- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Cahaya di Balik Senja


TS
yantosau
Cahaya di Balik Senja

Di sebuah desa kecil bernama Lembah Aruna, tinggal seorang anak laki-laki bernama Raka. Ia berusia 12 tahun, anak yatim piatu yang tinggal bersama neneknya di sebuah rumah kayu sederhana di kaki gunung. Sejak kecil, Raka dikenal pendiam namun cerdas. Ia sangat suka membaca buku—satu-satunya warisan dari almarhum ayahnya, seorang guru yang mencintai ilmu.
Raka tidak pernah punya banyak teman. Di sekolah, ia sering dianggap aneh karena lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan daripada bermain layang-layang di lapangan. Tapi Raka tidak peduli. Ia punya satu tujuan: ingin keluar dari desa dan menjadi orang besar agar bisa membahagiakan neneknya yang sudah renta.
Setiap sore, sepulang sekolah, Raka duduk di tepi sungai yang mengalir di pinggir desa, sambil membaca buku sambil menatap matahari yang perlahan turun ke balik bukit. Baginya, senja adalah waktu paling ajaib—karena di saat itulah ia merasa seolah dunia berhenti sejenak dan memberi ruang bagi impian-impian kecilnya.
Suatu hari, desa mereka kedatangan seseorang yang tak biasa: seorang pria muda bernama Tama yang datang dengan motor trail, memakai jaket kulit dan ransel besar. Ia menginap di rumah kepala desa dan memperkenalkan diri sebagai relawan pendidikan yang ingin mengajar di desa terpencil.
Raka diam-diam mengagumi Tama. Ia sering memperhatikan pria itu dari jauh, terutama saat Tama membawa laptop dan alat peraga ke sekolah. Tama tidak hanya mengajar, tapi juga bercerita tentang dunia luar: tentang internet, kota besar, bahkan planet-planet di tata surya.
Raka memberanikan diri mendekati Tama. Mereka pun mulai berbincang. Tama, yang melihat kecerdasan alami Raka, memutuskan untuk membimbingnya secara pribadi di luar jam sekolah. Setiap malam, Raka belajar di rumah kepala desa, membaca materi dari laptop milik Tama, bahkan belajar coding sederhana.
Hari-hari Raka berubah. Ia kini punya semangat baru. Ia belajar lebih keras dari sebelumnya. Tama pun membantunya mendaftarkan beasiswa untuk sekolah unggulan di kota.
Namun di saat-saat menjelang pengumuman beasiswa, badai datang. Nenek Raka jatuh sakit. Kondisinya lemah dan butuh perawatan yang tidak bisa dilakukan di desa. Raka dihadapkan pada pilihan sulit: tetap mengejar impiannya ke kota atau merawat neneknya.
“Pergilah, Nak,” kata neneknya pelan. “Nenek ingin melihatmu terbang tinggi, walau dari kejauhan.”
Dengan berat hati, Raka pergi ke kota. Ia berjanji akan sering menulis surat dan pulang saat libur. Beasiswa diterima, dan Raka pun menjalani hidup barunya sebagai murid unggulan.
Tahun demi tahun berlalu. Raka tumbuh menjadi pemuda cerdas, diterima di universitas teknologi ternama, bahkan membuat aplikasi pendidikan untuk anak-anak desa. Tapi luka di hatinya tetap ada—neneknya meninggal dua bulan sebelum ia pulang ke desa.
Kini, Raka berdiri di tepi sungai Lembah Aruna, memandangi senja yang sama seperti dulu. Ia membuka laptop dan mulai mengajar anak-anak desa lewat aplikasi yang ia buat sendiri. Suaranya bergetar saat berkata, “Aku kembali, Nek. Kali ini bukan sebagai anak kecil yang bermimpi… tapi sebagai cahaya kecil yang ingin membagikan mimpi itu kepada banyak anak lain.”
Dan di balik senja yang perlahan tenggelam, tampak seberkas cahaya baru. Bukan dari matahari… tapi dari harapan.
---




intanasara dan farid.surel399 memberi reputasi
2
191
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan