Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
Rumah di Ujung Hujan
Rumah di Ujung Hujan

Di sebuah desa kecil yang selalu diselimuti kabut pagi dan suara jangkrik malam, terdapat sebuah rumah tua di ujung jalan berbatu. Warga desa menyebutnya *Rumah di Ujung Hujan*, karena setiap kali hujan turun, rumah itu terlihat lebih hidup—seolah ia bernafas.

Konon, rumah itu ditinggali oleh seorang wanita tua bernama Nyai Sari. Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan ia tinggal di sana. Sebagian berkata ia sudah ada sejak desa itu belum bernama, sebagian lain mengira ia hanya bayangan dari masa lalu yang enggan pergi.

Suatu hari, datanglah seorang pemuda bernama Raka dari kota. Ia adalah mahasiswa seni rupa yang sedang mencari tempat tenang untuk menyelesaikan lukisan tugas akhirnya. Ia menyewa rumah kecil tak jauh dari *Rumah di Ujung Hujan*.

Malam pertama, saat hujan turun deras, Raka mendengar suara gamelan samar dari arah rumah tua itu. Tidak ada cahaya, hanya irama lembut yang terasa seperti menghipnotis. Penasaran, keesokan harinya ia bertanya pada warga desa.

“Kalau dengar suara itu, jangan didekati,” kata Pak Lurah. “Itu bukan untuk manusia biasa.”

Namun rasa penasaran Raka terlalu besar. Malam berikutnya, ia membawa payung dan menyusuri jalan berlumpur ke arah rumah itu. Anehnya, semakin dekat ia melangkah, suara gamelan terdengar semakin jernih, dan hujan terasa hangat, seperti hujan musim panas.

Pintu rumah itu terbuka perlahan, seperti menyambutnya. Di dalam, Raka melihat Nyai Sari sedang duduk menghadap cermin besar. Wajahnya tidak tampak tua, bahkan cantik, dengan rambut panjang terurai dan senyum misterius.

“Sudah lama aku menunggumu,” kata Nyai Sari. “Akhirnya kamu datang.”

“Aku... tidak mengerti. Siapa Nyai?”

“Kamu keturunan terakhir yang masih hidup. Kamu mewarisi darah penjaga bunyi-bunyi ini.”

Raka terpaku. Ia ingin lari, tapi tubuhnya membeku.

Malam itu, Nyai Sari menceritakan tentang warisan leluhur mereka yang berasal dari zaman kerajaan. Ia adalah penjaga melodi gaib yang hanya bisa didengar oleh mereka yang terpilih—melodi yang bisa membuka gerbang antara dunia nyata dan dunia arwah.

Setelah malam itu, Raka tidak pernah kembali ke kota. Rumah kontrakannya kosong, dan hanya lukisan yang tertinggal: sebuah potret seorang wanita tua dengan mata dalam dan senyum tipis, duduk di depan cermin di tengah hujan.

*Dan sejak saat itu, suara gamelan di rumah itu menjadi lebih sering terdengar. Kini warga menyebutnya, Rumah di Ujung Hujan... yang tak lagi sendiri.*

---
0
49
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan