Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Labirin Mimpi Arga
Labirin Mimpi Arga

Namaku **Arga**, seorang penulis biasa yang tinggal di kota kecil. Hidupku monoton—bangun pagi, menulis, minum kopi, tidur, dan ulang lagi esoknya. Tapi semua berubah sejak aku mulai **bermimpi di dalam mimpi**.

Semua bermula pada malam tanggal 17. Aku ingat jelas, karena malam itu hujan deras mengguyur kota, dan aku tertidur sambil menulis cerita tentang seorang pria yang tersesat di hutan kabut.

Dalam mimpi, aku melihat diriku sendiri duduk di depan meja, menulis cerita. Sama persis seperti dunia nyata. Tapi ketika aku melihat cermin, bayanganku tidak bergerak. Jantungku berdetak kencang. Aku mendekat ke cermin, dan tiba-tiba bayanganku **tersenyum licik**, sementara aku berdiri kaku.

“Selamat datang di level pertama,” katanya.

Aku terbangun. Atau kukira begitu.

Aku berada di kamarku, tapi suasananya aneh. Lampu menyala terlalu terang, jam dinding berjalan mundur, dan di luar jendela hanya ada kabut. Aku keluar kamar dan mendapati rumahku seperti labirin. Lorong-lorong memanjang ke segala arah. Setiap pintu yang kubuka mengarah ke ruangan yang sama: meja, kursi, dan cermin.

Di salah satu cermin, aku melihat diriku tertidur. Tapi bukan seperti mimpi biasa—**aku sadar bahwa aku sedang bermimpi, dan masih ada dalam mimpi sebelumnya.**

Aku panik. Mencubit tangan. Tidak sakit. Berlari. Berteriak. Tapi dunia tetap diam.

Di tengah labirin, aku bertemu seorang gadis kecil dengan mata kosong. Dia berkata, “Semakin dalam kau masuk, semakin susah untuk kembali. Mimpi ketiga akan menghapus kenanganmu.”

Lalu, ia menghilang dalam kabut.

Aku mencoba bangun. Kupukul kepala sendiri. Kututup mata sambil berkata dalam hati, “Bangun! Ini cuma mimpi!”

Saat kubuka mata, aku berada di tengah padang pasir.

Tapi kali ini berbeda. Aku tidak ingat siapa namaku. Aku hanya tahu aku harus mencari seseorang—tapi siapa?

Seorang lelaki tua duduk di atas batu, menatapku. “Kau sedang tidur tiga lapis, Nak,” katanya. “Di dunia nyata, tubuhmu sedang koma. Kau menulis cerita tentang mimpi, lalu tertidur, dan kini kau terjebak dalam mimpi yang terinspirasi oleh ceritamu sendiri.”

Aku ketakutan. Apakah aku bisa kembali?

“Bisa,” katanya. “Tapi kau harus menyelesaikan ceritamu. Jika tidak, jiwamu akan terpecah di setiap lapisan mimpi.”

Aku mulai menulis di pasir dengan jari. Setiap kalimat membuka jalan. Kata demi kata membentuk pintu. Saat kutulis kata terakhir—**“kembali”**—angin besar datang dan menyapu semuanya.

Aku membuka mata.

Kini aku di kamarku. Tubuhku terasa berat. Aku berkeringat. Cahaya matahari menembus tirai. Semua tampak normal.

Aku tertawa kecil, lega. “Akhirnya bangun.”

Tapi kemudian, kulihat jam dinding.

Jam itu... berjalan mundur.

Dan dari cermin di sudut ruangan, **bayanganku tersenyum licik.**

“Selamat datang di level keempat.”

---

### 🔍 *Catatan Penutup:*

Cerita ini mengangkat tema mimpi berlapis dan batas antara kenyataan dan ilusi. Seperti film *Inception*, cerita ini menantang persepsi pembaca tentang realitas. Di balik lapisan mimpi, ada pertanyaan eksistensial: *Siapa aku sebenarnya, dan apakah ini semua nyata?*

---
intanasaraAvatar border
riodgarpAvatar border
riodgarp dan intanasara memberi reputasi
2
39
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan