Kaskus

Entertainment

mr.samodroAvatar border
TS
mr.samodro
iBox dan Label “Authorized Apple”: Kartel Gaya Baru di Balik Layanan Bergaya
Oleh: Reno Samodro

Sebagai pengguna iPhone sejak zaman tombol masih jadi fitur, saya selalu percaya bahwa beli perangkat Apple lewat jalur resmi itu ibarat masuk restoran bintang lima: mahal, tapi setidaknya dapet pelayanan yang bikin tenang. Tapi ternyata, yang saya dapat justru pengalaman yang bikin dahi berkerut dan dompet menjerit.

Harga Turun Secepat Baterai iPhone Lama

Awal 2025, saya membeli dua perangkat baru: iPhone 15 (karena “basic is beautiful”) dan iPhone 16 Pro Max (karena ego butuh kamera telefoto). Saya beli resmi, di iBox — ya, itu toko yang biasanya lebih rapi dari kamar kita sendiri.

Eh, belum sempat dua minggu menikmati layar Super Retina XDR, saya dapat kabar: harga turun sampai Rp1,5 juta per unit! Saya pikir ini kabar hoaks. Ternyata benar. Langsung ke toko, komplain, berharap ada itikad baik. Tapi stafnya hanya memberi senyum manis sambil bilang, “Wah, itu udah promo dari pusat, Pak.”

Coba bayangin: kita beli mobil, seminggu kemudian harganya turun drastis, dan pihak showroom bilang, “Nasib, Pak.” Ya sakitnya tuh… kayak lihat mantan jalan sama temen satu circle.

Proteksi IMEI: Dari Keamanan ke Keterpaksaan

Indonesia menerapkan proteksi IMEI sejak 2020. Tujuannya bagus: lawan HP BM, tingkatkan pendapatan pajak, lindungi konsumen. Tapi yang terjadi di lapangan: kita nggak bisa beli iPhone dari luar negeri tanpa risiko sinyal jadi dekorasi doang.

Ini efek dominonya:
1. Konsumen cuma bisa beli dari “jalur resmi”.
2. Distributor jadi raja pasar — bukan karena kualitas, tapi karena regulasi.
3. Harga iPhone di Indonesia? Seragam. Sama-sama mahal, sama-sama tanpa diskon.

Per Januari 2025, coba cek harga iPhone 15 dan 16 Pro Max di iBox, Digimap, Erafone, Urban Republic — bahkan di toko-toko airport yang biasanya suka beda sendiri. Semuanya copy-paste. Ini bukan persaingan sehat, ini kartel berseragam resmi.

“Authorized Reseller”: Labelnya Apple, Gayanya Terserah

Label “Apple Authorised Reseller” seharusnya jadi jaminan kualitas, transparansi, dan layanan sekelas Apple Store di Singapura. Tapi yang terjadi di Indonesia? Staf diam kalau promo mau datang, harga seragam tanpa opsi, dan kalau kita komplain… yang dijawab justru doa, bukan solusi.

Saya sampai mikir, “Mungkin yang dimaksud ‘Authorized’ itu bukan authorized by Apple, tapi authorized untuk membuat kita pasrah.”

Kalau Steve Jobs hidup dan belanja di sini, mungkin dia bakal bilang, “We’re not thinking different enough.”

Apa yang Saya Minta? Gak Banyak, Cuma Wajar Aja

Saya gak minta iPad gratis, gak minta dikasih AppleCare seumur hidup. Tapi sebagai konsumen resmi, saya rasa wajar kalau:
• Saya dapat informasi yang jujur dan transparan dari staf toko.
• Ada semacam perlindungan harga kalau turun drastis dalam 14 hari.
• Dan tentu saja, layanan yang mewakili semangat Apple yang katanya customer-centric itu.

Kalau permintaan ini terasa sulit untuk iBox dan distributor Apple lainnya, mungkin kita perlu pikir ulang: apakah label “authorized” ini cuma stiker mahal, atau benar-benar punya makna?

Akhir Kata: Jangan Sampai Konsumen Hanya Jadi ATM Berjalan

Saya masih akan pakai iPhone, karena ekosistemnya nyaman dan kameranya bisa bikin foto kucing jadi sinematik. Tapi saya juga gak mau jadi pembeli yang cuma disuruh diam dan terima nasib.

Distribusi resmi bukan berarti boleh seenaknya. Dan konsumen bukan cuma angka di laporan penjualan.



Reno Samodro
Pengguna iPhone 15 & iPhone 16 Pro Max
Pelanggan Apple, tapi juga warga negara yang sadar bahwa hak konsumen tidak bisa diswipe pakai Face ID.
0
161
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan