Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Langkah Terakhir di Ujung Jalan
Langkah Terakhir di Ujung Jalan

Di sebuah desa kecil yang sunyi, tinggal seorang lelaki tua bernama Pak Wirya. Ia dikenal sebagai orang yang jarang bicara namun ramah kepada siapa pun yang menyapanya. Setiap pagi, ia berjalan perlahan menyusuri jalan desa sambil membawa tas kulit usangnya, berhenti sejenak di taman kecil untuk memberi makan burung-burung yang biasa datang.

Tak ada yang tahu pasti apa yang disimpan dalam tas itu, namun anak-anak desa sering membuat tebakan. "Peta harta karun," kata salah satu. "Surat cinta dari masa lalu," kata yang lain. Tapi Pak Wirya hanya tersenyum setiap kali ditanya, seakan tas itu lebih berarti daripada sekadar benda tua.

Suatu hari, seorang anak laki-laki bernama Rian duduk di sebelah Pak Wirya di taman. Rian baru saja kehilangan ayahnya karena kecelakaan kerja. Ia tak menangis di rumah, namun menyimpan semua kesedihannya dalam diam. Pak Wirya, tanpa diminta, membuka percakapan.

"Kau tahu, setiap langkah yang kita ambil, membawa kita lebih dekat ke ujung jalan," katanya pelan.

Rian memandangi wajah Pak Wirya yang dipenuhi keriput, namun matanya masih bersinar.

"Apa maksud Kakek?" tanya Rian.

"Setiap orang punya jalan hidup sendiri. Tapi ketika seseorang yang kita cintai sudah lebih dulu sampai di ujungnya, bukan berarti dia benar-benar hilang. Dia hanya sedang menunggumu, duduk di bangku taman lain yang belum bisa kamu lihat."

Hari-hari berlalu, dan Rian mulai rutin duduk bersama Pak Wirya setiap pagi. Mereka bicara banyak hal: tentang burung-burung, tentang langit, tentang kehilangan, dan tentang harapan. Hubungan mereka tumbuh seperti benih kecil yang dirawat dengan sabar.

Suatu pagi, Rian datang ke taman, tapi Pak Wirya tidak ada di bangku biasa. Ia menunggu. Satu jam berlalu. Dua jam. Namun bangku itu tetap kosong.

Beberapa warga desa datang menghampiri Rian. Mereka memberitahu bahwa Pak Wirya telah meninggal dunia malam sebelumnya di rumahnya, dalam tidurnya yang damai.

Rian menangis untuk pertama kalinya sejak ayahnya tiada.

Beberapa hari kemudian, keluarga Pak Wirya memberikan tas kulit tua itu kepada Rian. "Katanya, tas ini untukmu," ujar mereka.

Dengan tangan gemetar, Rian membuka tas itu. Di dalamnya, ada banyak surat tua, ditulis tangan. Semuanya ditujukan kepada seseorang bernama Sari. Di surat terakhir, tertulis:

*"Jika kau membaca surat ini, berarti aku telah berjalan sampai ujung jalan. Tapi aku percaya, akan ada seseorang yang meneruskan langkahku, meski dengan cara yang berbeda. Kepadanya, aku titipkan semua rasa, semua kenangan, dan semua harapan yang belum sempat kutuliskan. Aku tak ingin hilang dari dunia ini tanpa memberi makna. Jika kamu membaca ini, maka kamu adalah makna itu."*

Rian menggenggam surat itu erat. Ia tahu kini apa yang akan ia lakukan. Ia akan menulis. Ia akan mengisi sisa jalan yang ditinggalkan Pak Wirya, dengan cerita, dengan cinta, dan dengan keberanian untuk merawat kenangan.

Tahun-tahun berlalu. Rian tumbuh menjadi penulis cerita kehidupan. Di setiap buku pertamanya, ia selalu menyelipkan satu kalimat:

*"Langkah terakhir di ujung jalan bukanlah akhir, tapi awal dari kisah yang baru."*

---
rizkyarif23Avatar border
intanasaraAvatar border
indrag057Avatar border
indrag057 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
112
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan