- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Lelaki Penjual Waktu


TS
yantosau
Lelaki Penjual Waktu

Di sudut kota yang hampir tak pernah dilalui siapa pun, berdiri sebuah kios kecil dari kayu tua yang nyaris runtuh. Tak ada papan nama, tak ada penerangan, hanya sebuah kursi reyot dan jam dinding tua yang berdetak pelan. Namun mereka yang pernah tersesat ke sana tahu, bahwa di balik kios itu ada seorang lelaki tua — penjual waktu.
Ia dikenal dengan nama Pak Jati. Rambutnya putih semua, matanya tajam seperti jarum jam, dan suaranya berat namun menenangkan. Tidak ada yang tahu dari mana asalnya. Tidak ada yang tahu juga bagaimana kiosnya bisa berdiri di sana. Tapi satu hal yang pasti: orang-orang datang kepadanya ketika mereka ingin mengulang waktu… atau mempercepatnya.
Namun, tak seperti film atau dongeng, waktu yang dijual Pak Jati tidak murah. Ia tidak menerima uang. Sebagai gantinya, ia meminta kenangan. Setiap menit yang kau beli darinya, dibayar dengan satu kenangan penting dalam hidupmu.
“Jika kau ingin kembali satu hari ke masa lalu,” katanya pada seorang pelanggan, “maka aku akan mengambil satu hari yang tak ingin kau lupakan. Kau tidak akan mengingatnya lagi.”
Suatu malam, datanglah seorang pemuda bernama Andra. Wajahnya murung, matanya lelah, dan tangannya gemetar saat ia mengajukan permintaan.
“Aku ingin kembali ke hari ketika ibuku masih hidup. Aku ingin memperbaiki semua yang aku sesali.”
Pak Jati mengangguk pelan. “Kau yakin? Untuk kembali ke masa itu, kau harus menyerahkan kenangan akan satu orang yang paling mencintaimu hari ini.”
Andra terdiam. Ia tahu siapa yang dimaksud: adik perempuannya, Dini. Gadis kecil yang selalu menunggunya pulang dan satu-satunya keluarga yang tersisa.
Namun penyesalan menggerogoti hatinya. Ia ingat hari terakhir ibunya, saat ia memilih pergi dari rumah karena marah dan tidak sempat mengucap kata maaf.
“Aku rela,” katanya akhirnya.
Pak Jati mengangguk. Ia mengambil jam kantornya, memutar jarum ke arah berlawanan, dan tiba-tiba semua gelap.
Ketika Andra membuka mata, ia sudah berada di ruang tamu rumahnya — tujuh tahun lalu. Ibunya sedang duduk, menjahit baju, dan senyumnya begitu hangat. Tanpa berpikir panjang, Andra memeluknya, menangis, dan meminta maaf berkali-kali. Ia memperbaiki semuanya hari itu. Ia membuat makan malam, membantu mencuci, dan tidur di pangkuan ibunya.
Namun ketika pagi tiba, dunia kembali berubah. Ia sudah kembali ke masa sekarang, tapi dengan satu perbedaan besar: ia tidak mengenal Dini. Tidak ada jejak gadis kecil itu di rumahnya. Foto-foto di dinding hanya menampilkan dirinya dan sang ibu. Di ponsel, tidak ada nomor Dini. Bahkan kamar kecil di sebelahnya kosong dan berdebu.
Andra merasa hampa. Ia menepati keinginannya untuk memperbaiki masa lalu, tapi ia membayar dengan kehilangan masa kini.
Ia kembali ke kios itu, berharap bisa membatalkan semuanya. Tapi Pak Jati hanya berkata, “Setiap pilihan datang dengan harga. Dan waktu, tak pernah bisa dikembalikan.”
Sejak saat itu, Andra tak pernah lagi mencari masa lalu. Ia mulai menulis ulang hidupnya, dari awal, dengan hati yang lebih penuh kesadaran. Setiap orang yang ditemuinya ia hargai, setiap detik ia jalani dengan sungguh-sungguh.
Karena kini, ia tahu: waktu bukan tentang panjangnya hari, tapi tentang bagaimana kita mengisinya. Dan satu detik yang tulus, lebih berharga dari seribu hari yang penuh penyesalan.
---






intanasara dan 3 lainnya memberi reputasi
4
143
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan