- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Hujan Terakhir di Bulan Juni


TS
yantosau
Hujan Terakhir di Bulan Juni

Di sebuah desa kecil yang tersembunyi di antara perbukitan, tinggal seorang pemuda bernama Lano. Ia adalah seorang pengrajin jam kayu yang hidup sederhana bersama ibunya. Meskipun hidup mereka pas-pasan, Lano selalu merasa cukup. Baginya, waktu adalah segalanya—bukan hanya karena ia bekerja dengan jam, tapi karena waktu adalah satu-satunya hal yang tak bisa diulang, seperti detik-detik kebersamaannya dengan sang ibu yang semakin renta.
Suatu hari di bulan Juni, hujan turun dengan derasnya, lebih deras dari hujan-hujan sebelumnya. Desa kecil itu seperti terkurung dalam tirai air. Lano yang tengah memahat kayu, terhenti saat mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. Saat dibuka, berdiri seorang gadis muda, tubuhnya basah kuyup dan wajahnya pucat. Ia memperkenalkan diri sebagai Kirana, seorang penulis dari kota yang tersesat saat mencari inspirasi.
“Bolehkah aku berteduh sebentar?” tanyanya dengan suara lemah.
Lano mempersilakan Kirana masuk, memberikan handuk dan secangkir teh jahe. Obrolan mereka mengalir begitu saja, seperti dua orang yang saling mengenal sejak lama. Kirana terkesima dengan jam-jam kayu buatan Lano, terutama sebuah jam besar dengan ukiran burung hantu yang belum selesai.
“Itu jam spesial,” kata Lano. “Aku membuatnya untuk ibuku sebelum ulang tahunnya bulan depan. Tapi aku belum menemukan bagian terakhirnya.”
Kirana terdiam. Ia memandangi jam itu lama sekali, lalu berkata, “Mungkin yang kau cari bukan bagian jamnya, tapi cerita di baliknya.”
Hari-hari berikutnya, hujan tak kunjung berhenti. Kirana pun tinggal lebih lama di rumah Lano. Ia membantu Lano mengukir, sementara ia sendiri menulis kisah tentang seorang pemuda pembuat jam dan gadis dari kota yang terjebak di waktu yang sama. Mereka saling berbagi mimpi—Lano ingin jam-jamnya bisa sampai ke kota, dan Kirana ingin menulis buku yang tak terlupakan.
Namun saat langit akhirnya cerah, Kirana harus pergi. Ia meninggalkan Lano dengan sebuah naskah cerita berjudul **“Hujan Terakhir di Bulan Juni”**, dan pesan singkat: *“Terima kasih karena telah meminjamkan waktumu padaku. Kau telah menyelamatkanku dari tenggelam dalam kesepian.”*
Beberapa bulan berlalu. Nama Lano mulai dikenal, bukan hanya karena jam kayunya, tapi karena cerita Kirana yang diterbitkan dan menyertakan halaman khusus tentang dirinya. Banyak orang kota datang mencarinya, membeli jam buatannya, dan membawa pulang sepotong waktu dari desa kecil itu.
Meski Kirana belum pernah kembali, setiap tahun di bulan Juni, saat hujan pertama turun, Lano duduk di depan jendela, memandang jalan kecil di depan rumahnya—menanti, sambil memegang jam burung hantu yang kini berdetak dengan sempurna. Karena ia tahu, kadang yang kita tunggu bukan orangnya, tapi kenangan yang mereka tinggalkan.
---






intanasara dan 2 lainnya memberi reputasi
3
77
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan