- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sejarawan Tanggapi Dua Poin Kritik Penulisan Ulang Sejarah Indonesia


TS
mabdulkarim
Sejarawan Tanggapi Dua Poin Kritik Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Susanto menegaskan bahwa penulisan sejarah Indonesia bersifat terbuka dan terus diperbarui seiring temuan baru.
28 Mei 2025 | 14.43 WIB
Prof. Dr. Susanto Zuhdi, Guru Besar UI. ui.ac.id
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Prof. Susanto Zuhdi, merespons kritik yang dilontarkan arkeolog Harry Truman Simanjuntak terkait proyek penulisan sejarah Indonesia yang dimotori Kementerian Kebudayaan. Dalam proyek ini, Prof Santo, sapaan akrabnya, bertindak sebagai penanggung jawab utama.
Truman sebelumnya menyoroti penggunaan istilah ‘sejarah resmi’ dalam proyek tersebut. Ia menilai istilah itu rawan diarahkan sesuai selera penguasa dan berisiko mencampuradukkan kepentingan akademis dan politis. Direktur Pusat Studi Prasejarah dan Austronesia itu pun menyinggung adanya potensi konflik kepentingan karena sejumlah pejabat pemerintah yang memfasilitasi proyek ini juga menjabat sebagai sejarawan dan bahkan ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI).
Merespons hal itu, Susanto menegaskan bahwa perbedaan pendapat antara dirinya dan Truman lebih berkaitan dengan penafsiran istilah prasejarah, bukan soal sejarah resmi atau tidak. “Saya kira bersoal dengan Prof. Truman itu bukan soal sejarah resmi atau tidak resminya. Kami berbeda di dalam penafsiran mengenai prasejarah, jadi soal perspektif,” kata Prof. Santo ketika dihubungi Tempo, Selasa, 27 Mei 2025.
Ia menjelaskan bahwa perbedaan pandangan dalam melihat periodisasi sejarah adalah hal wajar di kalangan ilmuwan. Menurut Susanto, Truman berpegang pada definisi konvensional bahwa prasejarah merujuk pada masa sebelum ditemukannya aksara atau tulisan.
“Kami melihatnya, kalau begitu sejarah baru ada di abad 4-abad 5 (masehi),” tuturnya. “Tapi sebelum itu kan sudah bukti-bukti seperti fosil, artefak, lukisan di dinding. Apa itu bukan sumber yang bisa kita gunakan untuk melukiskan adanya kehidupan?“ kata Susanto melanjutkan.
Penerima Penghargaan Dharma Pertahanan 2014 itu menjelaskan bahwa dalam proyek ini, periode sebelum hadirnya tulisan disebut sebagai ‘peradaban awal’ untuk menghindari perdebatan istilah. “Jadi ini kadang-kadang diksi juga menentukan. Yang penting fakta enggak kami tutupi, tetap berdasarkan fakta.”
Sementara terkait ‘sejarah resmi’, Susanto menjelaskan bahwa istilah itu merujuk pada sejarah yang dikeluarkan dan disponsori oleh negara, termasuk dari sisi anggaran. Ia menilai bahwa label resmi bukan isu yang prinsipil bagi tim penulis.
Menurut Direktur Sejarah pada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata periode 2001–2006 itu, proyek sejarah lainnya juga dikerjakan oleh institusi, seperti Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang dieditori Nugroho Notosusanto. “Itu buku resmi juga. SNI yang menjilidkan pemerintah juga. Sejarah ini belum punya duit, kalau Ikatan Dokter Indonesia (IDI) punya duit banyak, dia bisa bikin sejarah kesehatan sendiri.”
Susanto mengatakan bahwa proyek penulisan sejarah secara lengkap dari masa awal hingga kontemporer sejauh ini baru bisa dilakukan oleh pemerintah. “Tapi apa salahnya? Juga pemerintah menjalankan konstitusi pasal 32 UUD.“
Bahkan, dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS) pun ada tanda tangan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sambutan beberapa menteri. “Artinya memang diresmikan oleh pemerintah. Begitu cara melihatnya.”
Susanto menegaskan bahwa penulisan sejarah Indonesia bersifat terbuka dan terus diperbarui seiring temuan baru. Ia menyebut proyek ini sebagai ruang bagi generasi sejarawan muda untuk menampilkan hasil kajian mereka, baik dari dalam maupun luar negeri. Menurut dia, temuan-temuan tersebut perlu disampaikan kepada publik karena dibiayai oleh masyarakat. Ia juga menilai penulisan ini penting untuk memperluas perspektif sejarah Indonesia, termasuk menggali tema-tema yang selama ini kurang disorot seperti sejarah Portugis.
Kekhawatiran seperti yang disampaikan Truman, kata Susanto, bisa menjadi bagian dari proses refleksi. Truman sendiri sebelumnya sempat ditunjuk sebagai editor jilid pertama proyek ini, namun mengundurkan diri kurang dari sepuluh hari setelah tim mulai bekerja. Dalam surat bertanggal 22 Januari 2025, ia menyebut alasan pribadi dan akademis atas pengunduran dirinya, termasuk ketidaksesuaian dalam pendekatan keilmuan yang digunakan.
https://www.tempo.co/sains/sejarawan...onesia-1573562
masalah perbedaan pandangan






sariandbudi01 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
266
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan