Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Penjaga Warung di Tengah Hutan
Penjaga Warung di Tengah Hutan

Namanya Pak Darma. Ia tinggal di sebuah warung kecil yang terletak di tengah hutan lereng Gunung Merapi. Warung itu sederhana, terbuat dari kayu dan bambu, beratap seng, dengan satu meja panjang dan tiga bangku dari batang pohon. Anehnya, meski jauh dari pemukiman, warung itu selalu ramai setiap sore. Entah dari mana para pengunjung datang, mereka duduk, memesan kopi hitam dan gorengan, berbincang sebentar, lalu pergi begitu saja sebelum magrib datang.

Raka, seorang mahasiswa geologi dari Yogyakarta, mendengar cerita tentang warung misterius itu dari warga setempat ketika ia dan timnya sedang melakukan penelitian lapangan. “Kalau sore, jangan naik ke utara,” kata Pak Surip, penjaga basecamp. “Di sana ada warung aneh. Kalau kau salah masuk, bisa-bisa tak balik.”

Sebagai orang rasional, Raka hanya menganggap cerita itu sebagai mitos. Tapi rasa penasaran mengalahkan logikanya. Pada hari ketiga, setelah timnya kembali ke basecamp lebih awal karena hujan, Raka memutuskan menyusuri jalur kecil yang disebut warga sebagai "Jalur Warung Darma".

Langit mulai menguning saat ia menyusuri jalan setapak itu. Daun-daun gugur seperti menyambut langkahnya. Sekitar tiga puluh menit berjalan, ia mencium aroma kopi yang kuat. Benar saja, di sebuah bukaan hutan, berdiri warung tua dengan lentera kuning tergantung di depan. Seorang pria tua dengan rambut putih menyambutnya.

“Silakan, Nak. Mau kopi?” suara Pak Darma berat namun ramah.

Raka duduk. Ia memesan kopi dan tempe goreng. Warung itu sunyi, tapi terasa hangat. Tidak lama, tiga orang pendaki muncul, lalu duduk di bangku lain. Mereka mengangguk pada Raka tapi tidak berkata sepatah kata pun. Hanya tersenyum.

“Apa Bapak tinggal di sini?” tanya Raka.

“Saya hanya menjaga. Tempat ini sudah ada sejak sebelum gunung ini meletus ratusan tahun lalu,” jawab Pak Darma tenang.

Raka meneguk kopinya. Aneh. Rasa kopinya luar biasa nikmat, seperti menyimpan kehangatan rumah, namun juga getir seperti kenangan yang tidak bisa kembali.

Saat matahari hampir tenggelam, Pak Darma menepuk bahunya. “Nak, kalau sudah selesai, sebaiknya turun sekarang. Jangan sampai malam di sini.”

Raka menurut. Ia pamit dan kembali ke jalur setapak. Tapi saat menoleh, warung itu sudah tidak ada. Yang tersisa hanya bekas tanah rata dan pohon-pohon tua menjulang.

Sesampainya di basecamp, Pak Surip terperanjat melihat Raka.

“Kamu ke warung itu?” tanyanya, ketakutan. “Itu bukan tempat biasa. Warung itu hanya muncul untuk orang-orang yang sedang ‘dicari’ oleh waktu.”

Raka terdiam. Dalam sakunya, masih ada bungkus gorengan dari warung tadi. Hangatnya masih terasa. Tapi lebih dari itu, ia sadar: warung itu bukan sekadar tempat istirahat. Itu adalah tempat bagi mereka yang tersesat—bukan di hutan, tapi di hidupnya.

---
intanasaraAvatar border
indrag057Avatar border
xhamsterrrAvatar border
xhamsterrr dan 8 lainnya memberi reputasi
9
473
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan