- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Langkah di Tengah Malam


TS
yantosau
Langkah di Tengah Malam

Langit malam itu gelap, tanpa bintang. Kota seperti menahan napas di tengah sunyi yang pekat. Di trotoar yang basah bekas hujan, seorang pria bernama Ardi melangkah pelan, menenteng tas ransel hitam yang sudah usang. Bajunya basah setengah, bukan karena hujan, tapi karena keringat dingin dan lelah yang tak pernah pergi.
Ardi adalah mantan pegawai perusahaan logistik. Tiga bulan lalu, ia terkena PHK. Sejak itu, hidupnya berubah drastis. Tabungan menipis, kontrakan hampir jatuh tempo, dan panggilan kerja tak kunjung datang. Tapi malam ini ia berjalan, bukan untuk melarikan diri, melainkan mencari jawaban.
Ia berhenti di bawah lampu jalan yang redup. Di depannya, sebuah warung kopi kecil yang belum tutup. Warung itu sederhana, dengan dua meja kayu dan kursi plastik yang tak seragam. Aroma kopi dan gorengan menyambutnya seperti teman lama. Ia masuk dan duduk diam.
“Ngopi, Mas?” tanya bapak tua di balik meja.
Ardi mengangguk. Ia menatap gelas kopi hitam yang baru disajikan, lalu menyeruputnya perlahan. Hangatnya mengalir ke dada, seperti memberi sedikit kekuatan. Di meja sebelah, duduk seorang pria berumur 40-an, dengan laptop tua dan mata tajam yang terus memindai layar.
Mereka tak berbicara hingga pria itu menoleh dan bertanya, “Cari kerja?”
Ardi terkejut. “Kok tahu?”
“Tatapanmu sama seperti saya tiga tahun lalu,” jawab pria itu sambil tersenyum. “Namaku Pak Narto. Dulu saya juga pernah di posisimu. Sekarang saya jualan barang bekas online. Lumayan buat hidup.”
Ardi diam. Lalu, seolah tak bisa menahan, ia mulai bercerita. Tentang pekerjaannya, keluarganya yang jauh di desa, dan mimpinya yang terasa makin kabur.
Pak Narto mendengarkan, lalu berkata, “Kau punya HP, kan? Coba jual barang apa pun yang bisa kau dapatkan. Buku bekas, alat elektronik rusak, atau bantu orang lain jualkan barangnya. Jangan malu mulai dari kecil.”
Malam itu, Ardi pulang dengan kepala penuh ide. Ia mulai dari rumah kontrakan kecilnya. Ia foto kipas angin rusak, speaker lama, dan koleksi buku-buku. Ia unggah di marketplace gratisan. Tak langsung laku, tapi seminggu kemudian, satu buku terjual. Lalu kipas. Lalu ada orang minta bantu jual kulkas.
Dari situ, Ardi tak berhenti. Ia belajar cara menulis deskripsi menarik, ambil foto bagus meski cuma pakai kamera HP. Pelan tapi pasti, pemasukan datang. Ia bisa bayar kontrakan. Bisa makan tiga kali sehari lagi.
Enam bulan berlalu. Ardi punya meja kecil khusus jualan online. Ia tak lagi malu disebut pedagang barang bekas. Justru, dari sana ia bangkit. Ia belajar tentang algoritma marketplace, negosiasi, dan perlahan membangun reputasi. Ulasannya bagus. Pelanggannya bertambah.
Setahun kemudian, ia membuka toko kecil, khusus barang second-hand. Di atas pintu, ada papan kayu bertuliskan: "Langkah Pertama."
Orang-orang bertanya, mengapa nama itu?
Ardi hanya tersenyum dan menjawab, “Karena semua perubahan besar dimulai dari langkah kecil… bahkan di tengah malam yang gelap sekalipun.”






viensi dan 4 lainnya memberi reputasi
5
189
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan