Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Lukisan Terakhir Damar
Lukisan Terakhir Damar

Damar adalah seorang seniman muda yang terkenal karena karya-karya lukisannya yang sangat ekspresif dan… mengganggu. Ia tinggal di sebuah rumah tua di pinggiran kota Jogja, warisan dari orang tuanya yang meninggal dalam kecelakaan tragis ketika Damar berusia dua belas tahun. Rumah itu sepi, sunyi, dan penuh kanvas-kanvas besar yang menggambarkan wajah-wajah manusia dengan ekspresi ketakutan yang ekstrem.

Orang-orang menyebut karya Damar sebagai "lukisan kematian." Galeri-galeri seni mengantre untuk memajangnya, para kolektor rela membayar mahal, tapi tidak ada yang benar-benar tahu apa yang menginspirasi Damar menciptakan potret-potret seintens itu.

Kecuali satu orang.

Namanya Wira, sahabat masa kecil Damar yang kini bekerja sebagai wartawan majalah seni. Wira tahu sejak kecil bahwa Damar punya sisi gelap. Ia ingat Damar kecil yang tak menangis saat ayah dan ibunya dikubur. Ia ingat Damar tertawa saat seekor kucing mati tergilas mobil di depan sekolah.

Suatu hari, Wira mendapat undangan dari Damar. “Datanglah ke rumahku. Aku akan menunjukkan lukisan terakhirku. Karya puncak.”

Rasa penasaran membawanya datang. Rumah Damar tak banyak berubah. Masih sama gelap, masih sama dingin, masih dipenuhi bau cat dan terpentin. Tapi malam itu, Wira merasakan sesuatu yang berbeda—udara terasa menekan. Seperti ada yang mengawasi dari balik bayangan.

Damar menyambutnya dengan senyum yang sulit ditebak. Matanya sayu, tubuhnya kurus, dan tangannya penuh bercak merah yang ia klaim sebagai “cat baru.”

"Ini akan menjadi lukisan terakhirku sebelum aku berhenti melukis," kata Damar pelan.

"Kenapa berhenti? Karyamu makin terkenal," tanya Wira sambil mengamati ruang studio yang kini penuh dengan kain putih menutupi berbagai kanvas.

"Aku sudah melukis semua yang ingin kulukis. Tapi karya yang satu ini... istimewa."

Lalu, Damar menarik satu kain penutup. Di baliknya, terbentang lukisan yang membuat Wira bergidik. Itu bukan sekadar wajah ketakutan—itu adalah potret hidup seorang perempuan, dengan mata yang seperti berteriak minta tolong, mulut terbuka membentuk jeritan, dan leher penuh luka samar.

"Ini... siapa?" tanya Wira dengan suara parau.

Damar tersenyum, lalu berkata, "Namanya Ayu. Ia gadis yang tinggal di sebelah rumah, dulu sering main ke sini waktu kecil."

Wira membeku. Ia ingat Ayu. Gadis ceria yang tiba-tiba menghilang beberapa bulan lalu. Polisi menganggap ia kabur dari rumah karena masalah keluarga. Tapi tidak pernah ditemukan.

"Jangan bercanda, Damar," kata Wira gemetar. "Ini cuma... inspirasi, kan?"

Damar tak menjawab. Ia melangkah ke sudut ruangan, membuka lemari kayu besar, lalu menarik sebuah buku sketsa. Ia meletakkannya di depan Wira, halaman demi halaman menampilkan wajah-wajah lain—semuanya seperti Ayu. Semua tampak hidup. Terlalu hidup.

"Setiap lukisan yang berhasil, harus kulukis saat mereka masih hidup," bisik Damar.

Wira mundur. Napasnya sesak. Keringat dingin membasahi pelipisnya. "Kamu... kamu gila."

Damar menatapnya, kali ini tanpa senyum. "Aku bukan gila. Aku hanya jujur. Ketakutan itu indah, Wira. Saat mereka tahu mereka akan mati, wajah mereka memperlihatkan kebenaran yang tak bisa kamu dapat dari ekspresi biasa."

Malam itu, Wira melarikan diri dari rumah Damar. Ia melapor ke polisi, tapi saat mereka datang, rumah itu kosong. Semua lukisan, sketsa, bahkan perabotan menghilang. Seolah tak pernah ada siapa pun yang tinggal di sana.

Damar hilang tanpa jejak.

Seminggu kemudian, galeri seni di Jakarta menerima paket tanpa nama. Di dalamnya, satu lukisan: wajah pria dengan mata terbuka lebar, mulut membentuk jeritan, dan sorot mata ketakutan luar biasa.

Wajah itu adalah wajah Wira.

Tak ada yang tahu siapa pengirimnya.

Tapi mereka bilang, ekspresi dalam lukisan itu terlalu nyata.

---

emoticon-Jempol
tatikartiniAvatar border
intanasaraAvatar border
riodgarpAvatar border
riodgarp dan 2 lainnya memberi reputasi
3
59
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan