat penugasan sebagai Kasatresnarkoba Polresta Barelang, sehingga saya tidak memiliki background di bidang narkoba," ungkapnya.
Nanda mengaku, mendengarkan tuntutan mati yang dibacakan JPU pada sidang Senin (26/5) bagaikan petir di siang bolong yang membuat mentalnya hancur dan diselimuti rasa ketakutan, merasa hidup sudah tidak berarti lagi.
Namun berkat ketabahan dan kesetiaan istri serta memikirkan anak-anaknya yang masih kecil. kata Nanda, semangat hidupnya kembali bangkit dan harus tegar menghadapi perkara ini.
Dia menyebut bingung dengan JPU yang tega menuntutnya hukuman mati. Padahal, selama sidang perkara tersebut berjalan tanpa barang bukti yang ditunjukkan di persidangan.
Bahkan, dirinya pun tidak terdapat dalam WhatsApp Group yang menjadi wadah komunikasi anggota Satresnarkoba Polresta Barelang yang saat ini menjadi terdakwa.
"Terlebih lagi saya tidak ada di lokasi penangkapan, lantas bagaimana saya bisa dipersangkakan oleh JPU dan dituntut hukuman mati, apakah pantas," katanya dengan nada bertanya.
Nanda juga membeberkan saat laporan polisi perkara tersebut dibuat, dirinya sedang menjalani penempatan khusus (patsus/pelanggaran etik), di mana perkara tersebut sampai saat ini belum mendapat kepastian hukum (banding).
Dia juga mengaku saat dirinya lebih duluan ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu dibandingkan dengan rekan lainnya, tanpa dilengkapi surat panggilan, tanpa surat perintah dan tanpa surat penetapan tersangka.
"Serta banyak sekali hak-hak saya sebagai tersangka yang tidak diberikan," ungkap Nanda.
Nanda juga menekankan bahwa dirinya tanpa pengawalan dan tanpa upaya apapun tidak melakukan perlawanan terhadap perkara pidana yang dihadapinya.
Dia berharap segala upaya baik yang dilakukan hendaknya menjadi penilaian JPU dan hakim dalam memutuskan nasibnya.
"Bahwa saya bersifat kooperatif dan tidak pernah melawan institusi. Bahkan pada saat para terdakwa lain mengajukan praperadilan, justru saya satu-satunya yang tidak menempuh upaya praperadilan," kata Nanda.
Dengan nada kecewa, Nanda mennyebut JPU tidak mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankannya, bahkan ironisnya dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
"Padahal saya selalu bersikap kooperatif memberikan keterangan sesuai dengan apa yang saya dengar, saya lihat, saya alami dan saya selalu bersikap sopan dalam persidangan," ungkap Nanda.
Usai mendengarkan pembelaan Satrian Nanda, Hakim Tiwik menanyakan tanggapan jaksa penuntut umum.
Jaksa menanggapi tetap pada putusannya. Sehingga sidang ditunda untuk hakim melakukan musyawarah sebelum membacakan putusan pada Rabu (4/6).
Pewarta: Laily Rahmawaty
sumber
kasian juga gan udah lama mengabdi malah terancam hukuman mati. semoga mendapat putusan yang adil dari para hakim

0
532
21


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan